FL-12

1.8K 192 5
                                    


Aisya menyeka air mata lalu kembali membasuh wajahnya, meskipun wajahnya sudah dibasuh berkali-kali tetap saja air mata gadis itu tak kunjung berhenti juga malah semakin mengalir hebat hingga Aisya menangis tergugu ditengah keheningan toilet wanita masih dilantai yang sama dengan ruangan Dion.

Setelah keluar dari ruangan Dion tadi, Aisya segera melangkah menuju toilet, ia tidak mungkin langsung turun ke loby kantor bisa gawat jika ada yang melihatnya menangis, meskipun jarang sekali baginya mengunjungi kantor milik Abinya, tetap saja seluruh karyawan di kantor ini mengenalnya dengan baik. Akan jadi masalah besar jika sampai berita ia menangis dikantor sampai ke telinga Abinya. Aisya belum siap untuk jujur pada orang tuanya menghadapi sikap dingin Dion saja hampir membuatnya mati tercekik apalagi jika ia diharuskan menghadapi kemarahn orang tuanya mungkin Aisya benar-benar akan mati saat itu juga.

Aisya bukan pengecut hanya saja ia masih perlu banyak waktu untuk membiasakan diri, ia perlu menyiapkan diri untuk mengakui perasaannya pada Abi dan Umi, hingga saat itu tiba dimana ia sudah siap maka biarlah untuk saat ini ia memperjuangkan cintanya secara diam-diam. Cukup dia dan Dion serta Tuhan saja yang tahu.

Kembali Aisya mengusap wajahnya, kali ini ia sudah bisa menghentikan tangisannya, hanya tinggal sedu sedannya saja, Aisya meringis pelan ketika melihat penampilannya, ia sudah berusaha mati-matian mempercantik diri ketika ia mengunjungi Dion tadi namun sekarang ia terlihat begitu menyedihkan dengan polesan make up nya terlihat begitu berantakan penampilan Aisya benar-benar mengerikan.

Dengan cepat Aisya membuka tasnya lalu mengambil tissu basah didalamnya, dengan pelan ia mengusap wajahnya menghapus sisa jejak-jejak make up diwajahnya hingga benar-benar bersih Aisya kembali membasuh wajahnya sebelum kembali menatap cermin dan kembali tersenyum seperti biasanya seolah ia tidak pernah menangis beberapa waktu lalu.

Aisya kembali memoles wajahnya namun kali ini ia hanya memakai pelembab wajah dengan polesan lipstick berwarna pink kesukaannya, ia tersenyum dengan manis sebelum melangkah keluar dari toilet Aisya kembali memperhatikan penampilannya.

Cantik.

Aisya sangat yakin bahwa wajahnya memang sangat cantik tentu saja penampilan yang menarik dan jangan lupakan body nya yang benar-benar 'mengundang' tapi kenapa Dion sama sekali tidak tertarik padanya?

Aisya mendengus, "Rabun kali tuh mata laki."

Setelah merasa cukup puas memperhatikan penampilannya Aisya melangkah meninggalkan toilet dengan senyuman manis yang kembali menghiasi bibirnya, ia semakin merekahkan senyumannya ketika melihat pintu ruangan Dion yang berada diujung lorong. Dengan penuh percaya diri Aisya melangkah dan berhenti tepat didepan pintu, sejenak ia menatap pintu itu dengan dalam seolah benda itu sangat berarti baginya.

Aisya menyentuh lembut pintu itu dengan senyuman yang sedikit dipaksakan, "Baru awal saja rasa sakitnya hampir membuatku mati Bang."Aisya berbicara dengan pintu seolah sedang berbicara langsung dengan Dion.

"Aku bahkan tidak sanggup membayangkan berapa banyak lagi luka yang harus kuterima untuk bisa memilikimu."Aisya tersenyum pedih dengan masih menyentuh sedikit mengusap daun pintu itu, "Tapi jangan khawatir, selama hatiku masih sanggup menerima semua rasa sakit itu maka selama itu pula aku akan bertahan."lanjut Aisya lagi.

Aisya tersenyum meskipun tetesan air mata mulai kembali membasahi wajahnya dengan cepat Aisya menyekanya lalu kembali berfokus pada daun pintu ruangan Dion,
"Aku percaya jika usaha tidak pernah mengkhianati hasil dan suatu saat nanti aku akan menerima balasan yang setimpal atas usaha dan kegigihanku untuk memilikimu."

First LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang