Chapter 48

675 120 13
                                    

Naruto © Masashi Kishimoto

"Mbak,"  lelaki dengan rambut kecoklatan itu mengetuk kaca etalase, tempat kebiasaan Hinata untuk bersembunyi. Gadis itu terlihat cukup sibuk menjumlahkan beberapa angka yang tertulis dilembaran nota, tangan kanannya menekan angka-angka dikalkulator.

Dia mendongak, menatap lelaki itu, "Eh, elo…" keningnya mengerut, lupa dengan nama orang itu.

"Ini gue, Mbak, Kiba. Gue 'kan kerja disana." telunjuknya mengarah pada salah satu tempat yang berisi dengan berbagai macam elektronik. Kiba adalah salah satu karyawan Naruto.

"Oh, iya, sorry gue lupa, Bang." ujarnya, "Mau makan siang? Pesen apa?"

"Eh, bukan…" kedua tangannya memberi isyarat penolakan, "Biasa, bos gue pengen kopi hitam." Kiba tersenyum lebar, gigi taringnya terlihat menonjol.

"Oh…" Hinata berdiri, mencatat pesanan yang Kiba inginkan. Kemudian menyerahkan selembar bill kepada lelaki itu.

"Thanks, Mbak." Kiba menerima kertas tersebut, "Oh, iya, Mbak. Mbak bisa anterin langsung ke mejanya Pak Bos, 'kan? Abis ini gue ada kerjaan, maaf aja nih ngerepotin…"

Raut Hinata berubah. Didalam hati, dia merasa keberatan menerima permintaan Kiba. Hinata masih belum berani untuk bertemu dengan Naruto saat ini. Ada sedikit perasaan trauma, terlebih, orang-orang masih membicarakan persoalan tentang dirinya. Dan yang paling penting, Naruto sepertinya tidak mau berurusan lagi dengan perempuan itu.

Hinata masih menimang-nimang. Ia mulai dilema dengan keadaan. Antara pekerjaan dan ego, semua itu bergelut satu sama lain.

"Ah, oke lah." hembusan napas kasar terdengar jelas. Tidak terpungkiri, melayani pembeli dan menyanggupi keinginannya adalah bagian dari pekerjaan. Suka tidak suka, senang tidak senang, Hinata tidak ada alasan untuk menolak selama tidak bertolakbelakang dengan norma dan aturan.

Kiba terlihat senang, "Nah, gitu dong. Itu baru calon istri yang baik…"

Hinata tersentak, "Maksud lo?"

"Haha…" Kiba tertawa, "Katanya elo pacar Bapak Bos, kan?" lelaki itu berdehem pelan, "Udah ya, gue balik dulu. Inget, anterin ya!" dia langsung pergi sambil melambaikan tangan. Senyuman bahkan masih melekat diwajah Kiba.

Hinata mendengkus. Perasaannya kesal. Hal semacam itu bukanlah candaan yang menyenangkan. Hinata bahkan merasa seperti lelaki tadi terang-terangan mengejek, seolah semua gosip yang beredar adalah kenyataan.

Selain diklaim pacar Naruto, Hinata pula beberapa kali dianggap berpacaran dengan Sasuke. Tetapi yang lebih mendominasi pendengarannya akhir-akhir ini ialah semua karyawan cenderung mengolok-olok dengan dalih perempuan itu kekasih baru Naruto. Beberapa satpan senang menggoda Hinata, dan jelas itu sangat mengganggu. Apalagi setelah pria berambut kuning itu jelas menjauhinya, semakin marak menganggap mereka jelas menyembunyikan status hubungan.

Berita bohong dan hanya dikonsumsi oleh orang-orang idiot seperti mereka. Dengan jelas raut wajah menghina mematri ketika Hinata berpapasan dengan para karyawan sok tahu itu. Dan meskipun demikian, perempuan dengan rambut sewarna indigo tersebut masih bernapas lega karena belum bertemu dengan pegawai dibagian fashion lantai dua. Lebih tepatnya, Hinata berusaha untuk menghindar.

Kedua tangannya masih bekerja menyajikan secangkir kopi hitam. Matanya masih menerawang, lamunan mendominasi pikiran. Hinata masih bingung sekaligus cemas. Apalagi, kopi hitam ini dengan sangat terpaksa harus dia sendiri antarkan pada Naruto.

Sendok itu beradu beberapa kali pada gelas, menurunkan sisa seduhan kopi disana. Aromanya menguar, diiringi dengan kepulan asap yang lumayan mengundang diindera penciuman. Perempuan itu langsung mengambil nampan, memposisikan cangkir itu di atasnya. Dengan degupan dahsyat didada, Hinata memberanikan diri untuk melangkah, menuju tempat dimana Naruto berada.

My Perfect SPV [ TAMAT ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang