Chapter 11

2.2K 232 14
                                    

Naruto © Masashi Kishimoto

Kejadian pagi tadi benar-benar mengundang kekalutan bagi Hinata. Ia mulai sadar dan menyesal karena perbuatan tidak hormatnya kepada Naruto. Meskipun pada dasarnya Naruto bukanlah mentornya, tetapi pria itu tetaplah bagian dari Harajuku Plaza Square, yang bahkan jabatannya jauh lebih tinggi dari gadis itu sendiri.

Gadis itu tak henti menggigiti kuku-kuku tangannya dengan gelisah. Gerak-geriknya sudah tampak sangat cemas sejak sore ini. Suasana pesta yang ramai tak pernah Hinata nikmati sedari awal, walaupun acaranya begitu meriah sampai beberapa kali terdengar riuh oleh gelak tawa dan tepuk tangan.

Sejak private party mulai diselenggarakan, Naruto tidak pernah lagi memandang Hinata sesuai harapan. Bahkan tak ayal, pria itu mengacuhkan sapaan hormat Hinata dan beberapa perkataan maafnya. Gadis itu diabaikan meski keberaniannya sudah naik level, Hinata terus mencoba berbagai hal agar Naruto mau bersikap seperti biasa lagi. Alih-alih meminta maaf, gadis itu pun tak segan untuk mencari perhatian Naruto dengan tindakan konyol. Bahkan mungkin terkesan memalukan untuk pria sedingin Naruto tersebut.

Tetapi, selain memiliki sikap yang dingin ternyata Naruto juga keras kepala. Usaha Hinata tidak menampakkan hasil apapun, walaupun hanya seringaian angkuh yang selalu pria itu perlihatkan dalam beberapa hal tertentu. Mungkin Hinata memang tidak pernah terlihat menarik dimata biru supervisornya itu.

Dengan wajah frustasi, gadis itu meneguk lemon juicenya kemudian mengambil beberapa makanan yang sudah disediakan dimeja katering yang memang sengaja disewa khusus untuk acara hari ini. Dia memakan berbagai macam buah dengan rakus dan kesal.

“Oh, my gosh!” Ino mengejutkan Hinata dengan umpatan ringan.

Mulut Hinata terlihat penuh. Gadis itu berusaha keras menelan seluruhnya dengan susah payah, lalu meneguk sisa jus dari gelasnya hingga tandas.

“Lo masih mikirin Pak Naru?” tanya Ino.

Hinata mengangguk singkat, “Gue udah berusaha minta maaf, tapi dia enggak merespon,” kemudian mengambil sebuah apel merah dari keranjang buah, “Gue udah ngorbanin harga diri gue di depan para pejabat cuma buat minta maaf ke supervisor sialan itu, No!”

“Ya… lo juga, sih, kenapa malah pake ngumpet dibelakang Pak Naru segala?”

“Dan lo kenapa jahilin gue?” Hinata mendelik.

Ino tertawa singkat, “Habisnya lo asyik banget lihatin Pak Naru. Gue sudah manggil lo berpuluh-puluh kali, Hin, lo harus tau itu!”

Hinata berdecak kesal, “Lo seharusnya jangan mengganggu moment berharga gue.” dia menggigit apel merahnya penuh nafsu. Ino kembali dibuat geli oleh tingkah Hinata yang terkadang seperti anak kecil.

“Emangnya…, lo suka, ya, sama Pak Naru?”

“Uhuk!”

Hinata terbatuk-batuk akibat apel yang dimakannya tertelan tanpa terkunyah terlebih dahulu. Dia tersedak. Tangan Hinata berusaha keras memukul-pukul dadanya dengan mimik wajah begitu kesakitan. Ino langsung panik seketika, kemudian mengambil segelas air putih saat melihat wajah Hinata mulai memerah dan berkeringat.

“Hin, minum ini!” Hinata langsung merebut gelas yang dipegangi oleh Ino lalu meminumnya sampai habis, tapi gadis itu masih merasa penuh pada tenggorokannya.

“Apelnya pasti nyangkut, deh, ditenggorokan lo!” Ino berusaha membantu dengan menepuk tengkuk Hinata beberapa kali.

“No, tolong gue!” suara Hinata hampir hilang.

“Iya, tapi gue harus gimana—”

Naruto datang yang entah dari mana asalnya, menarik Hinata cepat tanpa berkata apa-apa. Pria itu memutar tubuh Hinata hingga menyamping, lalu memukul tengkuk gadis itu cukup keras sehingga apel tersebut bisa keluar dari mulut Hinata. Gadis itu terbatuk-batuk hingga menitihkan beberapa tetes air mata dari iris amethystnya.

Lelaki itu mengambil segelas air untuk Hinata lalu menyerahkannya, “Minum.” suaranya terdengar berat dan dingin. Tak ada ekspresi yang bisa Hinata baca dari romanya saat tanpa sengaja ia melihat Naruto.

Tubuh Hinata terasa lemas dan bergetar, bahkan saat meraih gelas itu dari tangan Naruto. Gelas itu hampir terjatuh kalau saja pria itu tidak cepat membantu.

“Seharusnya kamu makan dengan benar.” shappire Naruto berkilat tajam.

Hinata menunduk, “M-maafkan saya, Pak.”

Naruto menarik nafas kasar, kemudian memapah Hinata dengan memegangi kedua bahunya. Lelaki dengan iris shappire itu menuntun Hinata agar mendatangi seorang gadis bersurai blonde yang masih mematung sejak tadi.

“Hei.” ucapan singkat Naruto menyihir Ino untuk segera sadar, lalu menyerahkan Hinata sebelum pria itu pergi tanpa pamit.

“Hinata, lo enggak apa-apa?!” kepanikan Ino dijawab oleh sebuah anggukan lemah dari Hinata.

“Syukurlah…, gue lega,” , “Ini berkat Pak Naru.” sambung Ino.

“Ah,” Hinata terhenyak sesaat, “Dimana dia sekarang?”

“Udah pergi.”

Netra Hinata mengedar sekeliling, mencari-cari sosok Naruto yang hari ini sudah menjadi penyelamat dalam hidupnya. Tetapi, dia tidak menemukan jejak kehadiran dari lelaki tersebut. Naruto datang seperti makhluk tak kasat mata, lalu menghilang begitu saja. Hinata terheran-heran, seakan apa yang baru saja terjadi adalah sebuah khayalan semata.

Bahkan gue belum mengatakan terimakasih pada Pak Naru…

My Perfect SPV [ TAMAT ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang