FL-11

1.8K 198 5
                                    


Setelah pengakuan sekaligus pertengkaran pertama Aisya dengan Dion yang terjadi beberapa waktu lalu, Dion semakin dipusingkan dengan semua perubahan sikap Aisya. Aisya memang masih menghormati dirinya ketika mereka berada ditengah keluarga namun jika sudah ditempat dimana tidak ada keluarga terutama Abi dan Umi mereka, Aisya kembali melancarkan aksinya hingga Dion benar-benar dibuat pusing oleh tingkah gadis cantik itu.

Seperti yang terjadi beberapa waktu lalu, dimana Dion harus merapalkan kata sabar ketika melihat kelakuan ajaib Aisya, bagaimana bisa gadis itu masuk kedalam kamarnya hanya menggunakan tantop dan celana sot hitam yang hanya mampu menutupi bongkahan pantat indah Aisya saja.

Dengan santai gadis itu masuk kedalam kamarnya dan lebih gilanya lagi Aisya membuka pintu kamarnya tepat disaat ia baru saja keluar dari kamar mandi hanya dengan handuk yang terlilit longgar di pinggangnya. Dan Dion semakin merasa kesal ketika dengan tidak tahu dirinya Aisya bersiul menggoda kearahnya,

"Jadi nggak sabar nunggu malam pertama kita."goda Aisya sambil bersiul nakal.

Dion hampir saja mencekik gadis cantik itu jika saja Aisya tidak berlari keluar sambil tertawa girang seolah yang baru saja dilakukan olehnya bukan sebuah kesalahan besar.

Dan sekarang Dion kembali di pusingkan dengan Aisya yang tiba-tiba datang ke kantor bahkan dengan santainya melenggang masuk kedalam ruangannya sambil memperhatikan isi ruangannya dengan pandangan menilai lalu menganggukkan kepalanya sampai akhrinya Aisya duduk manis diatas sofa diruang kerjanya.

"Halo, my future"sapa Aisya dengan tatapan menggoda seperti biasanya.

Dion mendesah lelah namun kembali melanjutkan pekerjaannya tanpa menghiraukan kehadiran Aisya, sedangkan Aisya tersenyum sendu sebelum melarapalkan kata-kata andalan yang menjadi penyemangatnya untuk memperjuangkan cinta pertamanya. Aisya memejamkan matanya lalu bergumam didalam hati,

Sabar Aisya, inilah yang namanya perjuangan sesuatu yang susah untuk dimiliki pasti akan susah untuk dilepaskan nantinya.

Dan setelah itu Aisya kembali membuka matanya lalu tersenyum ceria seperti biasa, ia beranjak mendekati kursi kebesaran milik Dion, ia semakin mengagumi sosok pria yang sedang diperjuangkan olehnya itu. Dion-nya yang tampan, wibawa, cerdas dan sudah meraih kesuksesan di usianya yang masih begitu muda. Dion-nya begitu sempurna hanya saja Dion-nya tidak memiliki sesuatu yang dimiliki oleh dirinya. Cinta.

Aisya tersenyum miris namun dalam sekejap senyuman itu berubah menjadi senyuman manis begitu menggoda sembari melangkah mendekati Dion masih mengabaikan dirinya, setelah sampai disisi kanan Dion, Aisya bisa melihat bagaimana wajah Dion yang terlihat semakin tampan ketika sedang serius seperti ini. Aisya sama sekali tidak mengerti apa yang sedang dibaca lalu dicoret oleh Dion pada kertas yang ada didalam sebuah map.
Yang menjadi pusat perhatian Aisya bukan kertas melainkan wajah serius Dion sepertinya pria itu tidak menyadari kehadiran dirinya yang begitu dekat dengan pria itu. Aisya kembali merasakan sayatan halus di ulu hatinya, jika sedekat ini saja Dion tidak menyadari kehadirannya bagaimana jika Aisya berdiri lebih jauh dari ini? Tentu saja akan semakin tidak terlihat, bathin Aisya menjawab.

Aisya merasa rasa sakit dihatinya semakin nyata, ia berjuang tapi ia sendiri tidak begitu yakin dengan hasilnya, ia hanya berusaha memperjuangkan apa yang sudah dititipkan Tuhan padanya yaitu Cinta dan perasaannya pada pria kaku didepannya ini. Jika nanti pada akhirnya ia benar-benar tidak bisa memiliki pria ini setidaknya jika ia melangkah pergi tidak akan ada penyesalan yang akan mengiringi langkahnya. Jadi, intinya ia hanya perlu berjuang tanpa perlu memikirkan hasilnya, biarkan hasil kerja keras dan usaha yang dilakukan olehnya dinilai oleh Tuhan dan biarkan Tuhan yang akan menentukan hasil akhir dari perjuangannya.

Semangat Aisya!

"Kenapa berdiri disini?"

Aisya tersentak lalu tersenyum manis,"Rindu kamu. "jawabnya asal, dengan cepat raut sendu yang menghiasi wajah cantiknya berubah menjadi ceria.

Dion terdiam sambil menatap Aisya dalam, ia tidak buta sejak Aisya berdiri didekatnya ia sudah menyadarinya hanya saja ia memilih mengabaikan Aisya seperti biasanya, namun ia tidak bisa menahan diri untuk tidak menoleh dan ia terpaku ketika melihat wajah sendu milik Aisya tengah menatapnya begitu dalam bahkan ia yakin gadis ini sama sekali tidak menyadari bahwa juga sedang menatap balik gadis ini.

Lagi, Dion kembali menemukan tatapan luka dimata bulat indah itu, bahkan Dion ikut merasakan denyutan rasa sakit didadanya ketika ia semakin menyelami mata Aisya.

Hingga pada akhirnya ia tidak sanggup lagi dan memilih menyadarkan Aisya dan saat itu pula raut wajah Dion kembali datar dan dingin seperti biasanya.

"Pulanglah Aisya, jangan menggangguku disini!"

Aisya tersenyum, "Aku tidak mengganggu."Bantah Aisya,"aku hanya ingin menemanimu."lanjut Aisya sambil berkedip genit.

Dion mengalihkan pandangannya dari Aisya kembali mengabaikan gadis itu, ia tidak ingin jika pembicaraan ini terakhir dengan pertengkaran antara dirinya dan Aisya, jujur saja ia sangat merindukan saat-saat dulu ketika ia dan Aisya, adiknya bercanda bersama, tidak ada perselisihan dan yang pasti tidak ada Cinta disana.

Dion tidak menyadari bahwa sejak dulu Cinta Aisya sudah ada untuknya hanya saja gadis itu memilih diam mengubur dalam rasa cintanya hingga rasa cinta itu berontak dan menuntut untuk diperjuangkan dan semua berakhir seperti ini. Hubungan persaudaraan mereka retak, entah apa yang salah disini. Cinta Aisya? Atau keegoisan hati Dion? Entahlah.

Dion tentu sadar bahwa sah saja jika ia bersama dengan Aisya toh mereka tidak memiliki hubungan darah sedangkan Aisya masih belum tahu tentang kenyataan itu dan kesempatan itu dipergunakan Dion untuk menekan langkah Aisya untuk semakin memperjuangkan cintanya.

"Bang, seburuk itukah Ais dimata Abang?"

Dion kembali mengalihkan pandangannya kepada Aisya, ia bisa melihat tatapan luka itu kembali lagi, tidak ada lagi senyuman menggoda atau tatapan genit Aisya padanya, hanya wajah sendu dengan tatapan mata penuh luka yang ditunjukkan Aisya padanya kini,

"Kenapa rasanya Abang begitu ingin Aisya berhenti?"

Dion memilih diam namun tidak mengalihkan pandangannya, berbeda dengan Aisya yang semakin merasakan sakit dihatinya pandangan matanya mulai buram, ia sangat bersemangat untuk berjuang hanya saja ia masih belum terbiasa dengan rasa sakit di hatinya,

"Jika Abang berfikir dengan sikap dingin Abang bisa membuat Ais berhenti maka Abang salah, Ais tidak akan berhenti bang setidaknya sampai hati Ais merasa lelah dan menyuruh Ais berhenti."Ucap Aisya dengan suara mulai bergetar sekuat tenaga ia menahan laju air matanya.

Aisya mencengkeram erat tali tas miliknya, sebelum kembali bersuara, "Maka sampai saat itu tiba lakukan apapun yang ingin Abang lakukan, sakiti Ais sampai hati Abang benar-benar puas melihat luka Ais, Ais tidak akan berhenti atau mundur Bang tidak akan pernah."Tutup Aisya dan disaat itu pula Aisya berbalik seiring tetesan air matanya ia melangkah meninggalkan Dion yang sedari tadi memilih diam.

Dion bisa melihat air mata Aisya sebelum gadis itu berbalik dan seketika dada Dion sakit, ia merasakan remasan tak nyata disana bahkan rasanya ia kesulitan untuk sekedar bernafas tanpa sadar tangan Dion terangkat untuk menyentuh dadanya lalu meremasnya begitu kuat seolah memperlihatkan betapa hebat rasa sakit yang dialaminya saat ini.

"Ya Tuhan, kenapa rasanya begitu sakit?"

******

First LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang