Valerie berdecak sambil memperhatikan seorang gadis yang tengah sibuk berkutat dengan sesuatu di tengah kamar Adrian.
Bagaimana bisa lelaki itu tega menyuruh adiknya sendiri datang ke rumahnya, hanya untuk membersihkan rumahnya? Ampun, Adrian, ampun, deh.
"Adnan," Valerie berjalan memasuki kamar Adrian. "Kamu ini kenapa nurut banget, sih? Daripada beresin rumah Ad mendingan kamu istirahat di rumah,"
Adnan mengangkat bahunya, masih sambil menyelipkan vacuum cleaner ke kolong ranjang Adrian. "Gak papa Kak Vale. Aku juga gak ada kerjaan di rumah, Bunda lagi kerja soalnya."
Valerie duduk di tepian ranjang Adrian yang telah rapi dibereskan, sambil memperhatikan Adnan bekerja. "Emangnya Papa kamu ke mana?"
Gadis belia di hadapan Valerie kemudian tertegun sejenak. Mesin vacuum cleaner masih menyala, sehingga Valerie memutuskan untuk mengambil alih pekerjaan Adnan selagi gadis itu melamun.
"Papa udah pergi Kak," katanya pelan. "Ke langit."
Kali ini, giliran Valerie yang diam tepat setelah Adnan menjawab pertanyaannya. Namun gadis itu buru-buru mematikan mesin vacuum cleaner, lalu menatap Adnan dengan sendu, namun dihiasi senyum menenangkan.
"Adnan, yang tabah, ya?" Valerie mengusap surai hitam Adnan.
"Aku kadang sedih Kak," Adnan duduk di ranjang Adrian. "Tapi Papa sendiri yang bilang sebelum pergi. Adnan, Kak Ian sama Mama gak boleh sedih terlalu sering sedih. Gitu katanya."
Valerie menghela nafas, masih sambil berdiri dan memegang pegangan pembersih debu. Satu tangannya terulur untuk menepuk pundak Adnan-- memberi sedikit kekuatan pada gadis muda tersebut.
"Kamu tau gak, kenapa Papa kamu pergi ninggalin kamu dan Kak Ian duluan? Karna Tuhan rasa Papa kamu udah banyak bekerja keras di dunia ini," Valerie berjongkok. "Tuhan maunya Papanya kamu ngawasin Adnan, Mama Adnan sama Kak Ian aja dari atas."
Air mata Adnan mulai turun, namun Valerie masih tersenyum. "Kamu harus kuat, bener kata Papa, jangan sedih terlalu sering. Kak Vale juga tau rasanya, jadi kita bisa sama-sama saling menguatkan. Ya?"
Adnan mengangkat dagunya, lalu menatap mata Valerie. "Kak Vale...?"
Pertanyaan Adnan yang tidak tuntas sudah lebih dulu dianggukan oleh Valerie.
Gadis itu menepuk pundak Adnan, lalu kembali melanjutkan kegiatannya membersihkan kamar Adrian yang penuh debu. Mungkin karna jarang ditempati, makanya banyak debu, bahkan ada sawang-sawang di pojok langit-langit kamar.
*
Sambil menggosok rambutnya yang sudah setengah kering, Adrian berjalan ke arah kulkas untuk mengambil segelas air putih dingin.
Matanya terhenti pada sosok perempuan yang tengah duduk di kursi rumahnya. Telunjuk dan jempol gadis itu memegang erat sebuah botol kecil transparan.

KAMU SEDANG MEMBACA
trauma | sinb
NouvellesSemua orang punya trauma, atau seenggaknya-- pernah punya trauma. Tapi kenapa, trauma punyanya Valerie harus trauma sama kebahagiaan? coralpetals, 2018. Highest rank on shortstory : # 64 ~ 180626