A/n : Chapter ini bermuatan dewasa dalam segi alur cerita dan kosa kata yang diolah. Jadi, jangan ditiru, ya! Dan untuk dibawah umur sebaiknya dikondisikan. Thanks.
Naruto © Masashi Kishimoto
…
Birthday party yang dijadwalkan pada hari ini akhirnya selesai sampai pukul sembilan malam. Kemeriahan untuk acara ini berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, ditahun ini begitu istimewa dengan hadirnya wajah-wajah baru dari jajaran staff sekaligus menyambut manajer baru ditahun perdananya menjabat.
Senju Hashirama. Dulunya, beliau adalah seorang wakil dari pemimpin terdahulu. Dibandingkan dengan manajer sebelumnya, beliau mampu berbaur dengan semua karyawan. Beliau tidak pernah membatasi kesosialannya di depan semua pegawai, bahkan lebih suka mengakrabkan diri kepada mereka. Tak ayal, diusianya yang menginjak setengah abad, kepopulerannya masih mengguncang perasaan semua karyawan. Seorang pria dewasa dengan karakter yang luwes dan berbakat, penuh karismatik dan wibawa, seorang pemimpin yang hanya bertujuan untuk memajukan perusahaan.
Bahkan didetik-detik terakhir pesta pun, beliau menawari mereka untuk minum bersama disebuah cafe yang kediamannya berseberangan dengan Harajuku. Ajakan ini adalah tanda dari kedekatan beliau dengan semua pegawainya.
“Ah, Pak, maafkan kami. Sepertinya kami tidak bisa bergabung malam ini.”
Hampir seluruh dari mereka menolak dengan alasan pribadi mereka, bahkan ada pula yang memang berencana untuk membuat acara di tempat lain.
“Begitu? Oh, rasanya sedih banget saat kalian menolak.” sebelah tangannya menutupi wajah, seolah Hashirama benar-benar bersedih, “Tapi saya mengerti, mungkin saya akan memaksa semua staff saja buat berkaraoke!” semangatnya kembali berapi-api.
Hampir semua tertawa melihat tingkah laku manajer mereka. Hinata juga tak menyembunyikan perasaan menggelitik yang tak tertahan tersebut. Ya, tentu saja. Meskipun Hashirama memersuasi mereka, perasaan segan masihlah mereka miliki.
Sejatinya, jabatan adalah sebuah tolak ukur dalam bergaul, bukan? Walaupun tak terpungkiri, masih banyak diluar sana yang juga tidak membatasi pergaulan dengan kalangan manapun.
“Nat!” Sai memanggil Hinata, lalu melambaikan tangannya saat gadis itu menoleh ke arahnya.
Jarak mereka terbilang cukup jauh, sekitar beberapa meter. Sai berada disebuah tenant dengan aneka gambar ramen yang menghiasi dinding. Harga-harga yang terdaftar disana dibandrol cukup murah, mulai lima belas ribuan per porsi. Tidak heran jika setiap konsinyasi, pendapatan mereka sedikit lebih besar dibanding dengan tempat Hinata bekerja.
Gadis itu memutar bola matanya dengan malas, tetapi masih sudi untuk mendatangi Sai.
Setelah hampir sampai, ternyata bukan hanya ada Sai disana. Yamato, Kakashi, Ino, dan beberapa rekan kerja Hinata yang lain juga ikut berkumpul. Cukup mengundang keingintahuan pada perasaan gadis itu.
“Eh, Hin, lo ada acara setelah ini enggak?” Ino mulai memberi pertanyaan saat gadis itu datang.
“Ada, gue mau pulang.” balas Hinata sekenanya.
“Dih,” bibir Ino mendesis, “Lo pikir bakal nginep disini, gitu?” tangannya melingkar di depan dada dengan ekspresi wajah kesal yang sengaja dibuat-buat.
Iris Hinata menyipit karena tertawa.
“Kita lagi ngerencanain buat ikut minum juga di Cafe Cinta, tapi gak barengan sama staff.” ujar Yamato.
Hinata menggigit bibir bawahnya pelan dengan mempertimbangkan ajakan Yamato. Bukannya Hinata tidak suka, dulu, gadis itu adalah seorang pengonsumsi alkohol.
Bukan tanpa alasan mengapa Hinata dengan wajah malaikatnya mampu mencandui hal-hal bodoh seperti itu, namun semua bermula ketika ayah kandungnya —Hiashi, meninggalkan anak sematawayangnya tanpa dasar yang jelas.
Sikap pria itu sangat menggores banyak luka didalam rongga dada Hinata. Hinata menganggapnya bukan lagi seorang manusia, bahkan lebih rendah dari iblis. Entah bagaimana asalnya kebencian itu melekat kuat didalam perasaannya, seperti racun yang paling mematikan seluruh fungsi yang semestinya berjalan.
Maka sejak kebencian itu tumbuh, perlahan-lahan dunia Hinata berubah gelap. Setiap hari gadis itu menghabiskan waktu malamnya menikmati barang-barang haram bersama banyak pria. Dia sudah tau seberapa berengseknya dunia malam pada usia belia.
Tetapi, semua itu telah lama berakhir. Gadis itu dengan bijak memilih mengakhiri kebodohan yang ia buat. Meskipun rasa sakit dan kebencian itu masih ada, Hinata menyadari bahwa menghancurkan hidupnya bukanlah jalan keluar.
“Ah… gitu, ya. Tapi gue bawa motor, gue gak bisa ikutan minum.”
Rekan-rekan kerja Hinata tampak kecewa atas penolakan gadis itu. Hinata menanggapi dengan mematri sebuah senyuman lebar andalannya, lalu beberapa kali meminta maaf.
“Hahaha.” Sai tertawa, “Jadi, lo gak kuat minum, hm?”
“Diam, lo belum tau siapa gue.” gadis itu menyipitkan matanya lalu memejamkan mata dengan bangga, “Tapi, maaf, gue gak bisa nerima tantangan lo kali ini, Sai.”
Decihan dan senyum remeh dari Sai menjadi sambutan paling menjengkelkan bagi Hinata. Namun, keputusannya sudah kukuh. Hinata ingin segera pulang saja daripada berpartisipasi dalam acara bodoh itu.
“Tapi kamu harus ikut, Hinata.” ujar Kakashi, “Setidaknya sampai jam 11 malam.” matanya menilik intens saat melihat roman Hinata tiba-tiba berubah.
Kakashi tau persis, gadis itu sedang berusaha menyembunyikan sesuatu. Setiap gelagat Hinata bukanlah suatu yang dianggap lumrah, pria itu sangat tau bagaimana gadis itu berekspresi.
“Ah…,” netra gadis itu bergerak lincah, berusaha mencari alasan yang lebih logis agar Kakashi mau mengerti keputusannya, “Uh, kata Abang gue… jangan pulang kemaleman, Pak. Jadi, ya, gue terpaksa gak ikutan, hehe.”
“Hm?” Kakashi mengernyitkan dahinya, “Saya kira, Abang kamu bisa mengerti. Kamu juga sering pulang larut saat midnight sells.”
‘Mati gue!’
“Uh!” Hinata kembali berpikir, “Ah…, sekarang ‘kan lagi musim begal, Pak, entar kalau gue diculik gimana? Emangnya Bapak mau tanggung jawab?”
“Kamu sering ngalahin Sai yang jago taekwondo dan silat. Kamu juga pernah bikin preman babak belur pas saya suruh pergi ke pasar.”
Hinata berusaha membantah, “K-kapan gue begitu, Pak? Ya Lord…,”
“Kamu pernah curhat ke saya.”
‘Kenapa pula gue mesti curhat soal itu sama Pak Leader!’
Hinata mengusap-usap wajahnya dengan perasaan yang berkecamuk. Otaknya buntu karena frustasi, “Pak, plis, gue pengen pulang. Hari ini gue capek banget sampai rasanya tubuh gue hancur berkeping-keping!”
“Sok melankolis.” ejek Sai.
“Gue lagi ngomong sama Pak Leader, kenapa lo ikutan nyambung?”
Ino melerai Sai dan Hinata, “Udah, hey! Kalian gak perlu ribut, entar gue kawinin baru tau rasa!” yang langsung disambut desisan kesal dari mereka berdua.
“Hin, lo ikut aja,” lanjut Ino, “Lagipula kita perginya ke Cafe Cinta bukan ke tempat ‘ajep-ajep’. Ada Pak Naru juga, loh, disana. Lo gak mau bilang makasih gitu sama dia? Dia udah berjasa banget sama lo hari ini.”
“Tapi—”
“Mau saya pecat?”
Hinata terdiam sesaat, memikirkan semua yang dikatakan Ino dan ancaman Kakashi barusan.
“Okay, okay, gue ikut.”
…
KAMU SEDANG MEMBACA
My Perfect SPV [ TAMAT ]
FanfictionSweet Cover by @Arite_Chisiki Naruto © Masashi Kishimoto [ AU/Mature/Romance/Comedy ] [ NaruHina Fanfic Story ] Revisi : 1-4 ( Cerita ini mengandung unsur Dewasa ) ... Hinata adalah seorang gadis yang bekerja di Harajuku Plaza Square sebagai Sales...