[44] Emosi

9K 366 5
                                    

Astrella masih memikirkan perkataan Algis padanya. Nyaman. Satu kata yang bisa membuat pertahanan Astrella goyah.

Astrella menggeleng kuat. "Gak gak Rel! Semua ini salah! Lo salah karena udah punya perasaan ke Algis! Jangan buat semuanya jadi rumit."

Ia terus bergumam untuk meyakinkan hatinya bahwa semua yang terjadi ini salah. Astrella menginginkan Algis berkata jika ia akan membiarkan Astrella menjauh darinya bukan sebaliknya Algis menahannya untuk pergi. Dan kata-kata nyaman keluar dari mulut Algis.

Semuanya hanya sandiwara. Sandiwara Algis dan Arina, meminta semuanya bersikap baik jika di depan Astrella agar hatinya tidak sakit saat Algis memperlakukannya dengan tidak baik. Ia ingin Algis kembali bersikap seperti itu padanya.

"Kenapa sesulit ini sih? Mengapa melepaskan tidak semudah memberikan hati? Gue benci situasi ini, situasi di mana gue harus memaksakan hati gue buat berhenti. Berhenti menyukai orang yang gue suka demi orang yang gue sayang."

Astrella memejamkan matanya ia tidak bisa lagi menahan air matanya. Semenjak ia mengingat kata-kata Algis padanya sejak saat itulah air mata sudah jatuh ke pipinya.

"Jangan bodoh Rel! Semuanya direncanakan! Berhenti berharap dia akan memilih lo dan ngelepasin Arina!" selalu saja hal itu yang terlintas di benak Astrella. Ada secercah harapan yang memaksanya untuk berharap bahwa Algis akan memilihnya. Tapi nyatanya? Bagi Astrella hal itu tidak akan pernah terjadi. Astrella hanya menjadi penganggu, ia tau Arina pasti merasa lebih sakit dari apa yang ia rasakan.

Bagaimana tidak? Ia harus berpura-pura bahagia saat adiknya bercerita sangat girang mengatakan ia menyukai Algis, kekasihnya.

Astrella memejamkan matanya menetralkan semua emosi dan perasaannya saat ini.

Tempat ini satu-satunya menjadi tempat teraman di sekolah untuk menenangkan dirinya. Rooftop. Tempat di mana Algis menceritakan tentang kekasihnya, salah Astrella kenapa ia tidak mencari tau lebih dalam tentang gadis itu. Gadis yang ternyata adalah Kakaknya sendiri.

Astrella terkekeh sendiri. "Kenapa selalu lo sih Gis, biarin gue hidup tenang kali ini."

Saat ini ia memilih bolos jam pelajaran setelah istirahat, pikirannya masih kacau. Ia belum siap untuk melihat wajah Algis dari jarak sedekat itu. Ia berpikir apakah Algis memikirkannya saat ia tidak mendapati Astrella di sampingnya.

Sepertinya tidak. Astrella hanya orang yang kebetulan singgah di hatinya, seperti debu yang tidak di inginkan. Astrella memaksa masuk hingga membuat semuanya menjadi kacau.

"Ternyata lo di sini."

Deg.

Astrella langsung memutar kepalanya, menoleh ke belakang. Ia melihat pria yang berdiri di depan pintu masuk rooftop, pria yang ia hindari. Dan sekarang pria itu berhasil membuat degupan di jantung Astrella, semuanya kembali kacau saat matanya menatap mata pria itu.

Ia berjalan menghampiri Astrella, tapi pandangannya tidak lepas dari mata Astrella. Astrella rasanya ingin tersenyum, ini pertama kalinya Algis menatapnya seperti itu. Tatapan yang selalu bisa membuat Astrella merasa damai, selama ini Algis tidak pernah menatapnya lebih dari 5 detik.

"Kenapa bolos?" tanyanya setelah mengambil posisi duduk di samping Astrella.

Astrella hanya diam memainkan kuku-kukunya yang panjang, seolah enggan menatap Algis.

Algis menghela napas saat ia sadari Astrella benar-benar mengabaikannya. "Gue harus ngelakuin apa Rel, biar lo kembali kayak sebelumnya."

Astrella menganggap semua ucapan Algis hanya angin lalu baginya, tidak ada yang perlu dibicarakan lagi. Baginya semua sudah usai.

"Astaga Rel! Please dengerin gue! Gue gak mau lo kayak gini!"

Dalam tunduknya Astrella memejamkan matanya, berharap Algis segera pergi dari sana. Ia tidak mau egois dengan mempertahankan Algis, akan ada orang yang terluka.

"Rel! Gue gak bisa liat lo kayak gini ke gue! Kemana Astrella yang dulu ngejar-ngejar gue?" pertanyaan Algis sukses membuat Astrella menoleh ke arahnya. Menatapnya tajam, tatapan kebencian di sana.

Astrella menyeringai. "Astrella yang dulu udah mati Gis!" teriak Astrella, di tempat ini ia bisa sesukanya berteriak. Meluapkan emosinya.

"Lo masih hidup Rel!"

"Cuma tubuh gue yang masih hidup! Tapi raga gue? Udah mati. Mati saat tau kalo selama ini gue dibohongi dengan alasan agar gue bahagia!" Astrella memejamkan matanya. Kembali air matanya menetes dan Algis? Ia benar-benar tidak bisa melihat Astrella menjatuhkan air matanya apalagi karenanya.

"Rel tapi dengan kebohongan itu lama-lama gue terbiasa! Terbiasa dengan kehadiran lo!"

"Semuanya bullshit Gis! Mulai sekarang gak ada lagi Astrella yang ngejar-ngejar Algis! Gak ada Astrella yang selalu deket Algis di mana pun. Yang ada hanya Algis sendiri dan Astrella sendiri. Lo gak capek pura-pura terus kalo di deket gue Gis?"

Pertanyaan Astrella membuat Algis menggeleng.

"Gue anggap pertanyaan lo itu sebagai pertanyaan lo minta kejujuran dari gue," Algis menghentikan perkataannya sejenak memandang wajah Astrella yang terlihat sangat berantakan. Mata yang membengkak dan merah, kantung mata karena kurang tidur, bibir yang terlihat sangat pucat dan suara yang serak.

"Lo tau gue selalu bersikap ketus dan cuek sama lo, karena gue anggap lo sama kayak cewek lainnya. Mengejar pria karena wajahnya dan lo tau gue gak suka hal itu. Gue selalu marah saat lo nyoba buat deket sama gue, tapi lo tetep gigih ngedeketi gue. Sampai akhirnya lo bener-bener nyatain perasaan lo sama gue, gue awalnya kaget dan gue bilang gue gak suka sama lo. Gue tau lo sedih makanya gue nawarin buat temenan gue pikir itu bukan hal yang buruk. Gue tau semuanya tentang lo Rel, gue udah ketemu Alesha sebelum lo nyatain perasaan lo itu. Alesha cerita semua tentang lo, lo yang gak pernah nerima siapa pun yang nembak lo. Dan hal itu buat gue bingung, kenapa lo ngejer-ngejer gur sedangkan di luar sana banyak yang ngejer-ngejer lo."

Algis menarik napasnya untuk melanjutkan ceritanya.

"Alesha cerita kalo lo suka sama gue dan gue udah tau, dia nyuruh gue buat bersikap baik sama lo biar lo gak sakit hati karena perlakuan gue. Gue awalnya nolak Rel, gue takut lo semakin berharap sama gue. Tapi Alesha tetap maksa supaya gue baik sama lo, gue gak bisa nolak dan gue bener-bener lakuin itu. Awalnya memang sandiwara tapi lama-kelamaan apa yang gue pikir selama ini gak bener. Lo beda sama cewek lainnya, gue mulai biasa aja dna gak terlalu risih lagi saat lo selalu ngikutin gue. Sampai akhirnya perlahan rasa nyaman itu timbul, gue selalu berusaha buat terus biasa sama lo Rel. Tapi nyatanya gak bisa! Gue bener-bener nyaman sama lo."

Astrella menggeleng cepat. "Ini salah Gis! Ini gak boleh terjadi! Cukup lo hanya tinggal berhenti dan gue juga."

Setelah mengatakan itu Astrella berlari meninggalkan Algis di sana, ia takut semakin egois jik mengikuti kata hatinya.

Sedangkan Algis? Iya mengeram kesal, menjambak rambutnya frustasi.

Apa ini karma? Dulu Astrella yang ngejar-ngejar gue, dan sekarang seolah gue yang ngejar Astrella.





***

ALGIS NYAMAN DOANG! BELUM SUKA KAN?

KARENA ALGIS PASTI SUKANYA SAMA GUE. BEHAHAHAHAHAHA

SterneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang