flashback.
"Eh- seriusan? Lo sejak kapan rencana mau baliiiik?" Safiya menjauhkan telpon dari telinga, lalu berbisik kepada Valerie dan Vinka. "Val, Vin, gue mau telponan dulu ya? Temen lama nih, kangen."
Setelah melambaikan tangan kepada Valerie dan Vinka yang masih duduk di lobby, Safiya berjalan menjauh dari kedua temannya sambil terus memegangi sebuah telepon genggam dan menempelkannya di telinganya.
"Ah gila lah," kata Safiya sambil tertawa. "Gue kira lo gak akan balik ke sini, Al. Secara London gituuuuu, London!"
"Hahaha, alay lo," sahut sebuah suara dari seberang telepon. "Orang tua gue mau promosi design nih, sekalian aja gue ikut soalnya gue juga kangen temen-temen di sana."
Safiya berjalan menuju halaman belakang rumah sakit. Satu tangannya yang bebas ia silangkan di atas perutnya akibat rasa lapar yang melandanya. Gadis itu baru kembali berbicara kepada gadis bernama Allura di seberang telepon setelah mendaratkan bokongnya di sebuah tempat duduk.
"Hmm? Iya, iya. Gue habis pindah, tadi masih di lobby," kata Safiya. "Anyway, kapan lo mau ke sininya?"
"Kayaknya sih, gak jauh-jauh dari Juli pekan akhir," sahut Allura dari seberang.
Safiya menggumam. "Hmm. Yaudah, kabarin gue coba ya kalo lo udah di sini."
"Santai," ujar Allura. "Sumpah Fi, gue kangen banget sama temen-temen di sana. Di sini enggak ada bubur, gak ada ketoprak, susah banget nyari menu makan yang sehat."
Safiya terkekeh, lalu menggumam untuk sedikit menggoda temannya. "Serius, nih? Kangen gue apa kangen doi?"
Kemudian, suasana panggilan mendadak hening karna Allura yang mendadak bungkam. Safiya masih setia menunggu suara Allura dari seberang-- mungkin gadis itu sedang mengambil sesuatu.
"Sebenernya sih," kata Allura, suaranya mendadak turun. "Gue kangen sama seseorang selain temen-temen SMA di sana. Tapi dia bukan siapa-siapa gue lagi."
"Gue dengerin," kata Safiya-- secara tidak langsung menyuruh Allura untuk melanjutkan kalimatnya.
"I have an ex boyfriend," ujar Allura, memulai ceritanya. "Tapi kita putus di bandara waktu gue mau pergi kuliah ke luar negeri. I ditched him."
"What the... heck, Allura?"
"Gue nyuruh dia nyari cewek lain karna gue tau gue gak akan sebentar di luar negeri," sahut Allura. "Mungkin keliatannya emang ringan banget bagi gue buat lepasin dia, but you should believe gue gak berenti nangis selama 2 hari waktu sampe di Paris."
"Gue masih sayang sama dia, Fi," Allura menghela nafas. "And I know he still does, too."
"Mama sama Papa gue tau soal ini since, dulu dia emang udah deket banget sama keluarga gue, dan gue udah deket banget sama keluarga dia," Allura kembali melanjutkan. "As for what I have planned before, I want to get back to him."
Safiya mengerjap bingung. "Kerjaan lo? Lo juga ambil kuliah lagi kan di London. Gak usah bego, Allura,"
"Thus," Safiya menghela nafas. "Lo gak tau kan gimana keadaan mantan lo itu sekarang. Apa dia udah punya yang lain atau belum. Lo bilang lo nyuruh dia nyari cewek lain pas lo pergi, lo gak mikir betapa kecewanya dia karna lo mutusin dia gitu aja?"
Terdengar sebuah isakan yang keluar dari bibir tipis Allura. Lalu ada suara gemertak akibat Allura yang menaruh ponselnya di atas meja.
"Hopefully, Fi," bisik Allura. "Hopefully, dia belum punya yang lain."
"Lo gak bisa ngandalin harapan lo gitu aj--"
"Kalo seandainya kita emang masih bisa balik jadi sesuatu yang utuh, like we used to be before, Mama sama Papa pasti ngerti dan mereka pasti mau ngurusin kuliah dan karir gue," potong Allura, final.
Safiya termenung sebentar, lalu kembali menghela nafas. Jauh di lubuk hatinya, gadis itu merasa iba terhadap keadaan sahabatnya.
"Terserah lo aja," kata Safiya pada akhirnya. "Lo tau, kadang hal-hal gak selalu berjalan sesuai dengan yang lo harapkan. Mungkin aja mantan lo itu emang belum punya cewek lain but I beg you, please. Kalo kenyataan ternyata gak sesuai dengan apa yang lo mau, jangan nyalahin pihak manapun."
Allura tidak menjawab dikarenakan masih sibuk berkutat dengan pikiran dan air matanya yang terus menerus mengalir membasahi pipi putihnya.
"Lagian ya," tambah Safiya. Nada bicaranya kini kembali normal. "Cari kerjaan tuh susah, tau gak? Jangan sampe lo pindah sini terus jadi pengangguran, terus mohon-mohon buat tinggal di rumah gue."
Allura terkekeh. "Ngegembel aja gue ntar."
Safiya tersenyum. Gadis itu kemudian mengedarkannya ke sekitar taman. Beberapa pasien yang dirawat sedang berdiam diri di bawah matahari pagi yang hangat.
"Btw, nama mantan lo itu siapa, deh?"
"Kenapa emang? Gak akan kenal juga kan lo,"
"Yeeee, yaudah si!"
"Hahaha," Allura tertawa tipis, lalu menggumam sebelum menjawab. "Adrian, Fi. Namanya Adrian."
\
Adrian?
Seketika pikiran Safiya melambung membayangkan sosok Adrian yang seringkali meminjam Valerie di sela-sela jam kerjanya. Sosok lelaki yang membuat hidup rekan kerjanya terasa lebih berwarna.
"Halo? Fi? Safiya?"
"..oh? I-iya. Gue masih di sini, Al."
Tubuh Safiya mendadak kaku di tempat. Bayangan akan Adrian adalah sosok yang baru saja diceritakan Allura membuat Safiya berkeringat dingin. Oh lihatlah, bahkan reaksi gadis tersebut yang bisa dibilang bukanlah orang spesial bagi Adrian saja sudah sebegini hebatnya.
"Lo kenapa, sih?" Allura terkekeh.
"Engga, engga," Safiya menggumam pelan. "Tadi gue tiba-tiba keinget sama pacar rekan kerja gue. Namanya sama, soalnya."
"Tapi gak mungkin sama orang lah," kata Safiya. "Dunia kan luas."
"Dunia gak seluas yang lo pikirkan," ujar Allura cepat.
Safiya tertegun. Lalu Allura terkekeh.
"Gak mungkin koook. Sempit amat dunia kalo Adrian yang lo kenal sama dengan Adrian mantan pacar gue? Lagian yang gue tau si Ian susah bersosialisasi, apalagi kalo beda tempat kerja," kata Allura.
Kalimat yang barusan dilontarkan oleh Allura ajaibnya membuat Safiya bisa lebih tenang walaupun sedikit. Bagaimana Allura menyebut Ian daripada Ad-- panggilan yang sering diucapkan oleh Valerie kepada Adrian. Adrian yang ia kenal. Adrian yang ia dan Valerie kenal.
Mungkin kedua orang yang Allura dan ia maksud memang orang yang berbeda.
"Baguslah," Safiya mengangguk. "Gila aja gak sih kalo ternyata orangnya sama. Tar lo ngerebut pacar temen gue, dong."
"Hahaha, sialan lo!"

KAMU SEDANG MEMBACA
trauma | sinb
Historia CortaSemua orang punya trauma, atau seenggaknya-- pernah punya trauma. Tapi kenapa, trauma punyanya Valerie harus trauma sama kebahagiaan? coralpetals, 2018. Highest rank on shortstory : # 64 ~ 180626