16: A Day With Vinka

656 118 11
                                        

Seorang gadis yang familiar membuka pintu toko. Bel di atas pintu berdering hingga Valerie mengalihkan pandangannya dari laptopnya.

Perempuan yang tidak begitu akrab dengannya, namun Valerie tidak bisa dibilang tidak mengenal gadis tersebut.

Vinka. Namanya Vinka, Valerie ingat sekali. Dia adalah rekan kerja Adrian yang ia temui di suatu malam saat Valerie akan pulang bersama Adrian.

Gadis itu terlihat kebingungan mencari tempat duduk, karna hampir semua meja terisi oleh pelanggan. Namun, matanya berbinar saat melihat Valerie.

"Valerie!"

Gadis itu melambaikan tangannya, lalu berjalan cepat mendekati meja Valerie. Mungkin takut kursi terakhir di restoran cepat saji itu akan ditempati orang lain.

"Hai Valerie, sendiri aja?" Vinka duduk di depan Valerie, sementara Valerie perlahan menurunkan layar laptopnya.

Valerie tersenyum. "Aku lagi gak ada jadwal praktek ataupun operasi, nih. Jadinya aku ke sini buat refreshing."

Vinka mengangguk, lalu memanggil pramusaji untuk memesan makanan.

"Gimana hubungan kamu sama Ian, Val?" Vinka menopang dagunya sambil menikmati hidangan pembuka. "So far so good ya I think. Ian nyeritain kamu terus tuh di kantor!"

Perempuan di depan Vinka terkekeh. "Hehehe, iya. Baik-baik aja, mudah-mudahan ke depannya juga baik-baik aja."

"Kalo ada apa-apa sama Ian, cerita sama aku aja," Vinka meyakinkan. "Aku udah biasa ngomelin itu anak sampe telinganya panas, asli."

"Hahaha, serius?"

"Iya," Vinka mendesah pelan. "Kamu tau gak sih, waktu dulu dia pernah nyuri ikan di kolam tetangga buat dia jadiin ikan bakar. Padahal itu ikannya ikan hias. Bodoh banget."

Valerie sukses dibuat ngakak dengan cerita Vinka mengenai masa kecil Adrian. Rupanya Adrian bisa juga ya sekonyol itu? Valerie gak pernah berpikiran ke sana.

Berbeda dengan Valerie yang agak kaku, Vinka justru malah menampakkan karakter cerianya di depan Valerie. Gadis itu tak sungkan membahas hal-hal konyol yang membuat Valerie tertawa habis-habisan.

Gadis itu punya kepribadian yang cerah sekali.

"Kamu itu temen akrabnya Ad ya?" Valerie memainkan jarinya di ujung sedotan. "I mean, kamu bener-bener tau banyak soal Ad."

"Engga usah heran, aku sama Ian itu temen dari jaman embrio, Valerie," sahut Vinka. "Aku temenan sama dia dari jaman dia masih disusuin sama si Tante. Ini juga aku gak nyangka aja bisa sekantor lagi sama dia."

Valerie mengangguk sambil tersenyum. Persahabatan yang begitu indah. Sahabat masa kecil Valerie saja sudah tidak tahu di mana.

"Hayo, kamu mikir apa Val?" Vinka mencolek lengan Valerie yang tidak tertutupi lengan baju. "Kamu pikir aku siapanya Ian, coba?"

"..h-hah?"

"Aku ini bukan saingan kamu, oke?" Vinka terkekeh kecil. "Ian mah bukan tipe aku. Dia bener-bener bertingkah bodoh banget kalau di depan sahabat-sahabatnya sendiri. Kalau di depan pacar mungkin- uh. Sedikit pencitraan kali ya?"

Valerie menggumam. "Di depanku juga masih agak agak bodoh, Vinka."

"Aku pernah mikir sih kalau aku bisa aja suka sama sosok Adrian itu- oh, thanks," ujar Vinka, setengah berterima kasih kepada pramusaji yang mengantar makanannya. "Tapi aku tau kita gak cocok, Val. Kita itu aneh banget kalo jadi sepasang kekasih. Bayanginnya aja enek aku mau muntah."

Valerie tersenyum. "Emang kenapa?"

"Ya gitu. Akunya tuh kayak- apa ya? Bisa dibilang social butterfly mungkin ya since, aku emang suka ngacir kemana-mana," jelas Vinka. "Tapi Ian tuh kayak menye-menye dan lebih suka pacaran dengan laptop di ruang kerja."

"Mungkin persis sama kamu, tapi pekerjaan kamu gak terlalu terikat sama laporan-laporan bisnis," tambah Vinka.

Valerie mengangguk setuju. Ia setuju kalau Vinka bisa dikatakan- yah, semacam social butterfly. Terlihat dari cara berpakaian gadis itu, dan bagaimana gadis itu berbicara campuran bahasa asing dengan sangat lancar. Sepertinya Vinka pernah mengambil kuliah di luar negeri.



"Kita harus temenan Val," ujar Vinka kemudian. Gadis itu mengambil bolpoin dari tasnya, lalu menatap mata Valerie.

Valerie mengangguk, lalu segera merobek selembar kertas dari note kecil yang ia selipkan di bawah layar laptop. "Nih, tulis sini, entar aku telpon ya."

Vinka mengambil kertas sobekan itu, lalu menatap Valerie dengan tatapan jahil. "Gak mau di kening aja?"



Valerie mengerjap.

"..Maksud- astaga. Ad!"

trauma | sinbTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang