13: Back

699 125 16
                                    

Entah apa yang membuat Valerie seakan berhalusinasi, namun gadis itu mendengar suara alas kaki menginjak rerumputan di belakangnya.

Gadis itu sudah terlampau sedihㅡ dan agak mengantuk untuk menoleh. Tahu-tahu saja dua buah lengan berhasil merengkuh dan melingkar di tubuhnya.

Valerie seakan tercekat. Bukan karena sepasang lengan yang kini mengitari lehernya, namun karna wangi cologne familiar yang menyergap hidungnya.

"Valerie..."

Lelaki kesukaannya telah datang. Haruskah Valerie senang atau haruskah Valerie sedih?

"Kok kamu bisa tau..?"

Alih-alih menjawab, Adrian malah menempelkan pipinya ke rambut panjang Valerie. "Kalau tau kamu gak akan nolak kalau dipeluk, udah aku peluk dari dulu,"

Valerie menggigit bibir bawahnya. "Lepasin,"

"Telat," sahut Adrian lembut.

Valerie rasanya ingin meledak saat itu juga. Adrian tidak pernah berubah, dan ia tahu tidak akan pernah berubah.

Gadis itu menyandarkan kepalanya ke dada bidang Adrian yang terletak tepat di belakang kepalanya. Salah satu tangan Adrian membelai lembut helaian rambut Valerie sambil terus memeluknya.

"Valerie, aku gak pernah ninggalin kamu," tutur Adrian pelan. Matanya terpejam akibat semilir angin sejuk. "Aku gak pernah ninggalin kamu."

Setetes butir air jatuh dari peluk mata Valerie. Bersyukur gadis itu bisa membendung butiran-butiran lain agar tidak jatuh ke pipinya.

Valerie menempelkan pipinya dengan lengan Adrian yang melingkar di lehernya. Sementara itu, tangan Adrian turun mengusap pelipis dan kening Valerie dengan hati-hati.

"Kamu gak papa?" Adrian ngeliatin wajah Valerie. "Badan kamu anget."

"I miss you," Valerie menolehkan wajahnya hingga maniknya menangkap manik gelap Adrian.

Lelaki itu menghela nafas sambil mengusap surai Valerie.

"Aku mikir apa sampai gak kasih tau kamu alamat rumahku ya, Val?" Adrian menatap Valerie. "Maaf, ya? Should we go home now?"

"Gak mau pulang," Valerie sedikit merengek, sehingga Adrian reflek tertawa kecil.

"Terus?"

"Maunya ke rumah kamu, Ad," sahut Valerie. "Aku mau ke rumah kamu."

*

Kediaman Adrian sudah seperti kastil kecil bagi Valerie. Mata gadis itu dimanjakan dengan ukiran-ukiran klasik di hampir setiap sisi langit-langit, juga furniture-furniture yang elegan.

Gadis itu kini sedang berbaring di sofa panjang berwarna coklat milik Adrian, dengan beberapa keranjang buah-buahan di sisi kiri dan kanannya. Sebelum Adrian pergi ke dapur untuk memasak makanan, lelaki itu menyetelkan sebuah film kartun di televisi.

Valerie mendesah panjang. "Ad, aku ini gak sesakit yang kamu bayangin, loh."

"Makan aja, biar kamu sehat," sahut Adrian dari dapur. "Pasien sehat tapi dokternya sakit. Aneh."

Valerie mendelik kesal, lalu mengambil sebuah anggur dan memasukannya ke dalam mulutnya.

Tak lama setelah itu, Adrian datang dengan sebuah mangkuk besar berisi salad buah. Valerie kembali menghela nafas saat melihat hasil masakan Adrian selama lebih dari setengah jam.

"Ad, di rumah kamu gak ada makanan lain selain buah, ya?" selidik Valerie. Gadis itu masih sibuk mengunyah potongan buah semangka.

"Aku seringnya makan buah," sahut Adrian sambil duduk di sebelah Valerie. "Emang kenapa? Kan sehat."

"Iya, sih...tapi kalau gak ada variasi mah, gak akan ngaruh," ujar Valerie. "Kapan-kapan aku temenin kamu belanja buat isi kulkas kamu."

Adrian tersenyum, lalu mengusak surai Valerie dan mengacaknya dengan perlahan.

"Valerie, I'm sorry," gumamnya pelan.

Valerie memberhentikan kegiatan mengunyah buah-buahan di dalam mulutnya untuk sesaat, lalu kembali mengunyahnya dan menelannya.

"Jangan minta maaf terus," sanggah Valerie. "Lebih baik kamu cerita, sebenernya kamu ke mana? Waktu itu, aku sempet nelpon Adnan, tapi dia bilang kamu udah jarang pulang ke rumah orangtua kamu."

Adrian menarik nafas panjang.

"Aku mau ajak kamu liburan, Val," jawab Adrian terang-terangan.

Valerie menaruh mangkuk salad di sebelahnya, lalu sedikit menggeser tubuhnya agar berada tepat di sebelah tubuh Adrian.

"Kerjaanku di kantor lumayan numpuk. Sedangkan aku mau ajak kamu liburan bareng waktu musim panas udah dateng," Adrian berhenti sebentar. "Aku gak bisa fokus kerjain semua assignment di kantor. Akhirnya aku bawa pulang, dan aku kerjain di sini. Aku gak keluar rumah sampai sekitar 6 harian."

Valerie menghela nafas, lalu menyandarkan kepalanya di lengan Adrian. "Apa susahnya bilang? Seenggaknya, sama Adnan. Aku kira kamu pergi."

Lelaki di sebelah Valerie lantas mengusap kepala Valerie setelah menyadari adanya perubahan nada bicara dari gadis tersebut. "Valerie, udah aku bilang. Aku gak pernah pergi. Aku gak pernah ninggalin kamu."

Hening. Valerie hanya sibuk memperhatikan langit-langit rumah Adrian, sedangkan lelaki yang menjadi tumpuan kepalanya saat ini sibuk mengusap dan merapikan tatanan rambut Valerie.

"Jadi," Valerie mengangkat kepalanya secara mendadak. "Kamu mau ajak aku liburan ke mana?"

Adrian tersenyum jahil. "Makan bubur ajalah, bubur buatan Mang Adrian."

"Ih, serius!"

Kekehan renyah terdengar dari mulut Adrian. "Kamu maunya kemana, hmm,"

Valerie tersenyum jahil. "London? Paris? Dubai?"

Adrian mengangguk semangat. "Boleh-boleh. London, Paris, Dubai, terus kemana lagi?"

Valerie membelalakkan matanya. "E-eh. Engga, engga. Aku bercanda aja barusan."

"Kok bercanda?" Adrian mengerutkan keningnya. "Gak apa-apa. Aku punya waktu luang buat liburan, semua kerjaanku udah selesai."

"Iya, tapi enggak dengan aku, Ad.." Valerie cemberut. "Waktu cuti liburan aku gak akan sepadan sama waktu cuti kamu,"

"Emang berapa hari?" tanya Adrian.

"Mhm. Palingan 4 hari," sahut Valerie.

Adrian menghela nafasnya, lalu mengusap pipi Valerie. "Gak apa. Nanti aku yang ngomong sama bos kamu."




"...e-eh?"







trauma | sinbTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang