Chapter 4

3.2K 264 15
                                    

Naruto © Masashi Kishimoto

Hinata seolah membeku ketika iris coklat milik Tsunade menatapnya tajam dan menuntut. Keringatnya sedikit membasahi hampir seluruh bagian pelipis karena rasa ragu yang mendominasi perasaannya. Briefing kali ini cukup terasa tegang, apalagi dengan kehadiran Naruto didalamnya.

“Um…,” gumaman gadis itu tidaklah menjadi harapan bagi Tsunade. Mentornya semakin menyipitkan mata ketika Orochimaru dan Naruto menampilkan segaris seringaian yang seolah merendahkan harga diri wanita tersebut sebagai seorang supervisor.

Amethyst Hinata semakin bergerak gelisah, sampai pada akhirnya ia tidak sengaja berpandangan dengan mata Naruto, lalu melengos ke arah lain. Jantungnya kian giat berdentum, mengirim rasa kelu pada lidahnya untuk mulai berbicara.

Sial! Kenapa wajah Pak Naru angkuh banget!

“Omzet Foodlife dari bulan ke bulan memang terus stabil. Strategi yang sudah kita sepakati bulan lalu pun sudah kita nikmati sekarang. Nah, makanya, untuk penjualan saya rasa tidak ada masalah,” Tsunade menghela nafas, “Kita hanya perlu berpartisipasi untuk acara HUT yang sebentar lagi akan digelar.”

Hinata berpikir, sedikit mendalami ulasan yang sudah mentornya ucapkan. Membayangkan sebuah partisipasi yang mungkin pantas untuk disajikan serta menghibur para penonton, tetapi tetap bisa mendatangkan keuntungan karena partisipasi tersebut.

“Sekedar pemberitahuan,” Orochimaru mulai angkat suara, “Diskon yang digelar untuk market adalah 5% sampai 45% dalam item tertentu, untuk fashion adalah 20% sampai 75% dalam item tertentu, untuk elektronik 30% sampai 75%, dan untuk foodlife 35%.”

Beberapa pegawai menampilkan ekspresi tidak setuju setelah mendengar hal tersebut.

“Duh, Pak, apa itu enggak terlalu besar? Menu-menu makanan di foodlife gak semua harganya tinggi. Kalau dikurangi sampe 35%, aduh…,” seorang karyawan menyuarakan ketidaksetujuannya kepada Orochimaru.

“Ini sudah ketentuan Manajer.” sahutan dingin Naruto mengundang desisan tak suka dari beberapa pegawai.

Kegaduhan perlahan menghadiahi telinga ketiga staff tersebut. Sebenarnya, jika diskon yang diberlakukan hanya satu hari tidak akan meresahkan perasaan para pegawai. Yang menjadi ricuh adalah, masa berlaku diskon itu paling tidak tiga minggu sebelum HUT dan satu bulan setelah HUT. Dan pada puncak acara dihari ulang tahun, diskon akan digelar secara besar-besaran.

Sudah dipastikan omzet akan lebih melesat, tetapi penghasilannya akan sama saja seperti penjualan yang stabil. Itu akan berpengaruh pada semangat bisnis mereka.

“Oke, teman-teman, soal diskon jangan dijadikan beban. Keputusan sudah menjadi keputusan. Yang terpenting, untuk acara HUT nanti, kita harus memulai latihan dari sekarang. Dan untuk partisipasi dipanggung hiburan dalam acara private party, saya akan menyerahkan ide-idenya kepada teman-teman semua.”

Semua karyawan tampak berpikir, dan beberapa diantaranya ada yang berdiskusi bersama rekan. Hinata menyenggol lengan Kakashi yang duduk disampingnya, mengajak berdiskusi melalui mimik wajah mereka.

“Saya harap penampilan kalian bisa membuat para juri terhibur.” Orochimaru tersenyum.

Acara yang akan ditampilkan dalam private party tidak dianjurkan terlalu banyak. Dari setiap bagian keluarga Harajuku, hanya diperbolehkan satu penampilan yang diikuti hampir seluruh karyawan. Fashion, Market, Kasir, Foodlife, bagian OB/OG, bagian gudang, para scurity, dan yang paling ditunggu-tunggu adalah persembahan yang digelar oleh jajaran staff, SC, dan CSO. Selain itu, akan ada beberapa games yang melibatkan seluruh keluarga Harajuku Plaza Square.

Briefing yang sempat terasa menegangkan perlahan berubah menjadi lebih santai. Para pegawai tak sungkan mengeluarkan gagasan-gagasan mereka dihadapan ke tiga staff tersebut. Tsunade yang biasa bersikap serius, tampak terhibur oleh para anak asuhnya. Orochimaru menjadi pusat candaan meskipun wajahna tidak menampilkan sisi humor. Sementara Naruto, ia hanya beberapa kali tersenyum dan menyahut seperlunya.

Hinata tertawa bersama kawan-kawannya. Gadis itu sesekali melirik Naruto dengan rasa penasaran atas kemisteriusan dari sosok pria tersebut. Lelaki itu tampak santai dengan bersandar pada kursinya, melipat kedua tangan yang menyihir mata Hinata menjadi terlihat indah. Benar-benar maskulin.

Tetapi, keraguannya terhadap gosip bahwa Naruto seorang gay menjadikan gadis itu semakin berpikir keras.

Emangnya Pak Naru beneran gay, gitu?

Dari beberapa narasumber yang Hinata pernah dengar, Naruto tidak tampak terlihat menggandeng seorang perempuan selama pria itu bekerja disini. Naruto hanya sering bergaul dengan perempuan yang sederajat dengannya saja. Kesehariannya, Naruto hanya terlihat sering bersama seorang staff berkacamata, sekaligus teman satu apartemennya.

Dan, gosip itu semakin marak setelah fakta-faktanya terungkap. Ditambah hal itu, yang sampai detik ini belum gadis itu ketahui maksudnya.

“Pak, menurut Bapak gosip itu beneran apa enggak, sih?” tanpa sadar, Hinata menyuarakan pertanyaan dalam hatinya.

Kakashi yang mendengar itu, hanya bisa mengerutkan dahi, “Hm? Gosip apa maksud kamu?”

“Eh!” gadis itu tersentak, “Eng-enggak, Pak! Tadi gue emangnya nanyain gosip apa ke Bapak?”

“Ah,” Kakashi mengerti, kalau Hinata sedang memikirkan sesuatu. Bosnya tidak mau repot untuk mendengar kekonyolan Hinata, karena dia sangat tau pasti kalau anak buahnya ini tidak akan mudah untuk berterusterang.

“Sepertinya saya salah dengar.” kemudian pria setengah baya tersebut kembali memfokuskan telinganya pada Tsunade yang sedang menjelaskan jadwal acara. Sementara Hinata menepuk-tepuk bibirnya yang selalu tanpa sadar mengeluarkan isi pikirannya.

“Oke, teman-teman,” Tsunade tersenyum cukup cerah, “Kita sudah sepakat dengan keputusan hari ini. Sekarang, dimulai hari ini teman-teman harus bergiliran untuk latihan. Saya sangat berharap, teman-teman mau melakukan persembahan ini dengan maksimal. Untuk itu, briefing hari ini saya cukupkan sampai disini. Terimakasih.”

Semua karyawan meninggalkan aula briefing dengan tertib. Kakashi menghampiri Tsunade untuk sedikit berkonsultasi. Orochimaru pamit mengundurkan diri setelah ruangan aula sepi. Hinata masih menunggu bosnya dengan duduk santai di tempatnya.

“Hin, kalau kamu mau duluan, duluan aja.” ujar Kakashi.

“Oke, Pak. Gue duluan, ya, mau beres-beres counter.” Hinata beranjak dari tempat duduk dan berjalan keluar aula.

Sebelum menuju ke counter, Hinata memilih pergi ke toilet. Gadis itu ingin membenarkan sanggulnya dan beberapa make up. Rambut indigonya masih terlihat sedikit basah karena sebelum berangkat kerja Hinata keramas. Perlu waktu cukup lama untuk mengeringkan rambut panjangnya.

Gadis itu mulai membuka poket make up, mengambil mascara untuk menebalkan bulu matanya yang lentik. Lipstik merah muda masih tampak rapi pada bibir mungilnya. Hinata kembali menepuk sedikit bedak padat kebeberapa bagian wajah yang terlihat tidak rata.

Selesai.

Gadis itu keluar dari toilet khusus wanita dengan penampilan cantik dan imut. Kakinya akan mengambil satu langkah, namun seseorang menahan langkahnya.

Pak Naru?

Lelaki itu juga baru saja keluar dari toilet pria.

Mata mereka memandang satu sama lain sepersekian detik. Hinata hampir akan menyapa setelah memberi senyuman ramah, namun lelaki itu mengabaikannya dengan pergi begitu saja.

Rasa geram perlahan merambat dirongga dada gadis itu. Kemudian berlalu menuju counternya dengan hentakkan kaki yang keras.

My Perfect SPV [ TAMAT ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang