Chapter 47

697 112 4
                                    

Naruto © Masashi Kishimoto

Beredar gosip terhangat minggu ini. Katanya, salah seorang pegawai food courdt terlibat cinta segitiga dengan dua atasannya. Buah bibir ini nyaris menjadi perbincangan dihampir seluruh karyawan mall. Bahkan, semakin banyak orang-orang melebih-lebihkan berita tersebut.

Hinata menarik napas jengah. Beberapa rekan dekat menginterogasi dengan berbagai macam pertanyaan usil mereka. Ada pula yang membicarakan dari belakang, layaknya netizen yang maha benar dan sok tahu.

"Gue tanya ke lo sekali lagi," Sai menyorot Hinata dengan mata setengah melotot, "Yang orang-orang omongin itu elo, kan?"

Di counternya sudah ada beberapa orang, termasuk Kakashi. Pria dewasa itu bungkam, tidak mau berkomentar apapun.

Hinata melirik atasannya tersebut, mengharapkan pertolongan. "Yang mereka omongin itu salah! Gue gak ada cinta-cintaan sama Pak Naru atau Pak Sasu!"

Gosip-gosip yang terdengar memang tidak bertopik berat. Hanya saja, Hinata benci menjadi pusat perhatian. Tidak terpungkiri, ini memang jelas bagian dari kesalahannya. Seharusnya perempuan itu bisa menjaga jarak untuk tidak terlibat lebih jauh dengan kedua lelaki itu. Kehidupannya yang damai seolah direkayasa, padahal kenyataan hidup sangat jarang bagi orang-orang bisa sedekat itu dengan atasan mereka. Takdir begitu rumit, bahkan membawa kesialan yang nyaris membahayakan nama baiknya.

"Gue sebenernya curiga ke elo, Hin," terka Ino, "Gak tau emang perasaan gue… tapi lo sama mereka berdua tuh kayak punya hubungan,"

"Mana ada gue ke mereka, No!" sergah Hinata, "Mereka emang deketin gue, tapi bukan berarti gue ada apa-apanya sama mereka."

"Tapi kalian mah beda," Sasori ikut berkomentar, "Setau abang, Pak Naru itu gak sembarangan bisa deket sama pegawainya, apalagi cewek."

"Aku gak mau komen, takut salah." ungkap Yamato.

Hinata mendecih, "Bang Ato emang pernah punya masalalu sama mereka. Jadinya gituh!" tatapannya kesal ketika Yamato malah berpura-pura tidak mendengarkan.

"Elo tuh udah jadi trending topic, Nat. Tiap gue ketemu orang, selalu Hinata, Naruto, Sasuke. Gitu aja terus." gerutu Sai, "Sebenernya ini soal gak berat, cuman tetep aja gak enak gue denger. Dan yang rada bahaya tuh kalo si fansclub Naru bertindak,"

"Elo kira dia artis papan atas! Bullying gue, terus ngira gue sasaeng fans. Kita gak hidup di drama Korea!" Hinata melipat kedua tangan.

"Bukan soal itu, Hin. Lo harus tau, fans Pak Naru itu anak-anak fashion…" kata Ino, "Yang pernah punya masalah sama elo, Sai. Itu yang bahaya." lanjut Sasori.

Setengah terkejut, Hinata melebarkan irisnya. Sebenarnya bukan berita yang tabu untuk mengetahui perihal siapa saja orang-orang yang mengidolakan sosok Naruto. Karyawan dibagian fashion selalu paling depan untuk berburu atasan berkriteria sempurna. Melihat dari sisi manapun, bagi setiap kaum hawa lelaki berambut pirang itu adalah salah satu yang tersempurna. Terlebih lagi, akibat hubungan yang sempat terjalin dengan Saara nyaris memupus kekurangan pria itu. Naruto yang sempat dipandang sebelah mata karena dianggap tidak normal. Nyatanya lelaki itu masih menyukai lawan jenis.

Namun, yang jadi pertanyaannya kali ini, "Kemaren-kemaren 'kan Pak Naru pacaran sama Bu Saara, gak ada tuh digosipin atau gimana…" Hinata benar-benar gemas karena merasa tidak adil, "Ini gue yang jelas gak ada apa-apa sama Pak Naru atau Pak Sasu malah jadi bahan bacotan orang-orang," dan tidak habis pikir dengan ucapan yang dilebih-lebihkan itu, seakan Hinata dipandang perempuan murahan.

"Itu mah ya beda…" balas Sasori, "Bu Saara 'kan CSO, jelas keliatan lah dari jabatan juga." lelaki dengan rambut merah dan berwajah muda tersebut berpikir sejenak, "Gajinya gede, jauhlah sama kamu, Hinata. Selain cantik dia anggun banget, keibuan gituh,"

"Gak sekalian lo bilang berapa nomor sepatunya, Om Sasori! Hapal bener sama gaji orang…" ketus Hinata. Perutnya tiba-tiba merasa mual mendengar pujian-pujian yang dilontarkan Sasori. Image menyenangkan sosok Saara benar-benar berbanding terbalik dengan kenyataan. Hinata sangat tahu bagaimana wanita itu.

