FL-8

1.7K 190 6
                                    


"Thanks ya Ric."Ucap Aisya sambil membuka seatbelt yang membelit tubuhnya ketika mobil Rico berhenti didepan pekarangan rumahnya.

Rico tersenyum sambil menangguk, "Kamu nggak basa-basi dulu nyuruh aku masuk dulu atau apa gitu?"

Aisya terkekeh, "Enggak ah,aku capek banget kalau aku nyuruh kamu masuk ntar kamu betah terus lama deh dirumah aku lah aku maunya kamu cepat pulang terus aku bisa langsung tidur."

Rico terkekeh gemas sebelah tangannya terangkat mengacap rambut panjang Aisya hingga membuat Aisya memekik, "Udah turun gih masuk mandi terus kamu bisa langsung tidur."suruh Rico sambil ikut merapikan rambut Aisya kembali.

Aisya mendengus sebelum mengangguk lalu membuka pintu mobil, ia berhenti sejenak melambaikan tangan pada Rico yang membunyikan klakson sebelum melajukan mobilnya, Aisya baru melangkah masuk ketika mobil Rico sudah hilang dari pandangannya.

"Umi."

"Abi."

"Ais pulang."pekik Aisya ketika memasuki rumahnya.

"Umi didapur sayang."

Aisya segera melangkahkan kakinya menuju dapur setelah meletakkan tasnya diatas sofa ruang keluarga, Aisya bersenandung ria sebelum suara dan langkahnya terhenti ketika melihat orang-orang baru yang bergabung bersama di meja makan rumahnya. Aisya merasa asing dengan orang-orang itu yang kini tengah memandang kearahnya.

Ada seorang pria sebaya dengan Abinya dan seorang wanita yang sepertinya juga sebaya Uminya meskipun wajah wanita ini lebih imut atau seperti remaja dengan senyuman yang Aisya akui lumayan manis namun bagi Aisya wanita tercantik, termanis dan terhebat didunia ini adalah Uminya tidak ada yang lain.

Ah Aisya juga melihat seorang gadis yang sepertinya lebih muda dari dirinya yang kini juga sedang menatapnya namun aneh Aisya merasa tatapan itu bukan tatapan bersahabat tapi lebih kepada menilai dirinya, bahkan Aisya bisa jelas melihat ketika gadis itu mendengus lalu mengalihkan pandangannya setelah memberikan tatapan mengejek pada Aisya.

Apa-apaan ini? Apa gadis itu baru saja mengajaknya berperang? Sialan sekali bukan, gadis tidak tahu diri itu berada dirumahnya lalu dengan seenaknya memandang dirinya sesinis itu.

"Sayang, kemari nak kenalin ini Om Rama dan keluarganya."

Aisya tersentak ketika mendengar suara Uminya, dengan senyuman sedikit dipaksakan Aisya melangkah mendekati meja makan, saat melangkah ia sempat bersitatap dengan Dion yang entah sejak kapan pria itu disana bahkan Aisya tidak menyadarinya sama sekali.

Aisya segera mengalihkan pandangannya, ia masih kesal pada Dion bagaimana bisa pria itu duduk disini ketika ia hampir gila menghubungi pria itu terus menerus sejak tadi, dan perasaan kesalnya semakin bertambah ketika mendapati gadis tidak tahu diri didepannya ini memandang Dion penuh Cinta. Sebenarnya apa yang terjadi disini?

"Nah kenalin nak, ini Om Rama."Aisya tersenyum ia sedikit membungkuk dihadapan pria yang bernama Rama ini. Aisya mengambil tangan Rama dengan santun ia mencium punggung tangan pria ini.

"Cantik sekali putrimu neng."Ucap Rama sambil menatap kagum pada Aisya.

"Iya dong! Bibit unggul dari aku nih."sahut Ali sambil menepuk dadanya membuat yang lain tertawa kecuali gadis yang tak dikenal Aisya itu.

"Nah sayang, ini tante Mona dan Misha anak om Rama dan tante Mona."lanjut Prilly lagi sambil menunjukkan wanita bernama Mona yang tersenyum begitu lembut padanya.

Aisya tersenyum sedikit menunduk meraih tangan Mona lalu mengecupnya penuh santun,"Aisya tante."

"Putrimu cantik sekali mbak."Ucap Mona sambil mengusap kepala Aisya penuh Kasih.

"Putrimu juga cantik Mona."balas Prilly menatap lembut Misha yang dibalas senyuman manis oleh Misha sungguh berbeda dengan tatapan yang ia berikan pada Aisya tadi.

Aisya menjabat tangan Misha dengan enggan sebelum ia memilih duduk didekat Uminya berjauhan dengan Dion dan juga Misha yang sudah lebih dulu mengambil tempat yang biasanya ditempati olehnya. Namun Aisya lebih memilih diam tidak memusingkan hal itu, hari ini ia terlalu lelah bahkan sejak makan siang dimulai Aisya memilih diam memakan makanannya dengan tenang.

Meskipun ia kesal setengah mati ketika melihat interaksi Misha dan Dion, ia mendengus didalam hati ketika melihat Misha yang tanpa malu menempel pada Dion seakan tidak ada orang lain disini, benar-benar menggelikan dan lebih menyakitkan hati Aisya lagi ketika Dion terlihat santai saja bahkan ia tersenyum manis ketika Misha merecokinya makan.

Benar-benar sialan!

Aisya meletakkan sendok dan garpunya lalu menyeka mulutnya dengan serbet,"Ais selesai, duluan semuanya."pamit Aisya sambil melangkah meninggalkan meja makan.

Aisya bersyukur setidaknya Umi atau Abinya tidak menahan dirinya karena ia benar-benar sudah sangat lelah hari ini, dengan langkah gontai Aisya berjalan menuju ruang keluarga mengambil tasnya lalu menaiki tangga menuju kamarnya, ia sungguh membutuhkan tempat tidurnya sekarang.

Hari ini cukup melelahkan ditambah lagi dengan kehadiran Misha yang diyakini Aisya hari-hari berikutnya akan semakin buruk entahlah perasaannya mengatakan halangan lainnya mulai muncul yang tentu membuatnya akan semakin jauh dari Dion atau mungkin ia akan benar-benar kehilangan Dion nantinya baik sebagai saudara atau sebagai pria yang dicintainya.

Aisya rasa ia hanya perlu menyiapkan diri untuk itu, ia masih bingung dengan perasaannya sendiri apa ia memang sudah benar-benar melupakan cintanya pada Dion atau selama ini ia hanya bergurau tentang hal itu. Kenapa jalannya semakin sulit saja?

******

Aisya membuka matanya, ia menggerakkan sedikit tubuhnya merenggangkan otot-ototnya yang kaku, Aisya menatap keluar jendela yang sudah gelap dan ia tahu ini sudah malam entah berapa lama ia tertidur bahkan jendela kamarnya saja masih terbuka.

Dengan malas Aisya bergerak dari ranjangnya mendekati jendela lalu menutup dan menguncinya, ia juga meraih tirai jendelanya sambil menguap Aisya berjalan mendekati saklar untuk menghidupi lampu kamarnya, setelah itu Aisya kembali berjalan mendekati meja riasnya mengambil ikat rambut miliknya disana setelah itu ia kembali berjalan mendekati ranjang lalu duduk disana.

Aisya mengikat cepol rambutnya sambil kembali menguap, setelah beberapa menit ia mulai membuka seluruh pakaian yang melekat ditubuhnya, ia merasa gerah tentu saja bahkan ia tadi tidak sempat melepaskan pakaian yang ia pakai ke kampus tadi pagi.

Sampai akhirnya Aisya bertelanjang bulat setelah melepaskan pakaian sekaligus dalamannya, ia berjalan dengan santai menuju ranjang kotor lalu menaruh baju yang dilepaskannya tadi disana setelah itu ia membuka pintu kamar mandi dan melanjutkan rutinitas bersih-bersihnya disana.

Hampir satu jam Aisya menghabiskan waktunya didalam kamar mandi sampai ia keluar dengan wajah lebih segar, Aisya merapikan handuk yang melilit rambutnya yang masih basah, ia juga mengeratkan lilitan handuk yang membungkus tubuh indahnya.

Aisya bersenandung sambil memilih baju yang akan dikenakan olehnya, setelah berkutat dengan pakaian dan juga mengeringkan rambutnya setengah jam kemudian Aisya sudah terlihat begitu manis dengan piyama bergambar beruang yang dikenakan olehnya.

Aisya membuka pelan pintu kamarnya, ia melangkah menuju tangga sebelum benar-benar menuruni tangga ia sempat menatap pintu kamar Dion dengan sendu, ia akan menanyakan kepada Dion apa yang sebenarnya terjadi sampai-sampai Dion mengabaikan dirinya, perasaan tadi pagi saat mengantarkannya kekampus ia dan Dion baik-baik saja lalu kenapa tiba-tiba pria itu berubah mengabaikan dirinya bahkan Dion sama sekali tidak meminta maaf padanya.

Terbukti ketika Aisya mengecek handponenya tadi tidak ada pesan atau panggilan yang masuk dari pria itu, Dion benar-benar mengabaikan dirinya dan hati Aisya benar-benar sakit karena hal itu.

Setelah puas menatap pintu kamar Dion Aisya kembali melanjutkan langkahnya menuruni tangga menuju ruang makan Aisya sampai di beberapa undakan tangga dibagian bawah sebelum suara tawa terdengar begitu jelas dari ruang makan, Aisya yakin semua sudah berkumpul disana termasuk Om Rama berserta keluarganya yang belum Aisya ketahui maksud dan tujuan mereka kerumahnya.

Aisya melanjutkan langkahnya sebelum suara seorang pria yang diyakini Om Rama olehnya menghentikan langkah Aisya seketika,
"Sepertinya perjodohan Misha dan Dion akan berjalan lancar."

******

First LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang