16 : : PENSI

2.2K 224 17
                                    

Seandainya kata andai itu dapat terwujudkan...

~A Thousand Hearts for Veny

...

Langit tampak gelap, bukan pertanda ingin hujan, melainkan hari telah berganti malam. Suasana dingin nan ramai benar-benar cocok untuk mendeskripsikan bagaimana kehidupan kota metropolitan itu.

Selalu sibuk dan tak pernah hening.

Begitu juga yang terjadi di SMA Nusa Bangsa, tampak sibuk, ada beberapa siswa yang tengah memyusun peralatan band di panggung dan ada pula yang berlalu lalang menghampiri stand jajanan yang berada di setiap pinggir lapangan.

Kedua sudut bibir Rengga terangkat, berdiri di sekitar koridor sekolah, kedua tangannya tergepal, memegang pegangan kursi roda di depannya.

Kursi roda?

Ya, tepat sekali.

Cowok dengan balutan jaket hitam itu tersenyum, merundukkan sedikit badannya, berbicara pada gadis yang tengah duduk di kursi roda itu.

"Kangen sekolah Ven?"

Veni tersenyum mengangguk pelan, memerhatikan suasana yang berada di tengah lapangan, aroma sekolah, lingkungan, bahkan kenangan-kenangan sungguh membuatnya rindu.

Diam-diam Rengga tersenyum samar, berbisik tepatnya di telinga Veni. "Nanti habis gue manggung, gue ajak muter sekolah sebentar, lo mau?"

Veni menoleh, kedua bola mata cokelat itu tampak berbinar. "Aku mau Ga."

"Rapatin sweaternya Ven, anginnya makin dingin."

Veni menurut, cewek dengan dress putih selutut itu merapatkan sweater soft pink yang dikenakannya. Bukan hanya itu, kupluk yang senada dengan warna sweaternya ia turunkan hingga mencapai bawah telinga untuk menutupi daerah kepala yang tiada lagi sehelai rambut pun di sana.

"Bunda mana Ga?"

"Ibun?" ulang Rengga. Oh ya, ia bahkan lupa bukan hanya dirinya dengan Veni yang datang ke pensi ini, Ibun yang setengah cemas dengan keadaan Veni turut andil menemani anak gadisnya itu.

"Lagi cari tempat duduk Ven."

"Eh?" Senyum Veni merekah, cewek itu melambaikan tangan kepada perempuan paruh baya yang baru saja dicarinya. Dari kejauhan tampak Ibun melambaikan tangan memberi sinyal untuk duduk di kursi kedua paling depan.

Veni memegang lengan Rengga, berhasil membuat cowok itu menyadarkan pandangannya.

Rengga menunduk memerhatikan Veni. Veni tersenyum cerah. "Duduk sana yuk, kamu juga harus siap-siap di belakang panggung kan?"

"Iya," Rengga mendorong kursi roda itu dengan pelan, beberapa siswa tampak lalu lalang berusaha memenuhi tempat duduk, dan Rengga yakin sepenuhnya, Veni yang berada bersamanya pasti telah menjadi pusat perhatian sekarang.

Tapi yang namanya Veni, cewek itu bersikap seolah biasa saja, malah terkadang cewek itu sempat-sempatnya narsis di hadapan Rengga.

Sampai di tempat duduk, dengan bantuan Ibun dan dirinya, Veni duduk di kursi plastik khas untuk penonton, kursi roda dilipat, cewek itu tersenyum puas memerhatikan panggung.

"Di sini bagus, aku bisa puas perhatikan kamu."

Rengga tersenyum samar, mengangguk.

"Sebelum kamu ke belakang, aku punya sesuatu untuk kamu, jangan dibuka sampai besok sekolah," Rengga mengernyit, memerhatikan Veni meronggoh sesuatu dari tas sandang kecil, mengeluarkan secarik kertas lalu memasukkan ke dalam saku jaket Rengga.

A Thousand Hearts for Veny [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang