19: Exercise

716 120 16
                                    

Itu adalah pagi yang cerah dengan burung-burung yang saling bersahutan. Di bawah langit dan di antara emperan toko-toko kecil, ada sebuah perempuan yang sedang berlari santaiㅡ lengkap dengan sweatpants dan hoodienya.

Valerie masih kesal dengan Safiya karena mendadak pergi dan mengabaikan janji mereka untuk berolahraga bersama. Padahal perempuan itu tahu Valerie tidak suka berolahraga sendirian.

Tau seperti ini, Valerie akan berolahraga sendiri saja di rumah.

Valerie melirik arlojinya. Pukul 9 lewat 12 menit. Itu berarti sudah lebih dari 2 jam ia berkeliling.




Gadis itu akhirnya pulang ke rumah dengan membawa sebotol air mineral.

Valerie mendudukan dirinya di sofa berwarna merah marunㅡ perlu kau ketahui, hampir semua furniture yang ada di rumahnya berwarna merah marun menyala. Valerie suka merah marun.

Gadis itu kembali menegak air minumnya, lalu melirik kamar tidurnya yang dibatasi oleh pintu kaca. Keseluruhan kamarnya dapat terlihat dari ruang tamu.

Pipi gadis itu kembali merona setelah mengingat kejadian semalam. Kode kunci, keadaan darurat, forehead kiss, dan...

Ya ampun. Hanya mengingat kembali membuat Valerie tersipu. Hadis itu menekuk kakinya, lalu menaruh dagu di atas lututnya.

Tiba-tiba- pip.

Seseorang membuka pintu rumahnya, bisa ditebak dari suara pip yang muncul sebelum pintu terbuka.

Muncullah sosok yang membuatnya senyum-senyum semalaman. Adrian yang lengkap dengan kantung plastik besar di setiap tangannya.

"Selamat pagi Valerie," ujar Adrian sambil menutup pintu dengan satu kakinya, membuat Valerie melotot. "Wah, kamu udah bangun, rupanya. Aku kira masih sibuk manja-manjaan sama kasur."

Valerie berdecak. "Aku abis olahraga tau."

"Muka kamu nyeremin Val," komentar Adrian sambil menaruh dua kantung plastik di atas meja. "Aku juga abis olahraga, gak usah pamer."

"Hng," Valerie menaruh botol air mineralnya di atas meja, lalu berdiri dan menghampiri Adrian. Perempuan itu membantu Adrian mengeluarkan beberapa botol minuman isotonik dan beberapa bungkus roti tawar.

Sebuah benda berkaleng membuat Valerie menghapus senyumnya.

Selai nanas. Valerie tidak suka selai nanas. Ibunya yang suka.

Mengerikan sekali bagaimana sekaleng selai nanas saja membuat gadis itu kembali mengingat ibunya.

"Val?" Adrian mengguncang tubuh Valerie. "Valerie. Are you okay?"

Valerie mengerjap, lalu menoleh. Gadis itu tersenyum. "Gak papa kok. Sini, aku buatin rotinya."

"Kamu suka selai nanas?" tanya Valerie sambil mengoles selai nanas di atas permukaan roti, setelah sebelumnya menyalakan toaster.

Adrian mengangguk mantap, sambil membuka sebotol minuman isotonik. "Aku suka semua selai selain selai blueberry. Kamu gak suka ya?"

Valerie menahan nafas. "Uh... biasa aja. Tapi aku mau makan roti selai kacang aja. Punyaku masih sisa kebetulan."

*

"Jadi, apa maksud kamu dateng sepagi ini ke rumahku?"

Adrian merobek satu sisi roti dan memasukannya ke dalam mulutnya. Hangat dan sedikit gurih.

"Keadaan darurat Val," jawabnya. "Aku kangen berat soalnya, makanya aku gak ngetok dulu tadi."

trauma | sinbTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang