Special : 2

1.2K 96 4
                                    



"Enggaaaa," Valerie menahan tangan Adrian yang mulai memeriksa kening dan pipinya, lalu diturunkannya tangan suaminya tersebut. "Aku gak sakit." 

"Terus?" 

"Aku.. takut gendut," cicit Valerie, yang malah memancing tawa dari Adrian. Valerie melotot. "Kok ketawa sih?" 

"Emangnya kenapa kalau kamu gendut?" Adrian balik menggenggam tangan Valerie yang menggenggamnya. Senyuman jahil terpasang jelas di wajahnya. "Sekarang juga udah gendut."

"Ad!"

"Ahaha," Adrian mengangkat tangan Valerie yang berada digenggamannya, lalu diciumnya permukaan tangan Valerie dengan lembut. "Gak papa kamu gendut, aku tetep sayang. Aku tetep cinta."

Padahal, faktanya Valerie jauh dari kata gendut yang dibayangkan oleh orang-orang di luar sana. Umur kandungan Valerie sekarang menginjak 4 bulan, namun hanya bagian perutnya saja yang membesarㅡ sisanya tidak.

Hal itu pula yang membuat Adrian bingung; kenapa tiba-tiba Valerie peduli soal penampilannya?

"Sayang, kamu gak boleh tahan-tahan makan. Kasian baby di perut kamu kalau segala makanan kamu tolak," Adrian mengusap kening Valerie. "Aku gak peduli kamu mau gemuk atau kurus, kamu tetep istri aku, dan kamu ngandung anak aku sekarang. Jadi makan, ya?"

Semburat merah muda terlihat samar-samar di pipi Valerie yang agak menggembung karna menahan senyum.

"Mau ya? Mumpung masih anget," Adrian mengambil satu iris martabak, lalu mengarahkannya ke mulut istrinya. "Aaa,"

Satu suapan besar berhasil masuk ke dalam mulut Valerie.

"Mnm, enak," Valerie menjilat bibir bawahnya. "Ini tukang martabak biasa?"

"Aku coba yang deket kantor," Valerie mengangguk-angguk.

Valerie masih menikmati martabak yang tengah ia kunyah, sementara Adrian melonggarkan dasinya dan mencari kotak tisu.

"Kamu udah minta cuti?" tanya Adrian setelah kembali duduk. "Hari ini kamu ke rumah sakit, kan?"

"Mhm, udah," jawab Valerie sekenanya; mendadak murung akibat pertanyaan Adrian.

"Hey.. kok jadi murung?" Adrian terkekeh. "Gak ikhlas?"

Valerie mengerucutkan bibirnya.

"Hahaha, kan ini demi kamu juga, Valerie," ujar Adrian lembut. "Jangan keras kepala, ah."

"Aku kan masih bisa kerja Ad," Valerie kembali berargumen. "Kamu ke aku banyak khawatirnya."

"Kamu terlalu sayang sama pekerjaan kamu tau gak?" Adrian mencubit pipi Valerie, lalu merapatkan posisi badannya. "Sekarang aku tanya, lebih sayang aku sama bayi kita, atau sama rumah sakit?"

Valerie menggumam pelan.

"Tiga-tiga-" belum sempat menuntaskan kalimatnya, bibir Valerie telah lebih dulu menjadi santapan manis bagi Adrian, sekaligus kesempatan bagi lelaki itu untuk memotong kalimat istrinya.

trauma | sinbTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang