10: Vague

748 137 12
                                    

Safiya kembali mendesah pelan. "Val... lo kenapa?"


Valerie masih menenggelamkan wajahnya di antara kedua lengannya yang dilepat. Gadis itu bergerak tidak nyaman. "Gak papa Fi.. gue cuman agak pusing aja."


Tangan Safiya bergerak memijit pundak dan tengkuk Valerie dengan telaten. Waktu menunjukkan pukul 8 malam. Sebagian besar dokter yang praktek telah meninggalkan gedung rumah sakit. kecuali Safiya, Valerie, dan beberapa dokter senior lain.


Valerie tidak berbohong ketika ia mengatakan bahwa ia hanya sedikit pusing. Gadis itu tidak bersemangat sejak tadi siang, bahkan meminta Fatya menggantikannya untuk sebuah jadwal operasi.


Namun penyebab utama dari semuanya adalah hilangnya Adrian semenjak lelaki itu meneleponnya lewat telepon kantor.


Mungkin sekitar 2 atau 3 hari yang lalu. Entah karena Valerie sudah terbiasa akan kehadiran Adrian di hari-harinya yang melelahkan, atau karena gadis tersebut terlalu berharap Adrian akan selalu ada.


Gadis itu hanya takut untuk ditinggal. Valerie phobia kesepian. Valerie phobia ditinggalkan.


Apakah lelaki itu memang benar hanya mampir ke kehidupannya untuk sesaat saja? Adrian hanya sempat memberi Valerie beberapa tumpangan, nomor telepon, dan sebungkus bubur ayam. Itu semua tidak akan pernah sebanding jika pada akhirnya Adrian memutuskan untuk menghilang begitu saja.


Valerie sendiri tidak mengerti mengapa dirinya menjadi cukup bodoh untuk memikirkan hal sepele seperti ini.


Dirinya bahkan tidak memiliki hubungan apa-apa dengan Adrian.


"Val, jujur," ujar Safiya kemudian-- masih sambil memijit. "Lo uring-uringan karna Adrian, ya?"

Valerie menggumam samar, lalu menghela nafas.


"Lo suka sama Adrian, Val?" tanya Safiya lagi. Pertanyaan milik gadis tersebut tidak dibenarkan maupun dibantah oleh Valerie. Gadis itu seperti sudah ketiduran.


"Dasar.." Safiya tersenyum maklum. "Namanya juga pekerja kantoran. Sibuk, Val.. lo harus ngerti. Kalau Ad suka juga sama lo, nanti dia bakal dateng lagi, kok."


Valerie hanya mendesah, kemudian pelan-pelan mengangkat kepalanya yang masih terasa pening. Pijatan Safiya hanya membantu menghilangkan nyeri di sekitar pundak.


"Mau gue telponin Ben?" Safiya meraih ponselnya, sementara Valerie mengangguk. Hanya Ben satu-satunya teman mereka yang merupakan tetangga dekat Valerie.


"Gue mau periksa pasien rawat inap dulu," Valerie berdiri dengan hati-hati sambil berpegangan pada kenop pintu ruangannya. "Kalau Ben udah dateng, tolong bilang tungguin."


*


Valerie menyandarkan kepalanya ke jok mobil milik Ben. Gadis tersebut memijat keningnya menggunakan jemarinya yang mungil, sambil menunggu Ben menyalakan mesin dan melajukan mobilnya.


Namun nihil, lelaki di sebelahnya ini hanya memperhatikan Valerie.


"Ben.. cepetan maju gue udah pusing banget.." Valerie mengeluh. Alih-alih menyalakan mesin, Ben mendekati tubuh Valerie dan memasangkan sabuk pengaman. Lalu menyentuh kening Valerie.


"Lo demam Val," ujar Ben. "Besok gak usah kerja."


Ben mengemudikan mobilnya membelah jalanan kota yang ramai. Banyak sekali titik kemacetan apalagi saat malam datang. Mobilnya sulit untuk bergerak dengan leluasa. Untungnya, Valerie sudah tertidur daritadi.


"Valerie, kenapa dengan mikirin lelaki itu bisa bikin lo ngedrop?" Ben seakan bermonolog karena Valerie terlihat terlelap dengan tidak nyaman. "Apa segitu trauma itukah lo? Trauma untuk ditinggal?"


Valerie menggeliat pelan, namun tidak bersuara.


"Dari SMA sampai kerja sekarang.. ternyata lo masih aja konyol,"


"Kenapa lo bisa segampang itu terima orang baru dan ngegambar sosok itu di hati lo like- dalam kecepatan cahaya?" Ben menarik rem tangan di belakang lampu merah. "Apa lo gak mikir dia bisa aja cuman mampir di kehidupan lo, seakan-akan kalian itu cuman tabrakan?"



"Ben,"


Sebuah suara yang berasal tepat dari sampingnya membuat Ben berhenti bermonolog.


Ben menggenggam setirnya kuat, lalu menoleh ke arah Valerie yang sudah daritadi mengangkat dagunya-- menatap manik Ben dengan lekat.


"Kalo lo jemput gue cuman mau nyalahin gue yang suka sama Adrian," Valerie berbicara dengan suara yang serak. "Lebih baik lo turunin gue sekarang."


*


makin drama bye

trauma | sinbTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang