Chapter 43

665 116 5
                                    

Naruto © Masashi Kishimoto

Dengan susah payah, Hinata dan Sasuke akhirnya berhasil sampai di lobi apartemen. Gadis itu mendudukan Naruto disalah satu kursi tunggu, sementara Sasuke berbicara pada seorang security.

Lelaki dengan kacamata persegi itu selesai bicara, kemudian mendekat pada Hinata.

"Motor Pak Naru!" seru Hinata, "Lo bawa sekarang, ntar ilang ribet urusannya." gadis itu mewanti-wanti. Sebenarnya perasaan Hinata sudah tidak tenang sejak tadi. Mereka meninggalkan motor itu begitu saja di depan kedai. Bukan tanpa alasan, akibat terlalu panik dan nyaris lupa. Lagipula, tidak mungkin mudah bagi mereka membawa motor dengan kondisi si pemilik yang masih belum sadarkan diri.

Sasuke tampak gemas melihat Naruto yang masih  terlelap. Dengan suasana hati yang dongkol, pria itu menggetil dahi Naruto dengan jarinya. "Sialan lo, Nar!" umpatnya, "Gak bisa apa, gak nyusahin hidup gue mulu!"

Hinata memukul tangan Sasuke yang siap-siap akan menjentik dahi Naruto kembali, "Bisa diem gak? Temen lagi gak berdaya malah lo siksain sih. Kasian tau."

"Dia udah ngehancurin kencan kita, Nat! Lo kenapa sih gak ada kesal-kesalnya ke es batu!? Malah belain dia terus."

Kepala Hinata sesaat berkedut, "Ini yang lo maksud kencan itu siapa? Gue gak merasa kencan ya sama lo. Ogah gue."

Sasuke menyipitkan matanya, "Gue ini niatnya baik, mau tebus kesalahan gue ke lo gegara waktu itu…"

"Gak perlu. Ribet urusan sama lo, tuh. Bawain masalah baru terus buat gue. Nyusahin."

"Hinata, mulut lo pedes banget. Perih hati abang…"

"Berisik! Cepetan ambil motor Pak Naru!"

"Ini si Kampret gimana?"

"Gampang! Kasih tau nomor apartemennya."

"Lantai 2, nomor 52. Paling ujung." Sasuke akan pergi, tetapi niatnya terurung. Dia menatap Hinata kembali, "Serius lo bisa bawa kulkas ini ke atas? Pake cara apa?"

"Gue punya ilmu mindahin barang dalam sekejap mata." jawab Hinata sekenanya, berharap Sasuke segera pergi tanpa mengindahkan lagi ucapannya. Sayangnya, Sasuke malah termenung beberapa saat. Iris hitamnya berubah berbinar, seperti percaya dengan apa yang sudah Hinata katakan.

"Lo serius? Emang ada ilmu begituan?"

"Ya kagak lah."

Sasuke berdecak.

"Sana lo buruan pergi!"

Sasuke berjalan keluar lobi. Sementara itu, Hinata bersiap untuk menggendong Naruto. Gadis itu mulai berjongkok, kemudian menarik lengan besar itu. Lelaki itu menempel pada punggung Hinata, dagunya mengait pada bahu. Untuk sesaat, Hinata mencium aroma maskulin dari tubuh Naruto. Membuat jantungnya berdenyut, menikmati aroma familiar yang beberapa kali memanjakan indera penciuman. Hinata tak habis pikir, mengapa aroma itu begitu membuatnya berdebar. Seakan-akan, baunya selalu membuat Hinata nyaris menginginkan untuk terus menghirup. Aroma candu yang menenangkan.

Buru-buru Hinata menggelengkan kepalanya. Aroma ini terlalu berbahaya. Hinata merasakan sinyal merah memancar jika dia terus terbuai. Segera gadis itu berdiri, membenarkan posisi dan berjalan menuju lift.

"Mohon maaf, Mbak." security tadi menghalau jalannya, "Liftnya sedang rusak." ujarnya kemudian. Hinata terhenyak saat mendengar pengutaraan security tersebut.

"Lah, terus saya?"

"Mbak harus lewat pintu darurat." telunjuknya mengarah pada sebuah pintu yang berjarak beberapa meter.

My Perfect SPV [ TAMAT ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang