FL-50

1.5K 151 19
                                    

'Ayok kita menikah!"

Dion membulatkan matanya bahkan tanpa sadar ia sudah melepaskan rengkuhannyan pada tubuh Aisya, "Ki.. Kita apa?"tanyanya terbata, Dion masih belum mempercayai apa yang baru saja diucapkan oleh Aisya.

"Menikah! Ayok kita menikah!"ulang Aisya lagi.

Dion memejamkan matanya sejenak sebelum menarik diri menjauhi Aisya yang masih menatap Dion. Deru nafas keduanya terdengar sama-sama berat namun dengan kondisi yang berbeda jika tadi mereka sama-sama dikuasai gairah sedangkan saat ini nafas Dion terasa berat karena tidak mampu mencerna perkataan Aisya. Menikah? Demi Tuhan.

Dan Aisya bernafas berat karena kembali merasakan kekecewaan akibat penolakan Dion, bukankah ia berniat baik? Aisya mengajak Dion menikah agar hubungan mereka yang sudah retak bisa kembali mereka perbaiki hingga utuh kembali dan menikah adalah satu-satunya cara untuk itu menurut Aisya.

Tapi?

"Kenapa? Mas menolak? Mas tidak ingin kita menikah?"tanya Aisya setelah keheningan menyelimuti mereka.

Dion kembali mengusap wajahnya sebelum memaku pandang pada Aisya, "Bukan. Bukan begitu maksud Mas sayang."

"Lalu?"Aisya menyandarkan diri pada dinding tanpa memperdulikan penampilannya yang sudah acak-acakan.

"Mas ingin kita menikah, hanya saja."Dion terlihat ragu untuk melanjutkan ucapannya. Dion bergerak mendekati Aisya yang masih menatap Dion penuh intimidasi. Aisya tidak akan memaafkan Dion jika alasan pria itu tidak masuk akal.

Dion kembali merangkup wajah Aisya dengan kedua tangannya, "Beri Mas sedikit waktu untuk menjauhkan Misha dari kehidupan kita."

Seketika amarah memenuhi kepala Aisya, jadi alasan Dion menolak dirinya karena Misha? Lagi-lagi perempuan sialan itu. Sebenarnya ada hubungan apa antara Dion dan Misha hingga pria ini begitu melindungi Misha?

Aisya menyentak kedua tangan Dion sambil berdecih sinis hilang sudah keinginannya untuk memperbaiki hubungan mereka. Aisya benar-benar seperti kehilangan minat pada Dion. Sikap pria ini terlalu plin plan menurut Aisya. Dion sangat jelas tahu jika Aisya sangat membenci Misha lalu kenapa wanita itu selalu dijadikan biang masalah diantara mereka. Dion terlalu melindungi wanita itu dan Aisya sangat membencinya.

"Baiklah. Tidak akan ada pernikahan di antara kita. Cih pemikiran bodoh macam apa itu Aisya!"Aisya bermonolog sendiri tentu saja masih terdengar jelas ditelinga Dion.

"Sayang, maksud Mas--"

"Sudahlah. Aku lelah sebaiknya kita sama-sama istirahat. Bukankah pekerjaanmu masih banyak?"Dengus Aisya menatap tajam pada Dion.

Dion mengernyitkan dahinya."Sayang jangan seperti ini.'mohon Dion berniat memeluk Aisya namun dengan cepat Aisya menghindar.

Aisya memungut kembali tas miliknya lalu merapikan penampilannya sebelum kembali menatap Dion, "Aku pikir setelah apa yang kita lakukan tadi akhirnya pemikiran kita bisa sejalan. Tapi--"Aisya tersenyum sedih membuat dada Dion seperti teremas.

"Tapi nyata nya Misha sudah terlalu jauh masuk kedalam hati kamu Mas dan aku benar-benar benci akan hal itu. Hanya saja mulai detik ini aku akan kembali pada rencana awal. Menghancurkan kalian sampai kalian memohon ampun padaku. Selamat malam."

*******

Dion menatap tak percaya ketika salah satu karyawan Wijaya Group menyatakan bahwa hari ini akan datang pemimpin sebenarnya Wijaya Group. Dion sudah pasti sangat tahu siapa pemimpin yang dimaksud itu. Aisya.

Benarkah Aisya melangkah sejauh ini untuk menghancurkan dirinya? Dia salah, dan ia sangat tahu itu tapi ia hanya berniat mengusir Misha dari hidup mereka dengan perlahan-lahan agar wanita itu mengerti tanpa menimbulkan dendam dikemudian hari.

Dion sangat paham jenis wanita penuh obsesi seperti Misha. Bahkan wanita itu masih bisa berlaku jahat setelah kematian kedua orang tuanya. Dan untuk kedepan Dionlah sasaran wanita itu. Misha selalu berkilah ia mencari Dion karena mereka sudah dijodohkan dan ribuan kali Dion sudah menjelaskan tidak pernah ada perjodohan diantara mereka karena sejak awal Dion sudah menolaknya.

Tapi wanita itu tetap keras kepala ingin memiliki Dion tentu saja dengan menghancurkan Aisya dan sampai mati Dion tidak akan membiarkan hal itu terjadi. Dan sekarang ia terlebih dulu harus menghadapi kebencian Aisya padanya.

"Selamat pagi pak Dion."

Dion menatap seseorang yang baru saja memasuki ruangannya, "Selamat pagi."

"Maaf menggangu waktunya pak, tapi saya harus menyampaikan ini."Karyawan yang dikenali Dion sebagai salah satu kepala devisi diperusahaan menyerahkan sebuah map kuning padanya.

Dengan ragu Dion menerimanya lalu membukanya seketika matanya membulat kaget. Demi Tuhan benarkah dirinya sudah dipecat?

"Apa-apaan ini?"Dion melemparkan map itu.

Karyawan itu hanya bisa menundukkan kepalanya, ia juga sebenarnya kaget dengan pemecatan Dion sebagai Direktur Wijaya Group bahkan semua pemegang saham setuju akan hal itu dan yang lebih mengerikan lagi semua itu terjadi dalam kurun waktu kurang dari satu minggu.

Dion memijit kepalanya, ia merasakan panas didalam dadanya ketika tiba-tiba menerima surat pemecatannya sebagai Direktur posisinya benar-benar dilengserkan oleh Aisya. Ia tidak bodoh bahkan jelas tertulis disana jika posisi Direktur Wijaya Group akan digantikan oleh Aisya selaku pewaris tunggal dari keluarga Wijaya.

Dion tersenyum miris ternyata Aisya benar-benar melaksanakan semua ancamannya, Aisya tidak main-main akan hal itu. Baginya tidak masalah jika Aisya mengambil perusahaan ini toh itu memang milik Aisya hanya saja ia takut kekalutan dan sikap buru-buru Aisya malah menggali lubangnya sendiri. Ia takut Aisya tidak mampu bukan karena meremehkan kemampuan Aisya tapi Aisya mengambil perusahaan ini bukan karena murni keinginan gadis itu melainkan untuk membalas sakit hatinya pada Dion.

"Ya Tuhan sayang, kenapa kamu harus sekeras kepala ini?"decak Dion sebelum menghembuskan nafasnya.

"Baik, saya akan terima pemecatan ini tapi saya tetap ingin menempati posisi sebagai wakil Direktur."Setidaknya Dion masih bisa berada disekitar Aisya.

"Maaf pak, atas perintah Ibu Aisya bapak hanya akan menjadi OB atau bapak harus angkat kaki dari perusahaan ini."

Lagi. Dion tersentak kaget, ia akan menjadi OB diperusahaan yang pernah di pimpin olehnya ini.

Ya Tuhan Aisya.

Dion benar-benar merasa kepalanya akan pecah saat ini juga, jika hanya karena sakit hati tidak seharusnya Aisya bermain-main dengan perusahaan sebagai ajang pembalasan dendam. Diperusahaan ini ribuan orang menggantungkan hidupnya terlalu picik jika perusahaan ini dijadikan ajang balas dendam seperti yang Aisya lakukan.

"Keluarlah! Saya akan membicarakan ini dengan adik saya."

Setelah karyawan itu keluar dengan cepat Dion meraih ponselnya. Dion ingin sekali mengumpat ketika tahu bahwa Aisya telah memblokir nomornya.

"Sayang."

Dion hanya bisa menghela nafas, sekarang semua benar-benar rumit belum sempat ia mengusir Misha dalam hidupnya sekarang ia harus kehilangan Aisya, wanita yang dicintainya.

Dion menangkup kepala diatas meja, ingin sekali rasanya ia mengadu pada Umi dan Abinya, jika saja kedua orang tuanya itu masih berada didekatnya Dion yakin saat ini ia sedang menikmati sentuhan lembut Uminya dikepalanya dan juga pelukan hangat Abinya yang kembali akan membuat dirinya bersemangat.

"Abi.. Umi.. Abang harus bagaimana sekarang?"lirih Dion masih menyembunyikan wajahnya diatas meja.

"Abang kangen kalian. Benar-benar kangen bi."

Dion memejamkan matanya erat, bayangan kebersamaan bersama keluarganya dulu kembali terputar, rasa sesak dan sakit menumpuk di dadanya ketika menyadari bahwa semua itu tidak akan pernah kembali terulang.

Dion bergumam pelan sebelum menegakkan kembali kepalanya, jika ia lemah maka semuanya akan hancur, dirinya Aisya bahkan cinta mereka.
"Damai disana Bi, Mi. Abang janji tidak akan menyerah pada Aisya. Karena Abang benar-benar mencintai Aisya sepenuh hati Abang. Mohon restu dan doa kalian untuk kami."

********

First LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang