[43] Sakit Hati

8.9K 367 3
                                    

"Rel?"

"Hm,"

"Yakin lo gak pa-pa?" Astrella menghentikan langkahnya menatap Rescha yang memasang wajah khawatirnya.

"Gue gak pa-pa kok, buktinya gue baik-baik aja," jawab Astrella lantang memberi keyakinan pada Rescha bahwa dirinya baik-baik saja.

Rescha menghela napas kasar. "Hati lo Rel."

Astrella terdiam, ia menunduk menatap sepatunya. Mencoba untuk tegar bukan hal yang mudah, mungkin saat ini di depan Rescha ia bisa bersikap biasa saja tapi entah apa yang akan terjadi saat dirinya sudah berhadapan langsung dengan Algis.

"Kenapa sama hati gue? Gue gak pa-pa Bang," Astrella masih meyakinkan Rescha bahwa dirinya tidak apa-apa.

"Jangan berpura-pura kuat di depan gue Rel, kalo nyatanya lo lemah." Kali ini apa yang keluar dari mulut Rescha semuanya benar, ia hanya berpura-pura kuat padahal hatinya rapuh.

Astrella menyunggingkan seulas senyum, senyuman untuk menutupi lukanya. Tapi Rescha tau bahwa senyum itu sebagai topeng kekecewaannya.

"Bang, percaya sama gue. Gue gak pa-pa." Setelah Astrella mengatakan itu Rescha tidak lagi membuka suaranya, ia hanya mengikuti apa yang Astrella katakan walaupun sebenarnya ia tau Astrella sangat terluka.

"Yaudah gue langsung ke kelas ya Bang."

"Gak mau gue anter?" tawar Rescha yang langsung mendapat gelengan dari Astrella.

Astrella berlalu menaiki tangga menuju ke kelasnya meninggalkan Rescha di sana, Rescha yang terus menatapnya hingga Astrella hilang berbelok ke arah kelasnya

Hingga Astrella tiba di depan pintu kelasnya, ia menghentikan langkahnya sejenak. Memejamkan matanya untuk menetralkan detak jantungnya yang berdebar sangat kencang, entah apa yang sedang ia takutkan.

"Gue pasti bisa!" gumam Astrella membulatkan tekadnya agar tetap terlihat biasa saja jika bertemu dengan Algis.

Ia mulai melangkahkan kakinya memasuki kelas, keadaan kelas yang sudah mulai ramai. Sampai matanya menoleh ke arah bangkunya, mendapati sosok pria yang harusnya ingin ia hindari sekarang.

Astrella menarik napasnya, ia berjalan perlahan menuju bangkunya. Mengalihkan pandangan agar tidak bertemu langsung dengan mata hijau milik Algis, karena saat Astrella mulai melangkah masuk Algis sudah memandanginya.

"Pagi Rel," sapanya seperti hari-hari sebelumnya, seolah tidak terjadi apa-apa.

Astrella diam, ia mengabaikan sapaan Algis padanya. Astrella membuka tasnya mengeluarkan perlatan belajarnya.

"Rel lo marah?" pertanyaan yang seharusnya tidak perlu ia tanyakan pada Astrella.

Astrella menggeleng sebagai jawabannya, karena ia tau posisinya.

"Terus kenapa lo gak jawab ucapan selamat pagi gue? Bukannya lo bilang lo sangat suka kalo gue ngucapin kata itu." Ucapan Algis rasanya ingin membuat Astrella meneteskan air matanya, bagaimana mungkin Algis mengingatkannya dengan hal yang saat ini ingin Astrella lupakan.

Astrella kembali diam. Dia harus bisa menahan dirinya saat ini, tidak ingin pertahanannya hancur. Baginya kisah antara dia dan Algis sudah benar-benar berakhir. Tidak ada lagi Astrella yang akan mengejar-ngejar Algis kemana pun ia pergi.

"Tuh kan! Lo diem, kenapa lo marah sama gue?"

Kali ini Astrella sudah mulai jengah, pertanyaan seperti itu yang Algis tanyakan lagi padanya. Pertanyaan yang sebenarnya sudah sangat Algis tau jawabannya.

"Lo masih tanya gue marah apa gak?" ucap Astrella akhirnya, karena jika ia terus diam maka Algis akan tetap menanyakan hal yang sama.

Algis yang bersikap sama seperti biasanya hanya mengangguk sambil menyunggingkan senyum ke arah Asteella.

Astrella menyeringai. "Lo nanyain hal yang seharusnya lo udah tau jawabannya Gis! Gak mungkin gue gak marah, saat tau kalo di sini gue seolah gak tau apa-apa tentang semuanya! Lo buat gue berada di posisi yang salah saat ini! Gue marah karena gue terlihat jahat!" Ucap Astrella menekankan setiap kata yang ia ucapkan. Ia tidak berteriak, tidak mau semua orang tau masalahnya.

Kali ini Astrella mencoba untuk bertahan pada tekadnya. Tidak ingin lagi berurusan pada hubungan Algis dan Arina. Ia paham dengan ia mengatakan pada Arina jika ia menyukai Algis, Arina pasti merasakan sakit. Tapi Arina salah, kenapa ia tidak berbicara jujur pada Astrella jika Algis adalah pacarnya.

"Rel," sangat terlihat perubahan wajah Algis saat Astrella mengatakan itu, raut wajah menyesal mulai terpancar dari wajahnya.

Algis meraih bahu Astrella namun segera ia tepis, jangan sampai perlakuan Algis kembali membuatnya luluh.

"Maafin gue Rel, please lo boleh marah sama gue tapi jangan sama Arina. Kalian itu saudara. Gue yang salah di sini."

Astrella terkekeh membuat Algis mengernyit bingung.

"Arina cerita sama lo? Semuanya?" Algis mengangguk.

Astrella menyeringai lagi entahlah kali ini ia ingin meluapkan semuanya pada Algis. "Bukan lo yang salah Gis. Bukan juga Arina yang salah. Di sini gue yang salah. Gue yang terlalu berambisi untuk miliki lo, gue yang terlalu berlebihan menyukai lo, gue yang egois memaksakan perasaan, gue yang hanya mentingin diri gue sendiri tanpa mau tau kehidupan saudara gue sendiri. Gue yang salah Gis! Ini salah gue! Dan sekarang gue pengen nebus semua kesalahan gue! Lo balik ke Arin dan gue sama kehidupan gue sebelum kenal lo. Dan lo tinggal bersikap ketus kayak pertama gue negur lo biar semuanya gampang."

Yakinlah Astrella mengatakan semua itu dengan susah payah, ia mencoba menahan tangisnya saat ini. Cukup untuk kemarin ia menangis, saat ini ia harus bertahan. Astrella sadar ini sangat sulit, tapi jika ia terus membiarkan perasaannya membesar maka ia semakin egois. Ia tidak mau merebut apa yang bukan miliknya.

"Rel please, jangan nyiksa diri lo kayak gini!" entah mengapa Algis tersentak mendengar semua yang dikatakan Astrella, hati kecilnya seakan tidak rela saat Astrella mengatakan ingin bersikap biasa seperti awal mengenalnya.

"Udah seharusnya kayak gini Gis, jangan buat gue berpikir lo mencoba untuk menahan gue menjauh. Bukan cuma lo yang gak mau kayak gini, tapi gue juga! Seharusnya gue gak maksain perasaan gue ke lo Gis! Gue harus ngelakuin ini supaya gak ada yang terluka baik lo, gue ataupun Arina. Lo bisa kembali ke Arina tanpa ada gangguan dari gue."

"Gue gak bisa Rel!" teriak Algis, membuat semua orang yang berada di dalam kelas menoleh ke arah bangku mereka. Namun Algis mengabaikan tatapan keingin tahuan mereka.

"Gak bisa kenapa Gis?" tanya Astrella yang sudah mulai melemah, sisi rapuhnya mulai terlihat saat ini.

Algis menarik rambutnya frustasi. Hatinya bimbang, ia mencintai Arina tapi hatinya tidak menginginkan Astrella menjauh. Ini yang ia takutkan, ia tau jika suatu saat nanti rasa nyaman itu akan timbul untuk Astrella. Ia sudah berusaha menolak, meyakinkan hatinya jika tidak ada tempat untuk Astrella di relung hatinya. Tapi nyatanya? Benar kata orang nyaman datang karena terbiasa, terbiasa bersama.

"Gue nyaman sama lo Rel!"







***

Nah loh,

Gis plis jangan jadi pleiboi yak, aku gak bisa liat kamu nyakitin astrella wkwk....

Udah lama gak apdet? Ia tau gue lagi gak ada waktu buat nulis.

Dan kalian tau laptop w rusak 😭😭😭😭

Ini aja w nulis di hape, Astaga perjuangan bangettttttttt....



SterneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang