Keadaan seolah-olah berbanding terbalik 180 derajat.
Adrian masih menjalani kehidupannya seperti biasa-- berkutat dengan laporan-laporan serta laptop yang menyala dua puluh empat jam penuh. Hidupnya masih super sibuk seperti sebelumnya, namun perbedaannya terletak pada ketidak hadiran Valerie dan Vinka.
Banyak orang yang menghilang-- atau setidaknya jarang terlihat di pandangannya setelah kejadian di kafe beberapa waktu yang lalu saat ia merayakan ulang tahun. Adrian jarang bertemu Safiya dan Kevin karna ia belum kembali ke rumah sakit semenjak 4 hari berlalu.
Namun hal yang paling terasa adalah kepergian Vinka dan Valerie dari kesehariannya.
Allura masih menetap dan sering berkunjung ke kantor untuk membawakannya makan siang ataupun sekedar mengajak lelaki tersebut pergi ke taman untuk berbincang. Namun Adrian tidak dapat menampik bahwa hidupnya terasa berbeda tanpa senyum Valerie dan Vinka yang sarkastik.
Orang-orang seperti pergi begitu saja dari hidupnya.
Hatinya begitu kesepian. Senyum dan tawa Allura kini tak pernah absen menghiasi harinya, namun lelaki itu sadar betul letak perbedaan dari dirinya sendiri ketika ia melihat Allura tersenyum dan Valerie tersenyum.
Di sisi lain, Valerie kembali melanjutkan hidupnya. The show must go on. Gadis itu tetap melakoni pekerjaannya sebagai dokter bedah, walaupun kini hidupnya tak jauh berbeda dari hidupnya sebelum bertemu dengan Adrian.
Bahkan jauh lebih buruk.
Gadis itu lebih sering datang lewat pintu depan rumah sakit, karena Safiya lebih sering berdiam diri di bagian belakangㅡ tepatnya di unit gawat darurat. Valerie tidak pernah berjalan melewati kantor Adrian, gadis itu menaiki rute yang berlawanan arah kemudian menyebrang jalan. Hanya Ben yang tetap hadir dalam kesehariannya; mengantar gadis tersebut sampai rumah sakit dan berkunjung ke rumah Valerie saat kelas kuliahnya selesai di malam hari.
Baginya, itu adalah sedikitnya usaha untuk menjaga piringan kehidupannya yang telah kembali pecah berkeping-keping.
Itu adalah suatu pagi ketika Adrian kembali terjaga dan sadar bahwa ia terlelap di ruang kerjanya di kantor. Pandangannya menyambut lima botol bir yang telah kosong. Meja kerjanya tiba-tiba saja menjadi berantakan.
Adrian menghela nafas. Dirinya pasti mabuk semalam.
"Shit," umpatnya, saat melihat jam di dinding. Pukul 7:41. Dirinya tak punya waktu untuk kembali ke rumah dan membersihkan diriㅡ satu-satunya jalan adalah mandi di kantor, atau tidak mandi.
Pintu kaca terbuka, menampakkan sosok Allura yang terlihat segar memakai floral dress pendek serta rambut sepundak yang digerai bebas.
"Vinka..?"
Adrian menoleh ke arah pintu dan menghela nafas kecewa saat tidak mendapati Vinka di sana. Yang ia temukan hanyalah Allura dengan dua buah kantung plastik di setiap tangannya.
"Morning, Ad," sapa Allura hangat. "Are you sober already?"
"..hah?" Adrian mengerjap. "Kamu tau aku mabuk?"
"Kan kamu yang minta aku beliin lima botol bir semalem," sahut Allura santai. "Wah, habis semua, lagi. Udah sadar belum nih?"
Adrian tersenyum tipis, lalu membenamkan wajahnya di antara kedua lengannya. "Udah."
Hening. Hanya ada suara dentingan jarum jam dan suara heels Allura yang menggertak lantai. Adrian tak menyadari banyak hal sehingga Allura tahu-tahu telah berada tepat di sampingnya.
"Ad,"
"Hmm,"
"Aku belum sempet nanya ini ke kamu karna lupa terus," ujar Allura. "Cewek yang waktu di kafe itu datengin kamu, siapa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
trauma | sinb
Short StorySemua orang punya trauma, atau seenggaknya-- pernah punya trauma. Tapi kenapa, trauma punyanya Valerie harus trauma sama kebahagiaan? coralpetals, 2018. Highest rank on shortstory : # 64 ~ 180626