FL-42

1.2K 153 12
                                    


"Hai Ais."

Aisya mematung, kakinya terasa berat untuk melangkah menuju meja makan dimana disana ada Dion dan Misha, setan kecil bagaimana bisa wanita itu ada dirumahnya?

"Sayang kemarilah!"Dion menjulurkan tangannya pada Aisya ketika ia berada tepat disamping kekasihnya.

Aisya bahkan tidak sadar sejak kapan Dion sudah berada disisinya."Kenapa dia disini?"tanya Aisya tanpa mengalihkan pandangannya dari Misha.

Misha terlihat salah tingkah ketika mendapati tatapan dingin dari Aisya, "Aku hanya ingin mengunjungi kalian apa itu salah?"

"Salah. Tentu saja salah!"Jerit Aisya dengan pandangannya semakin tajam pada Misha.

"Hei sayang, tenanglah semua bisa kita bicarakan baik-baik."Dion mengusap lembut bahu kekasihnya.

Aisya memejamkan matanya, bahkan sebelum kematian orang tuanya ia sudah sangat membenci gadis itu apalagi setelah kepergian orang tuanya untuk selama-lamanya. Meskipun semua bukan salah Misha tapi tetap saja semua berhubungan dengan gadis itu.

Dan Aisya sangat membencinya. Sangat.

"Bisakah kau enyah dari hadapanku?"pinta Aisya tanpa mengurangi tatapan bencinya pada Misha.

Dion melirik Misha tepat ketika Aisya juga menatap Dion seolah meminta pendapat pria itu dan ketika melihat Dion mengangguk dengan cepat Misha minggat dari ruangan itu.

Dion mengecup pelan kepala Aisya, "Ayok kita sarapan sayang!"ajak Dion sambil menuntun Aisya menuju meja makan.

Aisya masih diam, dia masih tidak habis fikir kenapa ketika ia sudah belajar mengikhlaskan kepergian orang tuanya tepat disaat itu orang yang berhubungan dengan kematian orang tuanya muncul.

Aisya tidak sepenuhnya bisa menyalahkan Misha toh memang sudah takdir orang tuanya untuk pergi ke alam baka tapi tetap saja jika difikir kembali andai saja waktu itu dirinya bisa menahan kepergian orang tuanya yang ingin mengantar Misha mungkin orang tuanya masih disini saat ini. Andai saja Misha tidak terlalu manja memperlihatkan kerapuhannya mungkin orang tuanya tidak akan iba hingga memilih mengantarnya kesana. Orang tua Misha yang sekarat kenapa orang tuanya yang meninggal?

Ya Tuhan, maafkan aku.

Aisya segera mengusap wajahnya ketika fikirannya mulai melantur entah kemana-mana, ia sudah berjanji akan belajar ikhlas demi kedamaian orang tuanya dan juga ketentraman hatinya.

"Kamu baik-baik saja sayang?"

Aisya menjauhkan tangannya dari wajah kini matanya beralih sepenuhnya pada Dion. "Kenapa Mas ijinin dia masuk kerumah ini?"tanya Aisya dengan wajah datarnya.

Ia sudah katakan ia sedang belajar ikhlas jadi tolong jangan paksa dia menerima semuanya dengan mudah. Ini berat sungguh sangat berat untuk Aisya.

Dion diam ia menatap lekat wajah kekasihnya, rasanya baru kemarin wajah ceria itu kembali dilihat oleh Dion dan pagi ini wajah murung tanpa ekspresi kembali menyambutnya dan semua karena siapa? Dirinya?

Dion merasa serba salah disini, disatu sisi ia ingin Aisya bahagia tapi di sisi lain ia tidak mungkin mengusir Misha yang datang jauh-jauh untuk mengunjungi mereka. Dan yang lebih parah lagi Misha ingin tinggal disini bersama dirinya dan Aisya.

Bagaimana Dion akan menolaknya? Atau bagaimana caranya ia menyampaikan berita itu pada Aisya jika melihat keberadaan Misha saja Aisya sudah seperti ini apalagi jika ia sampai tahu bahwa Misha akan tinggal disini bersama mereka.

Demi Tuhan, Dion berada di posisi sulit saat ini.

Aisya menatap datar ekpresi berbeda yang diperlihatkan wajah Dion tanpa pria itu sadari, ayolah sejak kecil Aisya sudah berada disisi Dion bukan hal sulit baginya untuk membaca ekpresi Dion kecuali dulu ketika pria itu menolak mentah-mentah dirinya. Dan sekarang pria itu terlihat gusar seperti ingin mengatakan sesuatu namun urung karena ada pertimbangan lain yang sedang difikirkan pria ini.

First LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang