Naruto © Masashi Kishimoto
…
Napas Hinata semakin menyesak dan terus menyempit. Kepalanya berdenyut dengan perasaan kesal yang bergelayut sejak tadi. Entah ada apa dengan hari ini, keberuntungannya seolah sedang menyombongkan diri walaupun sekedar menyapa ke arah gadis itu.
Mungkin pekerjaan adalah rutinitas yang tidak bisa dielakkan. Namun, menambah porsi beban yang sangat merepotkan bukanlah bagian dari konsumsinya. Terlebih lagi, Hinata harus bertanggung jawab terhadap keadaan. Hatinya yang selalu merasa iba tidak mungkin meninggalkan Naruto begitu saja.
Pria itu tampak begitu mengenaskan ketika tidak berhasil menghindari serangan tidak terduga dari seorang penguntit yang menyerang Hinata. Bibirnya sedikit sobek dengan luka lebam baru yang mulai menghitam. Pangkal hidungnya terasa begitu menyakitkan, bahkan mengeluarkan sedikit darah segar beberapa saat lalu.
Akibatnya, Hinata tidak bisa tinggal diam dan langsung menghabisi pria asing yang menguntitnya tanpa ampun. Sulit dideskripsikan, tetapi entah mengapa perasaan menggelitik itu seketika meracuni kepeduliannya. Gadis itu tidak bisa acuh saat melihat Naruto tak berdaya. Emosi Hinata seolah dipermainkan oleh berbagai macam perasaan yang saling bertolak belakang.
“Ayo, Pak, cepetan! Bapak gak kasihan sama saya? Ini udah malem banget. Saya capek, ngantuk! Mana si Neji gak ada mulu, lagi!”
Perasaan menyenangkan yang sebelumnya mendominasi kini kembali berubah. Gadis itu dengan tidak sabarnya terus menggerutu ketika Naruto berjalan dengan lambat layaknya seekor siput. Entah karena alasan apa Hinata bisa terjebak dalam situasi seperti ini dan mau mengantarkan seorang pria hanya karena menuruti suara hatinya. Hasil akhir, Hinata malah menyesali keputusannya sendiri.
“Pak---“
Gerak langkah Hinata terhenti karena pria berhelaian pirang itu ternyata masih jauh di belakangnya. Alis Hinata berkedut, kemudian kembali mendekat pada Naruto.
“Astaga, Bapak Uzumaki Naruto yang sangat-sangat saya hormati, bisa enggak, sih, Anda gak ngerepotin saya sampai begini?!”
Hinata lantas menarik lengan kekar Naruto, namun tindakannya terhenti ketika melihat darah segar kembali mengalir melalui lubang hidung pria itu.
“Mimisan lagi?” amethystnya melebar, dengan cepat ia mengambil tisu yang selalu ada disaku celananya.
“Saya gak apa-apa.” Sebelah tangan Naruto menyeka aliran darah, mengabaikan pertolongan Hinata dan kembali melangkah menelusuri jalanan gang yang akan membawanya menuju apartemen. Tidak ada hal lain yang ingin Naruto pikirkan, ia hanya ingin segera pulang.
“Udah, Pak. Jangan sok kuat,” Hinata menyela langkah Naruto, lalu berjongkok dihadapan pria itu, “Ayo, Pak, saya gendong.”
Naruto menengadah, mencoba menghentikan darah segar yang terus menerus keluar dari hidungnya. Entah mengapa tiba-tiba harga dirinya merasa terluka. Gadis itu memperlakukannya sedikit berlebihan, dan itu membuat Naruto mendongkol. Letupan emosi sedikit mendidih dikepala pria itu.
“Kamu pikir saya anak kecil?” desahan hadir dalam selaan perkataan, “Gila, kamu!” kakinya kembali melangkah, menjauhi Hinata yang masih pada posisinya.
“Oi!” Hinata berdiri, “Saya hanya ingin membantu---“
“Dan kamu pikir membantu saya dengan cara seperti itu? Cobalah berpikir rasional.”
Hinata berdecak, “Terus, apa saya harus menggendong Bapak ala-ala pengantin baru?”
“Kamu gak paham? Mana mungkin saya digendong oleh perempuan---“
KAMU SEDANG MEMBACA
My Perfect SPV [ TAMAT ]
FanfictionSweet Cover by @Arite_Chisiki Naruto © Masashi Kishimoto [ AU/Mature/Romance/Comedy ] [ NaruHina Fanfic Story ] Revisi : 1-4 ( Cerita ini mengandung unsur Dewasa ) ... Hinata adalah seorang gadis yang bekerja di Harajuku Plaza Square sebagai Sales...