FL-47

1.4K 157 27
                                    


Setelah puas menangisi kandasnya hubungan percintaan dirinya dengan Dion semalaman suntuk, pagi ini Aisya kembali mengumpulkan kepingan-kepingan hatinya. Setelah semua yang terjadi ia tidak bisa hanya menahan diri menghabiskan waktunya hanya untuk menangisi kisah tragis pengkhianatan Dion padanya.

Hatinya kembali berdenyut ketika kembali mengingat nama itu. Aisya menghela nafas lelah, tidak ada lagi hubungan di antara mereka sejak semalam semuanya telah usai dan hari ini Aisya kembali menapaki jalan hidupnya sendirian. Jika dulu ia bisa mengandalkan Dion tapi saat ini dan kedepannya Aisya harus melakukan semuanya sendiri. Bertahan dan melawan siapa saja yang mengusik hidupnya termasuk Dion.

Bagi Aisya sekarang ini Dion tidak lebih dari orang asing yang numpang lewat di kehidupannya jika bukan karena masih memiliki sedikit kebaikan dihatinya, ia sudah sejak semalam mengusir Dion dan Misha. Masa bodoh dua makhluk itu akan hidup dan tinggal dimana.

Sesama pengkhianat memang cocok untuk bersama bukan?

Aisya mematut dirinya, hari ini untuk pertama kalinya ia akan melangkahkan kakinya mengunjungi Wijaya Group, perusahaan turun temurun keluarga Abinya meskipun saat ini perusahaan itu dikelola oleh Dion jangan lupakan fakta bahwa ia lah yang berhak atas perusahaan itu.

Aisya merasakan sedikit ketidak relaan di dalam hatinya jika ia harus menggeserkan posisi Dion tapi ketika mengingat kembali pengkhianatan yang Dion dilakukan seketika rasa itu menghilang entah kemana yang ada di fikirannya saat ini adalah menghancurkan Dion dan Aisya sehancur-hancurnya.

"Ayok kita mulai semuanya Aisya. Kamu bisa karena yang kamu lakukan hanyalah menyadarkan dimana posisi pria itu sebenarnya."Aisya berbicara pada cermin yang memantulkan bayangan dirinya, senyum sinis lebih sering terlihat diwajah itu.

Tidak ada lagi Aisya yang polo, manja dan ceria yang ada hanya Aisya di gadis kaku dengan tatapan datarnya. Perubahan terjadi seiring hatinya dihancurkan dan sekarang inilah konsekuensi yang harus diterima oleh Dion. Pria itu sudah benar-benar kehilangan gadis manisnya.

Aisya mengambil tas kecil dengan harga hampir setara satu unit mobil itu semakin menambah aura sosialitanya, jika dulu Aisya menolak jika dibelikan tas-tas dengan harga selangit maka sekarang tas-tas itu lah yang menjadi incaran Aisya.

Aura kepemimpinan Aisya benar-benar kental terlihat bahkan hanya dengan menggenakan pakaian khas wanita kantoran pada umumnya namun dengan merek terkenal tentu saja dengan harga fantastis. Aisya sudah tidak perduli, toh selama ini ia perdulipun tetap saja pada ujung-ujungnya dia juga yang tersakiti.
Aisya melangkah dengan anggun, heels 15 centi berwarna hitam semakin menambah kesan dewasa pada Aisya.

Aisya menuruni tangga dengan sikap tenang dengan tatapan datar seolah tidak terjadi apa-apa, Aisya sekarang benar-benar menjelma menjadi sosok lain, mengagetkan penghuni rumah yang lain, Dion dan Misha.

Aisya melangkah menuju ruang makan yang berada tak jauh dari tangga tepat disebelah kanannya dapur, jadi jika orang yang duduk dimeja makan maka orang itu akan jelas bisa melihat kegiatan didapur. Rumah ini benar-benar didesain sedemikian rupa karena Abinya tidak bisa jauh-jauh dari Uminya bahkan ketika Uminya memasak Abinya akan memilih duduk dikursi meja makan sambil memandang sang istri.

Sungguh pasangan romantis, namun sayang cinta keduanya harus berakhir didunia.

Semoga Umi dan Abi kembali merajut cinta disurga sana. Doa Aisya didalam hati.

Aisya melanjutkan langkahnya disana sudah ada Dion dan Misha, pasangan pengkhianat heuh. Decak Aisya didalam hati. Meskipun sangat membenci Dion tapi jauh didalam lubuk hatinya semalam ia sempat berharap Dion menyambangi kamarnya lalu menjelaskan kesalahpahaman itu tapi apa? Pria itu sama sekali tidak menunjukkan batang hidungnya. Hingga kebencian Aisya semakin menjadi-jadi.

"Minggir!"Perintah Aisya pada Misha yang duduk santai di kursi miliknya.

Misha mengerutkan dahinya,"Aku yang duluan duduk disini."bantahnya tak terima.

Aisya mendengus sinis,"Tapi aku pemilik rumah ini."tembak Aisya membuat Misha terdiam.

Dengan bersungut-sungut Misha akhirnya berdiri dari kursi yang klaim milik Aisya, didalam hati Aisya tertawa puas ketika melihat rona merah padam pada wajah Misha. Aisya berdecak kesal ketika Misha memilih tempat duduk tepat disamping Dion.

Aisya menggigit lidahnya, ia sudah putus dengan Dion jadi terserah pria itu ingin dekat dengan siapa saja termasuk setan kecil itu. Aisya meminum susu putih kesukaannya tanpa memperdulikan Dion yang sejak tadi memperhatikannya.

"Mau selai coklat nya?"Dion menyerahkan botol selai pada Aisya yang dibalas tatapan datar oleh Aisya.

"Tidak perlu sok baik kalau itu hanya sebuah kedok."ucap Aisya sebelum meninggalkan meja makan, mengabaikan keterpakuan Dion.

******

Aisya memarkirkan mobilnya di basemen kantor pengacara Abinya, ia sudah bertekad jika pembalasan itu akan segera dimulai.

"Semangat Aisya! Tidak ada ketulusan didunia ini. Semua hanya kedok termasuk Dion."Aisya merasakan kegetiran disaat nama Dion kembali terucap.

Jauh di dalam lubuk hatinya Aisya ingin kembali bersama Dion berusaha memaafkan pria itu namun ketika melihat Misha berada disekitar Dion dan pria itu tampak nyaman-nyaman saja seketika keyakinan Aisya buyar. Memang perpisahan adalah yang terbaik untuknya dan Dion.

Aisya menghela nafas sebelum membuka pintu mobilnya, ia terlihat begitu cantik dengan pakaian dan langkah tegasnya. Tidak ada lagi Aisya sicewek manja yang ada sekarang adalah Aisya wanita kuat dan mencoba tegar mungkin nanti ia akan setegar karang di lautan.

Aisya segera berjalan menuju lift, hari ini semua harus tuntas. Setelah menekan nomor lantai pengacara Abinya Aisya menunggu sebentar dan ketika pintu lift terbuka dengan langkah anggun Aisya berjalan menuju ruang Pak Wirawan, pengacara keluarga Wijaya.

"Selamat pagi pak."sapa Aisya ketika membuka pintu ruangan pak Wirawan, meskipun ia tidak pernah perduli masalah perusahaan namun ia cukup kenal orang-orang penting seperti pak Wirawan ini.

Pria paruh baya terlihat terkejut mendapati kehadiran putri keluarga Wijaya, "Pagi, silahkan duduk Aisya!"

Aisya melangkah memasuki ruangan pak Wirawan, mati-matian ia melawan kata hatinya ketika menyuruh dirinya berhenti, tapi semua sudah terlanjur ia tidak mungkin berhenti ketika tekadnya sudah bulat.

"Jadi ada keperluan apa sampai Aisya bersedia kekantor saya?"Wirawan membuka suara, jelas ia merasa heran karena selama bekerja pada keluarga Wijaya tidak sekalipun ia melihat Aisya menghadiri rapat-rapat keluarga apalagi jika mengenai perusahaan.

Aisya tersenyum dengan mengepalkan kedua tangannya menelan ludah susah payah ia mengatakan sesuatu yang mungkin akan membuat dirinya menyesal nantinya.

"Saya ingin mengambil alih perusahaan dari Mas Dion."

*******

First LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang