56: Breakup

841 109 25
                                    

Nihil.

Tak ada satupun berita yang masuk ke ponsel Vinka pasca 30 menit gadis tersebut menelepon.

Valerie sudah menekuk lutut dan membenamkan wajahnya, sambil separuh terisak. Safiya duduk di belakangnya sambil mengusap lengan Valerie.

Keadaan gelap. Api unggun sudah sepenuhnya padam.

Kalau sudah begini, bagaimana mereka bisa pulang?

Bagaimana mereka bisa lanjut kerja?

Dan yang paling penting... bagaimana nasib Adrian dan Kevin?

Bayang-bayang headline koran yang bertuliskan "Adrian Mahya, CEO muda yang hilang di perkemahan dan tak pernah ditemukan" memenuhi kepala Valerie. Apakah kekasihnya harus mati dengan cara sekonyol itu?

"Gue... susul ke dalem hutan, deh," kata Vinka, namun dicegat cepat oleh perkataan Valerie.

"Gak usah tolol Vinka," Valerie setengah merengek. "Lo mau ikutan hilang juga kayak Ad sama Kevin? Dua orang aja udah cukup,"

Valerie kembali menenggelamkan wajahnya di antara kedua lengan yang ia tumpuk dan kedua lutut yang ia tekuk.







































Gadis itu masih terisak ketika ia merasakan seseorang berjongkok di hadapannya, lengkap dengan suara bariton yang menggema di sekitar.

"Valerie?"

Sang empunya nama membuka matanya, lalu menangkap sosok Adrian yang berjongkok di hadapannya, sambil memegangi akar timbul tempat Valerie duduk untuk menjaga keseimbangannya.

Sebentar, sejak kapan lelaki itu kembali, setelah 30 menit hilang begitu saja?

Lelaki itu terkekeh, lalu mengusap air mata Valerie dan menarik kedua lengan gadis tersebut. "Aku udah di sini, jangan nangis lagi."

"Kamu kok..?" kata Valerie, terbata-bata menahan tangisnya, lalu mengerutkan keningnya tatkala matanya menangkap sosok Kevin yang berdiri bersama Vinka dan Safiya.

Ya. Ketiganya tengah sibuk menahan senyum.

"Aku gak kemana-mana," Adrian menggaruk tengkuknya sambil berusaha menahan tawa. "Tadi aku ketemu satu pohon. Namanya pohon impian. Terus aku ngekhayal di situ, bareng Kevin. Ya kan, Vin?"

Kevin memutar bola matanya dengan malas. "Terserah lu ae."

"Gak lucu, Ad.." Valerie melenguh, lalu menghentak-hentakan sebelah kakinya ke tanah yang diselaputi dedaunan kering. Vinka dan Safiya tertawa terbahak-bahak di belakang, mengundang pelototan dari Adrian.

"Hahaha, bercanda, Val," Adrian mengusap surai Valerie, lalu menggunakan satu tangannya yang lain untuk merogoh saku celana hitamnya.

Sebuah kotak beludru merah. Valerie mengangkat alisnya, masih dengan air mata yang sebutir dua butir mengalir ke pipinya.

"Sebenernya, ini yang aku cari daritadi," Adrian membuka kotak beludru tersebut, lalu mendesah pelan melihat benda berkilau di dalamnya. "Panik aku, Val. Mau dipake ngelamar kamu, malah ilang. Makanya aku cari dulu."

"Serius, bego!" terdengar teriakan protes dari Vinka.


Adrian terkekeh, membiarkan Valerie larut dalam pikirannya, dengan kedua maniknya yang masih menatap sebuah cincin yang terselip manis di dalam kotak beludru merah kecil di tangan kanan Adrian. 

trauma | sinbTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang