FL- 4

2.6K 223 3
                                    


"Kamu ngomong apa dek?"Tanya Dion sambil mengernyitkan dahinya.

Aisya tersentak, dengan cepat ia menggelengkan kepalanya, "En..enggak ngomong apa-apa kok."Elak Aisya, ia bersyukur rupanya Dion tidak mendengarkan ucapan konyolnya tadi.

Beruntung sekali, andai saja Dion mendengarkan perkataannya tadi entah apa yang akan dilakukan Dion padanya, "Jangan kebanyakan melamun dek! Enggak baik buat masa depan kamu."

"Apaan sih bang garing deh."sahut Aisya membuat Dion terkikik."Habis abang lihat sekarang kamu hobi banget ngelamun, ngelamunin apaan sih dek?"Tanya Dion, ia melirik Aisya sekilas sebelum fokus kembali kejalan.

"Ngelamunin kamu."suara Aisya terdengar begitu lirih.

"Apa dek? Kamu ngomong apa kumur-kumur sih."gerutu Dion kini tangannya kembali ke dekat Aisya dan--

"Aww!!"Jerit Aisya kesakitan saat Dion mencubit pipinya lumayan keras.

Dion terkikik apalagi saat melihat Aisya cemberut, sedangkan Aisya sudah siap berteriak namun terhenti saat Dion kembali menyentuh pipinya,
"Ya Ampun sampe merah gini pipinya."Dion mengusap lembut pipi Aisya.

Deg!

Aisya bungkam, wajahnya semakin merah ia bahkan sampai menahan nafas sedangkan Dion terlihat sedikit khawatir, "Makin merah loh dek pipi kamu."

Aisya mengerjap setelah kesadarannya kembali dengan cepat ia menyingkirkan tangan Dion dari wajahnya, "Udah deh bang, berhenti godain aku lihat kedepan sana!" Ucap Aisya ketus, ia harus menahan debaran di dadanya yang semakin menggila.

Dion tersenyum, "Takut aja nanti muka kamu kebakar."sahut Dion sekenanya.

Selanjutnya mereka sama-sama terdiam hingga beberapa saat kemudian mobil Dion terparkir didepan gerbang kampus Aisya, Dion memperhatikan kampus Aisya dengan seksama, sepertinya tidak buruk walaupun tidak semegah universitas diluar negeri seperti kampusnya dulu setidaknya kampus Aisya lumayan.

"Ini universitas terbaik kota kita bang."Ucap Aisya membuat perhatian Dion teralihkan padanya.

"Lumayan bagus kok."sahut Dion kembali memperhatikan kampus Aisya.

Aisya memutar matanya, "Ya kalau dibandingkan kampus Abang ya ketinggalan jauhlah."Aisya sedikit sewot, bagaimana tidak jika bukan karena termakan rayuan gombal Abinya dulu mungkin saat ini ia sedang menikmati indahnya kota Paris.

Dion tersenyum tangannya kembali terulur untuk mengacak rambut Aisya, "Bukan tempatnya yang terpenting ketika kita menuntut ilmu tapi usaha dan kerja keras."

Aisya terdiam matanya kini menatap tepat ke mata Dion, "Dimanapun kita menuntut ilmu entah diluar atau dalam negeri semua tergantung keinginan, usaha dan juga kerja keras, percuma sekolah jauh-jauh ke ujung dunia jika tanpa diiringi ketiga hal itu."Ujar Dion dengan suara begitu lembut.

"Jadi, walaupun Ais tidak bersekolah keluar negeri itu bukan suatu hambatan untuk sukses karena kesuksesan dihasilkan dari usaha dan kerja keras."

"Makin pintar Abang."celetuk Aisya setelah sadar dari terkesimanya pada Dion.

Dion kembali menarik pipi Aisya sampai Aisya memekik kesakitan, "Dari dulu kali Abang pintarnya."sahut Dion tak terima.

Aisya mencibir tangannya sibuk mengusap pipinya yang terasa panas, "Ais masuk dulu deh bang ya, takut telat juga."Aisya melirik sekilas jam ditangan Dion, "Udah mau jam 8 tuh."Tunjuk Aisya pada jam Dion yang diikuti oleh Dion.

Dion mengangguk, "Masuk gih! Nanti telfon kalau sudah selesai biar abang jemput."

Aisya mengangguk, sebelum membuka pintu ia mengambil tangan Dion lalu mengecup pelan punggung tangannya, "Hati-hati nyetirnya bang."Ucap Aisya setelah itu ia membuka pintu lalu melangkah masuk kedalam kampusnya.

First LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang