Chapter 10

2.3K 240 22
                                    

Naruto © Masashi Kishimoto

Peluh sedikit bercucuran pada kening Hinata yang selalu tertutupi oleh poni datarnya. Sesekali tangannya menyeka keringat itu, agar tidak mengalir ke mata amethystnya. Beberapa games sudah ia lalui bersama kelompoknya, yang bahkan Hinata tidak tau persis siapa saja. Gadis itu digabungkan secara acak oleh Shizune melalui persamaan nomor dari setiap kertas undian pegawai.

Penampilannya yang memang sudah sejak awal tidak begitu menarik, semakin tak menarik karena noda-noda hasil dari permainan. Surai gelapnya tampak kusut dan bahkan ditumpuki tepung terigu. Bajunya basah, hampir mengekspos lekuk tubuh gadis itu yang memang begitu sempurna untuk ukuran seorang gadis.

Amethyst Hinata terlihat berat menahan kantuk, padahal saat ini permainan sedang berlangsung.

“Eh, itu sebelah sana masih bocor!” ujar salah satu dari timnya. Hinata dengan sigap menempelkan salah satu jemarinya untuk menahan lubang pipa yang memang sengaja dibuat seperti itu.

Games saat ini adalah stem the water atau membendung air di dalam sebuah pipa besar yang sudah diberikan banyak lubang disekelilingnya. Mereka harus mengisi pipa tersebut sampai penuh dengan menggunakan gelas plastik.

“Ugh!” seorang pria berambut hitam di samping Hinata mengeluh ketika tak sengaja melepaskan jemarinya dari lubang, mengakibatkan air menyembur ke wajah pria tersebut.

Hinata terkekeh pelan. Selama games berlangsung, pria itu sering bertingkah konyol. Entah memang konyol atau ceroboh, tetapi perilakunya tak ayal membuat tim Hinata tertawa.

Pria itu sedikit kewalahan untuk kembali menutupi lubang, mengakibatkan tawa Hinata sedikit terekspos. Hinata mencoba membantu menutupi salah satu lubang terdekatnya dengan jari kelingking, lalu akhirnya air itu berhenti menyembur.

Pria itu terlihat bernafas lega setelah air di dalam pipa bisa terbendung kembali, “Thanks.” ucapnya dengan idiot kembali melepaskan jemarinya dari lubang hanya untuk menggaruk tengkuk.

“Haha, astaga… jangan dilepasin!” tawa Hinata kian renyah.

Pria itu segera menutupi lubang-lubang tersebut, “Ah, hahaha… refleks.”

Hinata hanya membalas dengan menggelengkan kepalanya, tanpa menghentikan tawaan yang bahkan tanpa gadis itu sadari. Pria itu juga ikut terkekeh.

“Ah, nama kamu siapa?” pria itu menyela kekehannya dengan bertanya kepada Hinata, lalu akhirnya tawaan itu perlahan surut.

Hinata tersenyum, “Hinata.”

“Aku Obito,” bibirnya tersenyum lebar, “Kamu dari lantai tiga, ya?”

Gadis itu mengangguk, “Iya. Kok, bisa tau?”

“Asal nebak.” Obito menjeda ucapannya, “Soalnya anak-anak lantai tiga katanya beda karakter, hehe.”

“Maksudnya?”

“Enggak, kok. Bukan apa-apa, hehe.” tawaan singkat Obita mengundang rasa tidak puas. Hinata cukup penasaran dengan perkataan yang Obito utarakan sebelumnya. Entah maksudnya memuji atau bahkan sebaliknya. Hinata ingin mengetahuinya.

Tetapi, gadis itu mengurungkan niat untuk membuat banyak percakapan dengan Obito. Lagipula, mereka tidak akan bertemu lagi setelah hari ini berlalu. Mungkin hanya akan bertemu diwaktu yang tanpa adanya unsur kesengajaan. Dan Hinata tidak mau pusing memikirkan hal semacam itu.

Pada akhirnya, gadis bersurai gelap tersebut membalas dengan gelak senyum tanpa memberikan tanggapan lain untuk memperpanjang obrolan mereka.

Pipa yang tim Hinata bendung sudah terisi penuh oleh air. Mereka bersorak kegirangan karena dalam permainan ini kemenangan bisa mereka raih, setelah beberapa babak permainan tertinggal point.

My Perfect SPV [ TAMAT ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang