FL-37

1.4K 168 2
                                    


"Sssttt... Tidurlah Mas disini jagain Ais."

Dion kembali mengusap-usap lembut punggung Aisya yang tidur di dalam pelukannya. Dion menatap sedih kekasihnya, ternyata selama ini Aisya hanya berpura-pura baik-baik saja di hadapannya. Aisya-nya mengalami trauma atau ketakutan tersendiri pada saat ia mengatakan akan pergi.

Mungkin karena gadis ini masih mengingat bagaimana orang tua mereka dulu pamit ke London dan kembali dalam keadaan tidak bernyawa. Maka Aisya takut saat dirinya mengatakan akan keluar kota, dalam fikiran Aisya mungkin terbayang jika dirinya juga akan berakhir seperti orang tua mereka meninggalkan Aisya.

Setelah menangis hebat di meja makan sambil meracau tak jelas sampai saat ini yang hampir tengah malam Aisya sama sekali tidak ingin lepas dari Dion, bahkan Dion harus memangku Aisya ketika menerima telfon dari sekretarisnya perihal keberangkatan besok yang terpaksa di batalkan olehnya.

Dion menyerahkan tanggung jawab itu sepenuhnya pada Leo benar di jadwal dirinya akan berangkat bersama Leo karena memang tender ini ia kerjakan bersama Leo yang mewakili perusahaan GL Group milik keluarganya.

Setelah itu ia mengajak Aisya untuk istirahat dan lagi-lagi Aisya tidak ingin lepas darinya hingga akhrinya mereka sama-sama berbaring diatas ranjang Aisya lebih tepatnya Dion menjaga Aisya yang terlihat begitu gelisah di dalam tidurnya. Gadis itu bisa menangis tiba-tiba dengan mata terpejam atau bergerak gelisah sambil bergumam jangan pergi jangan tinggalin Ais begitu seterusnya dan ketika Dion menyentuh punggung atau mengecup pelipisnya sambil mengucapkan kata-kata menenangkan Aisya kembali tertidur meskipun akan kembali mengulang kegelisahannya.

Dion menatap miris kekasihnya, ia fikir selama ini Aisyanya mulai ikhlas melepaskan kepergian orang tua mereka meskipun masih menangis di malam harinya Dion fikir itu wajar mungkin karena Aisya belum terbiasa tanpa kehadiran orang tua mereka. Ia benar-benar merasa lega ketika melihat Aisya tersenyum bahkan tertawa bersamanya namun siapa tahu di balik tawa itu Aisya menyimpan kesakitannya sendiri.

"Kenapa kamu harus berpura-pura baik-baik saja sayang heum?"Dion bergumam sambil mengusap pipi Aisya.

Matanya bergerak menelusuri wajah cantik kekasihnya sebelah tangannya yang di jadikan bantal untuk Aisya berbaring ikut mengusap punggung Aisya, ia hanya ingin memberi kenyamanan pada gadis-nya ini.

Cup.

Dion mengecup pipi Aisya, "Mas janji sampai kapanpun jika Tuhan mengizinkan Mas akan selalu bersama Aisya. Nggak akan Mas biarin Aisya sendirian."Janji Dion tanpa melepaskan pandangannya dari wajah Aisya.

Aisya-nya yang cantik kenapa harus menderita seperti ini? Jika bisa, Dion sangat ingin memindahkan semua kesakitan Aisya padanya. Biarlah dirinya yang menahan semua itu tapi tidak dengan Aisya, ia hanya ingin melihat gadis itu kembali ceria dan keras kepala seperti biasanya bukan lemah dan tidak berdaya seperti saat ini.

Dion kembali mengusap pipi Aisya."Cepat sehat sayangku, kebahagiaan sedang menanti kita."bisiknya sebelum membenamkan kecupan hangat di pipi Aisya.

Dion masih membelai punggung Aisya sebelum memejamkan mata mengikuti Aisya ke alam mimpi, dan disana di alam mimpi ia berharap untuk kembali berjumpa dengan ke dua orang tuanya.

"Umi.. Abi.. Abang rindu."

******

Aisya mengerjapkan matanya, ia merasa silau karena cahaya matahari yang masuk melalui jendela kamarnya. Pasti Dion yang membuka jendelanya. Bathin Aisya.

Aisya merenggangkan otot-ototnya sebelum bangun dan ingin beranjak ke kamar mandi. Melirik sekilas jam di meja dekat ranjang rupanya sudah hampir jam 10 pagi dan ia tidak heran kenapa ia tinggal sendirian tanpa Dion, pria itu pasti sudah ke kantor.

Aisya beranjak ke kamar mandi membersihkan diri sebelum kembali ke kamar hanya dengan lilitan handuk di tubuhnya. Aisya bersenandung pelan dengan rambut di ikat berantakan semakin menambah keseksian gadis itu.

Aisya terlihat lebih baik pagi ini, ia sudah tersenyum bahkan bernyanyi pelan sambil memilih pakaian yang akan di kenakan olehnya. Aisya berfikir sejenak sampai akhirnya ia mengambil dress selutut berbahan sifon berwarna biru muda untuk di kenakan oleh nya.

Setelah berpakaian Aisya beralih menyisir rambut panjangnya di akhiri dengan sedikit polesan make-up di wajahnya. Aisya memulas lipstik berwarna pink untuk memudarkan sedikit raut pucat bibirnya.

Perfect.

Aisya tampil cantik dengan balutan dress dan polesan make up sederhananya.

Aisya melangkah menuruni tangga menuju dapur, ia sedikit menyesal pagi ini ia melewatkan tugasnya menyiapkan sarapan untuk Dion. Entah apa yang dimakan pria itu pagi ini jangan sampai Dion ke kantor dengan perut kosong.

Aisya sangat menjaga pola makan Dion, pria itu jika sudah bekerja memang lupa segalanya termasuk asupan gizi untuk dirinya sendiri hingga Aisya lah yang harus menjaga agar pria itu tetap prima. Meskipun kadang Aisya sempat kesal karena Dion sering mengabaikan peringatannya untuk tetap menjaga pola makan sehat.

Aisya berjalan santai menuju dapur perutnya mulai terasa lapar jelas saja hari hampir siang bagaimana ia tidak lapar ditambah ia melewati sarapan pagi dan juga semalam ia tidak menghabiskan jatah makan malamnya.

Aisya kembali bersenandung saat memasuki dapur, ia melangkah mendekati kulkas membukanya lalu meneliti bahan-bahan makanan di dalam rak. Aisya berfikir sejenak akan memasak apa untuk menu makan siang hari ini dengan melihat bahan-bahan di dalam kulkas ia memutuskan untuk membuat sop daging sebagai menu utama dan cah kangkung untuk sayurannya terlepas dari kentang dan wortel yang akan ditambah ke dalam sop sebagai pendamping daging.

Aisya segera mengambil bahan-bahan untuk memasaknya, Aisya memakai apron biru bergambar doraemon kucing tanpa tangan kesayangan almarhumah Uminya. Aisya mengusap lembut apron yang sudah melekat ditubuhnya.

"Ais kangen.."bisiknya dengan suara mulai parau.

Aisya tidak bisa menahan airmatanya ketika bayangan Uminya semasa hidup yang lebih suka memilih menghabiskan waktu di dapur menyiapkan makanan-makanan lezat untuk mereka. Aisya masih ingat dengan jelas bagaimana Uminya akan merajuk ketika jiwa keisengan Abinya muncul.

Abi akan mengganggu Uminya sampai Uminya akan berteriak kesal lalu merajuk pada Abi. Setelah melihat Umi merajuk Abinya semakin bertambah semangat menggoda hingga akhirnya sang Umi memukul-mukul badan Abinya lalu mereka akan tertawa, berpelukan dan bermesraan di dapur bahkan sampai tidak menghiraukan dirinya dan Dion.

"Bisa nggak sih mesraannya nanti aja, Ais sama Abang lapar Mi."rajuk Aisya sambil menatap sebal pasangan romantis itu.

Dion hanya diam sambil menggelengkan kepalanya tidak mau ikut-ikutan bertingkah seperti adik dan orang tuanya.

Abi mendengus, "Sirik aja ini cewek cantik."

Aisya semakin merengut sedangkan Umi dan Abi terkekeh geli, "Sabar tuan Putri sebentar lagi makan malam akan siap."

Sampai akhirnya keluarga bahagia itu tertawa bersama saling menggoda sambil menunggu sang Nyonya memasak hingga berakhir makan malam bersama dan sekarang Aisya menyadari satu hal bahwa canda tawa itu tidak akan pernah terjadi lagi.

Tidak akan.

Aisya menangis tergugu sambil memeluk erat apron yang masih meninggalkan jejak harus khas Uminya. "Ais kangen, Ais rindu Mi."

Tubuh Aisya semakin bergetar seiring airmatanya semakin deras, sampai tubuhnya limbung nyaris terjerembab ke lantai tepat ketika sebuah lengan kekar memeluknya.

"Jangan pernah menangis sendiri seperti ini Aisya."peringatnya sambil mengeratkan rengkuhannya pada tubuh lemah Aisya.

Kecupan lembut bisa Aisya rasakan di pelipisnya seiring dengan gumaman yang mampu menentramkan kesakitan di jiwa Aisya.

"Jangan buat Mas merasa tidak berguna ketika melihat kamu menahan kesakitan sendirian Aisya. Jangan! Jangan pernah seperti ini lagi."

********

First LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang