Jika kau tidak mencintaiku, maka pergilah. Bukannya tidak ingin mempertahankanmu, melainkan aku lebih mengutamakan kebahagianmu.
~A Thousand Hearts for Veny
...
Kedua alis Veny mengernyit.
Bukan karena tidak paham akan materi yang diberikan di kelas ini, melainkan tidak paham dengan apa yang dipikirkan oleh orang yang baru saja menelponnya tadi.
Belum sempat ia mendengar Alvin berbicara banyak, belum lagi cowok itu menjawab pertanyaan-pertanyaan yang membuatnya cemas, tapi percakapan sudah terputus terlebih dahulu.
Tidak, bukan terputus, mungkin lebih tepatnya lagi diputus oleh Alvin secara sepihak.
Dengan pasrah, Veny meletakkan handphone-nya ke dalam tas lalu menyimak kembali buku materinya dengan susah payah. Kedua matanya boleh saja memerhatikan tulisan-tulisan di buku tebal itu. Tapi pikirannya? Hatinya?
Sungguh, ingin rasanya Veny kesal setengah mati kepada Alvin.
Ayolah! Bukannya ia tak tahu apa alasan Alvin memutuskan percakapan itu tiba-tiba? Bukannya ia tak tahu kenapa cowok itu bersikap sedikit uring-uringan kepadanya.
Ia memang tahu kondisi Alvin, dan mungkin karena kondisi fisik yang tidak membaik itu malah membuat batin Alvin menjadi tidak baik, terlihat sensitif, dan seolah-olah membuat batas ini-punyaku-dan-jangan-mengambilnya.
Dan suasana itu diperburuk lagi oleh hadirnya Rengga di saat-saat sepert itu.
Perlahan Veny mengembus napas panjang, memejamkan mata sejenak. Alvin boleh cemburu padanya, tapi jika sudah seperti itu bukannya kelewatan?
Cemburu muncul karena ragu. Dan cowok itu meragukannya sekarang. Teramat sangat.
Aneh, harusnya Alvin tahu, tidak seharusnya cowok itu ragu pada perasaannya, lagipula bukan ia yang mendekati Rengga terlebih dahulu, tapi Rengga dululah yang ingin berkenalan dengannya dan menjadi teman, bahkan Rengga juga sempat-senpatnya berkenalan dengan Alvin terlebih dahulu bukan?
Merasakan aura-aura tidak enak di samping kanannya, Rengga menoleh ke arah Veny. "Kenapa Ven?"
"Suara kamu tadi kekencangan Ga, pas aku nelpon kedengaran Nathan, dia kayaknya cemburu."
Rengga terdiaam sejenak, pandangan yang tadinya fokus ke buku materi kini melirik ke arah Veny. Tak ada pandangan Rengga yang biasa, bukan pandangan heran, ataupun ceria seperti biasanya, melainkan pandang datar yang dapat Veny lihat sekarang.
"Gue bakal jauhin lo," tekan Rengga, memandang mata cokelat pekat itu dengan erat. "Gue bukan orang bodoh yang kerjaannya cuma bisa rusakin hubungan orang lain."
"Jauh?" Veny menggeleng pelan. Haruskah sampai seperti ini? Sama seperti Rengga, dirinya juga bukan orang bodoh, mencampakkan seseorang yang ingin berteman dengannya seperti sampah. Teman satu hal berharga yang perlu dijaga layaknya emas.
"Kamu enggak perlu jauh Ga. Aku Nathan, kamu, memang lagi terlibat dalam masalah sekarang, tapi bukan berati kamu harus pergi, ini salah paham Ga, kita cuma perlu tekankan ke Nathan baik-baik. Kita teman, oke?"
Rengga menggeleng pelan, menunduk, meraih satu buku tulis di atas meja lalu membukanya. "Gue memang enggak bisa berteman, gue enggak bisa terikat hubungan dengan orang-orang. Semakin gue terikat, semakin banyak masalah yang gue buat."
"Kata-kata kamu itu..." Veny mengeleng, menahan napas sejenak, mengangkat bibir bawahnya. "Kamu enggak boleh lari dari kenyataan, kamu harus bisa hadapain semua masalah kamu, karena yang membuat kamu takut itu pikirannya, opini-opini buruk yang terlintas dan dianut oleh pribadinya, bukan masalahnya."
![](https://img.wattpad.com/cover/118491836-288-k852339.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
A Thousand Hearts for Veny [COMPLETE]
Narrativa generale[SEQUEL A Thousand Stars for Nathan] "Hati memang satu, tapi ruangnya ada 1000. Dan aku harap, kamu bisa nempati 1000 ruang itu." -Veny- ___ Ini tentang Nathan dan Veny, ini tentang dua orang saling terikat dalam hubungan yang berbeda. Bukan pacaran...