"Nomor sepatu Bu Saara 38. Saya juga tahu zodiaknya apa. Cuman kalo nanya soal nomor BH sama CD saya kurang tau."

"Minta ditampol, ya?" teriak Ino.

"Dasar SC gak ada akhlak!" ujar Yamato.

"Sialan lo, Bang! Mentang-mentang punya bini dua belagu lo!" Sai mendelik tajam.

Hinata mengurut pelipisnya. Kepalanya agak pening karena mendengar beberapa obrolan yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan semua permasalahan. Didalam hati, gadis itu juga berharap supaya dia tidak berurusan dengan pegawai fashion. Kisah kelam Sai menjadi gambaran dari salah satu akibat yang mungkin bakal terjadi. Ataupun nasibnya akan lebih parah.

Hinata bingung. Entah harus pada siapa dia meminta pendapat. Semua rekannya sama sekali tidak memberikan jalan keluar, hanya semakin memperkeruh keadaan. Kecemasan yang kian timbul mengikis optimisme yang sempat melekat. Kadang-kadang perempuan itu terlalu pengecut menghadapi keadaan.

Di akhir pekan yang melelahkan ini, gadis itu harus berlapang dada karena situasi pelik.

Suasana semakin malam. Jam dinding menunjukkan pukul setengah sepuluh. Disaat itu, Naruto terlihat berjalan-jalan bersama salah seorang security disampingnya. Pekerjaan telah berakhir, sebagai seorang supervisor, jadwalnya ialah untuk mengontrol setiap counter di area food cordt. Semua bagian hingga dapur harus dipastikan dengan aman.

Sesegera mungkin kerumunan membubarkan diri. Hinata dan semua temannya mengambil posisi berbaris dalam beberapa saf di depan pintu karyawan yang masih tertutup. Gadis itu berada paling depan untuk pertama kalinya semejak ia bekerja disana. Dadanya berdesir, entah karena gugup atau perihal lain.

"Semua siap! Istirahat di tempat, gerak!" satpam itu memberi komando setelah menyelesaikan penyisiran bersama Naruto. Disusul lelaki pirang itu, keadaan mulai tenang. Naruto berdiri paling depan, berhadapan dengan Hinata disana. Mereka sempat saling memandang beberapa saat, namun kemudian Naruto memalingkan wajah, terfokus pada lembaran kertas yang dipegangnya sejak tadi.

"Selamat malam teman-teman," sambutnya dengan wibawa dan sikap dinginnya yang begitu kentara, "Saya hanya mau memberikan surat edaran untuk midnight sells minggu depan." lelaki itu mulai memberikan lembaran kertas tersebut pada setiap barisan untuk kembali dibagikan secara estafet ke belakang.

Namun, seolah disengaja, ketika Naruto berhadapan dengan Hinata, lelaki itu terang-terangan melewatinya untuk memberikan selembaran kertas tersebut. Naruto memberikan sisanya pada salah seorang rekan kerja di sebelah gadis itu, sangat jelas tidak mempedulikan keberadaannya sama sekali. Hinata bertanya-tanya didalam hati, diiringan debaran jantung yang terasa sesak dan ngilu. Tubuhnya menegang beberapa saat, bahkan tangannya sempat terulur. Setengah malu, Hinata menarik tangannya, mengepal dengan kuat.

"Semua keterangannya sudah lengkap. Kalian bisa baca sendiri. Mungkin itu saja yang mau saya sampaikan."

Mengakhiri pidato singkatnya, Naruto meminta security untuk membimbing doa sebelum pulang.

Ditengah kesunyian karena khidmatnya memanjat doa, Hinata sama sekali tidak tersentuh. Rasa kesal dan marahnya mendominasi emosi yang bahkan tidak dimengerti. Hinata tidak suka dengan perilaku Naruto.


A/n :
Hallo, gaes... Apa kabar?
Saya harap teman2 semua selalu dalam keadaan sehat wal'afiat ya 🥰🥰
Maaf baru menyapa, dan saya juga minta maaf karena jarang banget balesin komentarnya satu-satu,
Tapi jujur, aku seneng masih ada yang tertarik baca ff ini. Aku suka senyam senyum saat baca komentar2 kalian 🤩🤩🤩 kalian adalah power buat saya 😘😘😘
Tentang cerita baru, di chapter sebelumnya ada yang kasih masukan buat saya bikin cerita baru...
Saya sebenernya memang lagi mikirin ff terbaru. Entah NaruHina atau orific. Saya masih belum matang memikirkan seperti apa ceritanya. Ff yang ini aja masih panjang banget ceritanya. 😆😆😆
Ah, pokonya gitu deh. Sekali lagi thankiss for everyone yang masih nunggu ff ini... I love you all ❤️❤️❤️

My Perfect SPV [ TAMAT ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang