Aisya berhenti meronta ketika melihat Dion meringis sambil memegang pipinya. Aisya tak sadar, ia berniat melepaskan diri namun ia merasa marah ketika Dion semakin mengeratkan pelukannya hingga tangannya melayang begitu saja dan mengenai pipi Dion.Aisya mematung sambil menatap tangan kanannya yang ia gunakan untuk menampar Dion. Mata Aisya memanas ia menyalahkan dirinya atas apa yang menimpa Dion. Aisya merasa semakin hari semakin kesulitan melawan emosinya. Dia kehilangan kontrol pada dirinya sendiri.
Apa mungkin ia mulai gila?
Tidak. Tidak.
Aisya menggelengkan kepalanya menolak mempercayai apa yang baru saja tercetus di dalam otaknya.
Dia tidak gila. Demi Tuhan, Aisya tidak gila.
"Arrgghh!!!" Aisya berteriak nyaring sambil meremas rambutnya kuat-kuat.
Mendengar teriakan Aisya membuat Dion terkejut, Dion kembali memeluk Aisya. Ia tidak marah pada Aisya karena menampar dirinya, ia hanya kaget melihat reaksi Aisya yang sudah benar-benar diluar kendali.
"Sayang."
Dion mencoba melepaskan tangan Aisya yang semakin kuat menarik rambutnya sendiri, ia tidak ingin Aisya kesakitan. Namun sepertinya Aisya larut dalam dunianya sendiri. Gadis itu benar-benar tidak bisa mengontrol dirinya.
"Aisya sadar! Ini Mas sayang."Dion berujar di sela kegiatannya menghentikan tindakan Aisya.
"AISYA!!!"
Aisya berhenti meronta ketika mendengar teriakan Dion, teriakan Dion itu seperti menarik kembali pada kewarasan Aisya.
Dion menatap Aisya tajam dengan nafas terengah-engah, ia sangat tidak menyukai sikap Aisya yang berniat melukai dirinya sendiri. Sedangkan Aisya sudah berhenti meronta kini menatap diam kearah Dion yang semakin memicingkan mata kearahnya.
Aisya terisak pelan, "Maaf. Maafin Ais."Gumamnya pelan.
Dion menghela nafas sebelum menarik Aisya ke dalam pelukannya dan di dalam pelukan Dion tangis Aisya pecah, gadis itu menangis hebat meskipun tidak terdengar lagi raungan ketidakikhlasan Aisya pacsa kepergian orang tuanya seperti beberapa waktu lalu.
Aisya hanya menangis sambil memeluk erat tubuh Dion, sedangkan Dion hanya mengusap lembut kepala Aisya menyusuri rambut panjang gadisnya itu. Dion bisa merasakan kesakitan Aisya karena dirinya pun mengalami hal yang sama. Namun ia harus lebih kuat menahan sakit itu demi Aisya. Sekarang hanya dirinya yang dimiliki oleh gadis rapuh ini. Jika Dion melakukan hal yang sama ia tidak bisa membayangkan bagaimana hancurnya Aisya nanti.
"Ssstt.. Tenanglah sayang! Mas disini sampai kapanpun Mas nggak akan ninggalin Aisya."bisiknya lembut.
Aisya mendongakkan kepalanya, kondisi Aisya benar-benar memprihatinkan dengan wajah pucat dan linangan air mata yang memenuhi wajah cantik itu. Dengan sabar penuh kelembutan Dion membersihkan sisa-sisa air mata diwajah Aisya.
"Ma..mas janji?"suara Aisya terdengar serak karena terlalu lama menangis.
Dion mengecup lembut dahi Aisya membuat mata Aisya terpejam, "Tentu sayang."jawab Dion penuh keyakinan.
Aisya tersenyum dan semakin mengeratkan pelukannya pada Dion begitupun sebaliknya hingga dua anak manusia itu saling memeluk menguatkan satu sama lain.
"Besok kita ke psikiater ya?"
Aisya sontak melepaskan pelukannya pada Dion lalu menatap Dion tak percaya. "Aisya nggak gila!"
Dion menghela nafas ia sudah yakin bahwa semuanya tidak akan mudah tapi mengingat kembali bagaimana ketakutan Aisya membuat dirinya terpaksa mengambil keputusan ini, Demi Tuhan bukan karena Aisya gila ia berfikir seperti ini justru ia takut jadi dibiarkan Aisya akan menjurus kesana.
KAMU SEDANG MEMBACA
First Love
Romansa(CERITA INI PRIVATE FOLLOW DULU KALAU MAU BACA, THANKS) Aisya anak tunggal Ali dan Prilly, gadis cantik nan ceria. Gadis yang dibesarkan dengan limpahan Kasih sayang kedua orangtuanya harus merasakan sakitnya jatuh cinta bahkan untuk pertama kali d...