Chapter 31

806 120 2
                                    

Naruto © Masashi Kishimoto

...

"Lo pulang jamber?"

Hinata melirik jam tangannya. Sebelah alisnya terangkat seolah berpikir.

"Masih lama, Ji. Kenapa emang?"

"Ja-Ji, Ja-Ji! Gue ini Abang lo, kampret!" Neji menggerutu diseberang sana, napasnya terdengar terengah menahan emosi, "Kasih tau kalo mau pulang. Entar gue lupa lagi kayak kemaren-kemaren."

"Makanya, cepetan benerin motor lo! Itu kan motor gue, mana cicilannya masih dua puluh bulan lagi! Eh, lo enak pake aja." sungut Hinata, "Lagian, lo tuh ya harusnya jangan pergi-pergi mulu. Noh, istri lo kasian! Si Mbak sering banget uring-uringan karena elo mancing terus! Entar lo dicerain baru nyaho!"

"Elo nyumpahin gue? Kualat lo!"

"Berisik, ah! Gue mau kerja!"

Hinata dengan cepat mematikan sambungan teleponnya. Perasaannya berubah gusar alih-alih penat karena pekerjaan. Belum lagi kakak iparnya, sudah dipastikan akan mengamuk lagi karena ulah Neji. Pria tua itu benar-benar menyebalkan!

Bagaimana mungkin pernikahan mereka bisa bertahan selama lebih dari lima tahun ini? Hinata sangat memuji, kakak iparnya memang sangat sabar menghadapi Neji yang sering berulah.

Oh, ayolah! Bagi sebagian wanita yang berumahtangga, menghabiskan waktu bersama adalah sesuatu hal yang sangat penting. Mengingat seringnya berpisah karena pekerjaan, seharusnya rasa lelah tersebut bisa dipulihkan oleh seorang istri yang menunggu di rumah.

Namun bagi Neji, waktunya adalah untuk memancing. Selesai bekerja, dia akan langsung pergi ke pemancingan bersama teman-temannya. Jika dihari libur atau weekend, Neji akan pergi pagi pulang juga pagi dan tentu saja hanya untuk memancing.

Terkadang, Hinata merasa kasihan. Tenten seharusnya mendapatkan pria yang lebih baik dari kakak sepupunya itu. Hinata selalu ingin mendukung perceraian mereka, dan melihat penyesalan Neji. Hanya saja, Tenten terlalu baik dan sangat mencintai pria idiot itu.

Persetan dengan cinta!

Gadis itu kembali menuju pantry. Suasana hari ini cukup lengang. Bahkan pengunjung pun bisa terhitung dengan jari.

Hinata mendudukkan diri di sebuah kursi. Dia mulai menyortir nota dan segera menghitungnya.

"Permisi,"

Hinata menunda pekerjaannya spontan berdiri untuk memberi sambutan.

"Iya, silahkan---oh!"

Sasuke berdiri di depan pantry, tangannya terangkat sambil tersenyum memuakkan, "Yo, Hinata." sapanya, "Kelihatannya kamu sibuk, ya." pria itu bersikap agak formal. Setidaknya itu lebih baik daripada kemarin.

Hinata memasang senyuman palsunya, "Ada yang bisa saya bantu, Pak?" dia bersikap semanis mungkin. Ini lingkungan kerja, Hinata harus tetap profesional.

Sasuke menggeleng sesaat, kemudian melangkah memasuki pantry, "Ah, kamu gak perlu repot-repot. Saya hanya mampir."

"Lalu, mau apa?" sikap Hinata berubah setelah Sasuke sudah berada di sampingnya.

"Haha... kok lo jadi judes gitu..."

Hinata kembali duduk, melanjutkan pekerjaannya. Sementara Sasuke menatap keberadaan Naruto yang berada agak jauh disana. Pria blonde itu tampak mencuri pandang dan Sasuke sangat menyadari hal kontras tersebut.

"Ternyata dari sini lebih jelas dari dugaan." celetuk Sasuke, "Lo tau, Naruto disana lagi ngeliatin kita, loh."

Hinata merasa jengah dengan nama itu, "Bodo amat, ah." gumam Hinata.

Lagian gue sama sekali gak peduli!

Sasuke terkekeh, merasa geli karena Hinata tiba-tiba saja merajuk. "Sebenarnya, gue penasaran dengan beberapa hal," pria itu memberi jeda dalam perkataannya, "Lo punya masalah pribadi, ya, sama Naru?"

Pertanyaan itu sedikit membuat Hinata tersentak. Sejujurnya bukan hal yang membuat Sasuke penasaran menanyakan hal tersebut. Jelas, dia sangat mengetahui bahkan semuanya. Sasuke hanya ingin mendengar seberapa jauh Hinata akan terus menutupi segalanya. Terutama insiden itu.

Pria itu sangat tertarik melihat interaksi yang terjalin diantara mereka. Meskipun pada dasarnya Naruto memiliki kekasih, tetapi tak terpungkiri perasaannya yang murni sudah sejak lama menyisih. Namun lain halnya dengan Hinata. Sepertinya dia antipati pada pria berambut kuning itu.

Rasanya memang kejam. Sosok Hinata yang dulu begitu kontras menunjukkan ketertarikannya terhadap Naruto kini berubah drastis. Sasuke selama ini selalu memperhatikan gadis itu, bagaimana dia berinteraksi dengan Naruto, kerap bersalah tingkah, bahkan terkadang mencari perhatian pria berhati dingin itu. Dan yang sering Sasuke tahu, Hinata selalu memandang Naruto dengan mata yang berbinar-binar dari sini--pantry.

Tetapi, entah kemana, sosok manis itu lenyap begitu saja. Yang pasti, tatapan Hinata menyiratkan seberapa besar ketidaksukaannya terhadap Naruto. Pria itu bagaikan parasit. Keberadaannya membuat Hinata mual.

Anggap saja, seolah semua berguling perlahan. Seolah kali ini Naruto mendapatkan kesannya dari semua yang sudah terjadi.

"Saya gak ada masalah apa-apa sama Pak Naru." tegas Hinata.

Dan, jawabannya sangat sesuai dengan apa yang Sasuke perkirakan. Pria itu menarik satu senyuman dibibirnya.

"Apa ada yang lucu?" Hinata bertanya. Senyuman itu terlihat sangat memuakkan.

"Bukan apa-apa." balas Sasuke, senyumnya masih merekah, "Kalo lo menganggap gue ini buta dan tuli, lo salah besar, Hinata." suaranya yang berat mulai memelan disamping telinga Hinata, "Gue tau semuanya."

Gadis itu tertegun. Napasnya berubah berat seiring jantungnya yang tiba-tiba berdebar dengan cepat.  Sangat sulit untuk percaya dengan apa yang diutarakan oleh Sasuke.

Hinata mengontrol emosi yang sesaat terasa meledak. Gadis itu bersikeras untuk tidak peduli dengan apapun maksud Sasuke.

"Buta dan tuli? Apa maksudnya? Aku sama sekali gak ngerti. Bapak punya kuping normal, dan bisa melihat dengan jelas."

Sasuke tertawa, "Lo naif banget, ya." Pria itu menggelengkan kepalanya dan mulai beranjak, "Seenggaknya kamu jangan lupa sama janji kita kemarin." Kemudian pergi begitu saja.

Hinata menatap punggung lebar Sasuke dengan kesal. Kedua tangannya meremas apapun yang ada di dekatnya.

...

...

My Perfect SPV [ TAMAT ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang