"Astrella! Dengerin gue dulu Rel!"
"Jangan deketin gue lagi Gis, plis. Ini demi kebaikan lo maupun gue, anggap aja gue gak pernah ada di hidup lo. Arina lebih butuh lo, bukan gue." Astrella mengatakan itu dengan keadaan menundukkan kepalanya, ia sama sekali tidak berani menatap Algis yang berdiri di hadapannya.
"Gue gak bisa Rel! Seenaknya lo dateng ke hati gue dan sekarang lo mau pergi? Saat hati gue udah suka sama lo? Gak akan semudah itu Rel, sedetik pun gue gak akan biarin lo pergi dari gue!" balas Algis, menatap Astrella sendu. Ia mencekal tangan Astrella sedikit erat, takut jika lagi-lagi gadis itu menghindar darinya.
Astrella menyeka air mata yang turun membasahi pipinya menggunakan sebelah tangannya, sejujurnya ia juga tidak bisa. Tapi demi Arina apapun ia lakukan meskipun harus menjauh dari Algis, Astrella tahu batas kemampuan hatinya.
Astrella menggeleng, "gue yang gak bisa lagi Gis, bagi gue semuanya udah berakhir. Semua ini salah, gue suka sama lo itu udah hal yang salah. Dan sekarang, plis gak usah deket-deket gue lagi!"
Ini demi kebaikan kita Gis, lanjut Astrella dalam hatinya.
"Gak Rel! Kenapa? Lo takut? Ini semua karena Arina?" tanya Algis, membuat Astrella bingung hingga menggigit bibir bawahnya.
Lalu kemudian ia menunduk. "Liat gue Rel!" ucap Algis, nada bicaranya naik.
Perlahan Astrella kembali menatap mata Algis, mata yang meminta jawaban atas pertanyaannya.
"Gak Gis, ini semua kemauan gue."
"Kenapa?"
Astrella menarik napas perlahan untuk memantapkan hatinya memberi jawaban pada Algis.
"Gue bakal pindah. Bulan depan."
Jawaban Astrella sukses membuat Algis bungkam. Perlahan ia melepaskan cekalannya. Tubuhnya melemas, hatinya bagai tersambar petir. Semuanya berakhir begitu saja?
"Bercanda lo gak lucu Rel," ucap Algis mencoba menyakinkan dirinya bahwa perkataan Astrella itu hanya untuk membohongi dirinya.Astrella menggeleng.
"Gue gak bohong Gis, bulan depan gue bakal pindah sekolah."
Jika bisa, rasanya ingin sekali Algis menangis. Namun, saat ini air mata pun tidak cukup membuat semuanya kembali seperti semula.
"Tapi masih di Jakarta kan?"
Tanya Algis, setidaknya walaupun Astrella tidak lagi satu sekolah dengannya. astrella masih di Jakarta.
Lagi lagi dan lagi Astrella kembali menggeleng, jawabannya tidak.
"USA, gue bakal ikut tante gue di sana Gis."
Sudah cukup, ini lebih sakit dari apa pun. Berbeda negara? Bahkan berbeda kota pun sangat terasa sulit.
"Rel lo gak serius kan?" ulang Algis berharap semuanya hanya kebohongan belaka.
"Gak Gis! Ini beneran, bulan depan gue pindah. Bokap tinggal ngurus berkas-berkas kepindahan gue." Astrella berusaha keras untuk tidak menjatuhkan air matanya lagi.
Bukan cuma lo Gis yang sedih, gue juga. Tapi lo masih ada Arina, tempat lo berpulang seharusnya. batin Astrella.
"Kenapa harus pindah Rel? Gue siap ngelakuin apa pun yang lo mau, termasuk ngejauh dari lo. Gue bisa pindah kelas kalo itu yang lo mau. Tapi plis jangan pindah Rel," mohon Algis kembali mengenggam tangan Astrella.
Astrella menghela napas pelan, menetralkan hatinya untuk kali ini. Keputusannya sudah bulat, ia akan meninggalkan tanah air. Negara kelahirannya.
Walaupun orang tua dan kakaknya sangat menentang keputusan Astrella, namun ia tetap pada pendiriannya. Meninggalkan Indonesia, Jakarta, rumahnya, sekolahnya, orang tuanya, Rescha dan Algis.
Dia bisa melakukan apapun demi Arina termasuk meninggalkan Cinta dan kenangannya di sini. Baginya hal apapun tidak penting, hanya orang-orang terdekatnya lah yang harus bahagia.
Meninggalkan Algis? Mungkin bukan perkara yang mudah, tapi apa lagi yang bisa ia lakukan? Jika tetap berada di sini, ia akan egois. Membiarkan hatinya jatuh pada Algis, dan justru akan menyakitkan bagi Arina. Ia tidak mau, biarkan hatinya yang merasakan sakit untuk kali ini.
Karena ia yakin setelah kesulitan akan ada kemudahan. Ia yakin setelah kesedihan akan ada kebahagian. Tuhan selalu adil pada umat-Nya dan Astrella tau Tuhan selalu bersamanya.
"Ini udah keputusan gue Gis. Gue bakal tetep pindah, sekeras apapun lo memohon, gue akan tetap pada pendirian gue," jawab Astrella mengalihkan pandangannya."Berapa lama?" pertanyaan Algis seolah memiliki arti jika ia akan menunggu Astrella kembali ke Indonesia.
"Entahlah, mungkin selamanya."
"Gue bakal tetep nunggu lo Rel,"
Astrella tersenyum, lalu sekarang giliran dia yang meraih tangan Algis. Mengenggamnya erat, seolah itu pertemuan terakhir mereka.
"Jangan nunggu gue Gis, lo punya kebahagian lo dan gue punya kebahagian gue sendiri. Jangan berharap karena pada nyatanya harapan itu sangat menyakitkan. Lo punya Arina, Arina lebih butuh lo dari pada gue. Gue bukan apa-apa kalo dibandingkan Arina. Baagia lo sama dia, bukan gue."
Astrella mencoba untuk meyakinkan Algis, berkata seolah perasaannya pada Algis sudah hilang bersama dengan waktu.
"Gue gak bisa Rel, hati gue udah terlanjur milih lo. Dan perasaan gue ke Arina udah hilang seiring saat dia ternyata jahat," ucap Algis penuh permohonan.
"Lo hanya terlalu melihat gue dari sisi baiknya doang. Semua orang punya sisi baik dan jahatnya tersendiri, dan mungkin itu sisi jahatnya Arina. Karena apa? Karena dia hanya mencoba untuk mempertahankan apa yang dia punya, yaitu elo. Dia cuma gak mau lo berpaling darinya, lo orang terpenting bagi dia. Jangan sakitin hatinya lagi Gis, gue yakin setelah gue pergi semuanya akan kembali seperti semula. Lo dan Arina akan seperti dulu sebelum ada gue sebagai penganggunya."
Entah keberanian dari mana Astrella mengatakan semuanya, semua yang tidak ia inginkan. Jika boleh egois Astrella mau Algis memilihnya dan selalu bersamanya. Ternyata menjadi orang baik sesulit ini, membiarkan hati merasakan sakit.
Melepaskan tidak semudah memberikan, hatinya selalu bergejolak saat ia memikirkan akan pergi selamanya. Demi apa pun, ini terasa sulit.
Sekarang Astrella tau, takdir sedang tidak berpihak padanya. Orang yang ia cintai sudah membalas perasaannya, tapi mereka tidak bisa bersama. Kebenaran semenyakitkan ini.
"Lo terlalu baik sama dia Rel, gue udah gak punya rasa apa pun sama dia. Gue cuma mau lo, plis Rel. Tetep di sini, sama gue."
Tanpa pikir panjang, Astrella langsung memeluk Algis.
"Gue gak bisa Gis,"
Algis membalas pelukan Astrella, pelukan yang sangat erat. Mungkin pelukan terakhir keduanya.
Astrella menangis, membiarkan hatinya sedikit bersikap egois kali ini. Setidaknya ini sebagai pelukan perpisahan mereka.
"Rel gue mohon,"
"G-gue gak bisa Gis, ini udah keputusan final gue. Jangan buat gue semakin sulit ninggalin Indonesia."
Astrella menyeka air matanya di sela-sela pelukannya, ia yakin semuanya akan baik-baik saja setelah ini.
Algis dan Arina.
Dan dia? Entahlah, tapi ia tau setelah ini akan ada kebahagian untuknya.
***
Haiiiiiii.....
Aku cuma mau bilang.
OTW ENDING.
MUNGKIN SEKITAR 2-3 PART LAGI.
SAD OR HAPPY?
KALIAN BISA NEBAK PASTI BAKAL GIMANA ENDINGNYA.
YEAH, TETEP BACA YA.
AKU SAYANG KALIAN.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sterne
Teen Fiction"Gue bakal lepasin lo, kalo itu emang yang terbaik." -Astrella. "Jangan gila! Lo udah terlanjur buat gue jatuh cinta, dan dengan gampangan lo nyuruh gue buat lepasin lo? Gue akan pernah mau!"- Algis Astrella menyukai Algis, tapi Algis tidak menyukai...