"Masa darimana aja? Kantor? Kok cepat banget pulangnya?"Aisya bertanya sambil mengeratkan pelukannya pada Dion.Dion tersenyum tangannya mengusap lembut kepala Aisya yang sedang bergelung dalam dekapannya. "Mas ke belakang sebentar tadi mau masak buat sarapan tapi pas lihat kamu tidurnya nyenyak banget Mas fikir sekalian makan di luar aja kita siang ini."jelas Dion panjang lebar.
Dion memang sedang dibelakang lebih tepatnya di taman mungil milik Uminya dulu, ia hanya ingin merasakan sedikit ketenangan dan semua itu ia dapatkan hanya dengan memandang macam-macam bunga dimulai dari Mawar beberapa warna hingga Melati dan beberapa bunga lainnya. Yang semasa hidupnya Umi mereka sangat gemar merawat bunga-bunga itu.
Dion hanya ingin mengenang sedikit keberadaan Uminya dulu disini, jika sudah memasak sarapan atau sedang kesepian karena suami dan anak-anaknya sibuk diluar, Uminya pasti menghabiskan waktunya di sini dengan merawat bunga-bunga ini.
Setelah berpuas diri akhirnya Dion melangkah masuk, ia sengaja tidak ke kantor karena ingin menemani Aisya pasca kejadian semalam dan ia juga takut ketika bangun Aisya akan mencarinya namun ketika melangkah memasuki dapur Dion membulatkan matanya ketika melihat tubuh Aisya hampir jatuh tanpa memikirkan apapun Dion segera meraih tubuh rapuh itu.
Dan sekarang mereka sepakat untuk bergelung di atas permadani diruang tamu sambil menunggu makan siang. Aisya selalu merasa lebih baik jika ada Dion disisinya begitupun Dion yang merasa lebih tenang ketika Aisya berada di dalam pelukannya.
"Jadi mau makan apa siang ini?"
Aisya mengerutkan dahinya tanda berfikir, melihat itu Dion hanya terkekeh sambil mengurut kening Aisya, "Jangan di kerutin nanti keriput."
Aisya tersenyum lebar, "Kalau udah keriputpun Mas tetap Cinta kan?"Goda Aisya.
Dion menaikkan sebelah alisnya, "Siapa bilang?"
Aisya membulatkan matanya ketika mendengar jawaban Dion."Jadi nggak Cinta lagi gitu kalau misalnya aku keriput?"vonis Aisya tidak terima.
Dion mengedikkan bahunya, "Bisa jadi."jawabnya santai ia bermaksud meladeni godaan Aisya yang di lemparkan padanya.
Aisya segera melepas pelukannya pada Dion yang sukses membuat Dion mengernyit. Dion masih belum paham situasi yang sudah mulai berubah karena pikiran buruk Aisya padanya.
Aisya duduk bersila memandang remeh pada Dion tak lama senyum sinis terbit di bibirnya yang semakin membuat Dion bingung, "Ternyata cintamu rapuh mas."
Dion memilih duduk dengan kernyitan semakin bertambah di dahinya, sepertinya Dion lupa beberapa saat lalu ia protes ketika Aisya mengernyitkan dahinya padahal sekarang ia melakukan hal yang sama.
Aisya mengalihkan pandangannya pada figura foto besar di dinding tepat di depan Aisya, disana ada Abi dan Umi yang tampak tersenyum bahagia pada kamera. Abinya dengan posesif memeluk pinggang Uminya dari belakang dan Uminya terlihat begitu cantik dengan balutan kebaya warna biru muda, aura kecantikan dan kebahagiaan jelas tidak bisa disembunyikan dibalik senyuman itu. Pasangan serasa itu benar-benar terlihat bahagia.
Masih dengan memandang foto orang tuanya Aisya kembali bersuara, "Bayangkan saja Abi dan Umi yang katanya sangat mencintai kita tanpa syarat saja sanggup meninggalkan kita bahkan tanpa pamit. Apalagi Mas?"Aisya mengalihkan pandangannya pada Dion.
Luka itu kembali terlihat tanpa bisa di sembunyikan dan saat itu pula Dion sadar bahwa Aisya sudah salah memaknai perkataannya.
Demi Tuhan, Dion hanya bercanda mengikuti tingkah Aisya yang lebih dulu menggoda dirinya, tapi satu hal yang Dion sesali saat ini kenapa ia bisa lupa kalau Aisya sedang tidak dalam keadaan baik-baik saja. Gadisnya itu memiliki rasa takut berlebih jika sudah berkaitan dengan kehilangan.
"Sayang."panggil Dion lembut ia harus menghentikan Aisya sebelum gadis itu kembali menagis histeris seperti beberapa waktu lalu.
Aisya menggelengkan kepalanya bahkan ia bergerak menjauh ketika Dion ingin menggapainya. "Jangan seperti ini Mas! Jangan buat Aisy bergantung pada Mas kalau akhirnya Mas berniat meninggalkan Aisya sendiri seperti Abi dan Umi."
Dion menggelengkan kepalanya, jika ia tahu akan seperti ini ia bersumpah lebih memilih diam daripada mengikuti candaan Aisya tadi. "Nggak sayang. Sampai kapanpun Mas nggak akan ninggalin Ais sendiri. Nggak akan. Mas janji."
"Abi dan Umi akan segera kembali kesana, dan menghabiskan waktu lebih banyak bersama Abang dan Adek, kita pergi liburan bersama, tertawa semuanya kita lakuin bersama ketika Abi dan Umi sudah kembali ke sana. Abi janji."
Rentetan perkataan Abinya dulu ketika ia menghubunginya, Abinya berjanji untuk menebus kerinduan mereka nanti mereka sekeluarga akan berlibur bersama tapi apa? Janji tinggal janji bukan? Orang tuanya benar-benar pergi bahkan tanpa pamit. Miris sekali.
Aisya terseyum pedih dengan lelehan air matanya, sekuat mungkin ia berusaha ikhlas dan sabar bahkan ia berkali-kali berjanji tidak akan menangisi lagi orang tuanya, berkali-kali ia mengatakan bahwa dirinya sudah ikhlas rela dengan kepergian dua orang yang sangat dicintai olehnya itu.
Tapi apa? Janji tetaplah tinggal janji tanpa ada yang berniat menepatinya. Termasuk dirinya. Berkali-kali berjanji untuk iklas dan berkali-kali pula ia langgar dengan air matanya.
Tidak ada yang benar-benar akan tinggal bahkan ketika mereka sudah berjanji mungkin termasuk Dion.
Aisya menatap kembali pada Dion yang kini tengah menatapnya kecemasan terlihat begitu kentara di mata hitam legam itu, pria itu terlihat begitu cemas padanya.
"Jangan pernah janjikan apapun pada Aisya Mas. Karena pada dasarnya janji dibuat hanya untuk di ingkari hanya segelintir orang-orang yang bisa memegang teguh janjinya."Aisya mengusap kasar airmatanya bahkan ia mengelak ketika Dion hendak mengusap air matanya.
Dion kembali memangku tangannya, ia tahu keadaan Aisya tidak stabil lebih tepatnya kondisi hati gadis ini yang benar-benar sedang kacau. Aisya seperti orang linglung bahkan nyaris terlihat seperti orang tertekan. Jadi ia memilih diam saja mendengarkan apa yang akan di katakan oleh Aisya-nya.
"Bahkan Aisya sendiri sampai saat ini tidak bisa memegang teguh janji Aisya untuk iklas karena sepertinya sampai kapanpun Aisya tidak bisa menepati janji itu."Aisya kembali bersuara dengan kasar gadis itu kembali menghapus air matanya.
"Janji untuk Ikhlas dengan kepergian orang tua kita."sambungnya dan kali ini tangis Aisya pecah tubuhnya bergetar hebat.
Melihat itu Dion segera merengkuh namun Aisya berontak, saat ini kondisi Aisya benar-benar tidak terkendali gadis itu menjerit lalu menangis kemudian tertawa sambil meracau tak jelas. Aisya menolak pelukan Dion bahkan gadis itu berteriak sambil memukul punggung Dion.
"Sadar sayang, sadar!" Dion kewalahan menghadapi Aisya saat ini.
Aisya semakin histeris bahkan gadis itu mulai menyakiti dirinya sendiri, Aisya menarik kuat rambutnya sampai Dion meringis ikut merasakan ngilu dikulit kepalanya. Dion masih memeluk Aisya yang semakin hilang kendali.
"Sayang. Jangan seperti ini!"Dion masih berusaha menyadarkan Aisya.
Sampai akhirnya terdengar bunyi tamparan yang memekakkan telinga.PLAK!!!!
********
![](https://img.wattpad.com/cover/133572767-288-k948644.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
First Love
Romance(CERITA INI PRIVATE FOLLOW DULU KALAU MAU BACA, THANKS) Aisya anak tunggal Ali dan Prilly, gadis cantik nan ceria. Gadis yang dibesarkan dengan limpahan Kasih sayang kedua orangtuanya harus merasakan sakitnya jatuh cinta bahkan untuk pertama kali d...