"Sumpah sumpah, Ad," Valerie misuh-misuh sambil jalan, masih megangin tangannya Adrian. "Selama aku hidup 26 tahun, aku gak tau Menara Eiffel ternyata bisa dinaikin!"
Senja sudah lewat semenjak 20 menit yang lalu. Valerie dan Adrian harus menikmati matahari terbenam di mobil, karena jadwal Adrian yang terkemas padat seharian.
Valerie sendiri cukup terhibur atas surprise box yang dibawa Adrian saat lelaki itu tiba di penthouse, berisi satu setel baju musim panas lengkap dengan sebuah heels. Padahal rencananya, Valerie udah mau ngambek habis-habisan karna waktu untuk dihabiskan di Menara Eiffel jadi sedikit.
"Pelan-pelan, Valerie. Heels kamu lumayan tinggi, tuh," Adrian seolah-olah menuntun Valerie untuk sampai di kaki Menara Eiffel.
"Salah sendiri kamu beliin aku yang kayak gini. But I'm okay, really," sahutnya.
Ada banyak sekali orang yang mengantri untuk naik. Kebanyakan dari mereka adalah pasangan muda-- uh, mungkin berusia sekitar 19 atau 20 tahun.
Adrian baru saja akan membayar untuk menaiki lift agar sampai ke puncak, ketika Valerie menghampirinya.
"Bayar apa, Ad?" tanyanya, sambil memperhatikan menara yang menyala keemasan.
"Hmm?" Adrian memasukkan dompet ke sakunya. "Oh, ini. Biar kita bisa naik lift."
Mata Valerie melirik sebuah papan tinggi besar yang tersampir di sebelah tempat pembayaran. Gadis itu sedikit terperanjat setelah membaca nominal yang tertera di papan tersebut-- membandingkan antara biaya jalan kaki dengan biaya naik lift.
"Ad," kata Valerie. "Aku- uh. Naik tangga juga gak apa-apa, kok!"
Adrian mengernyit, lalu mengulum senyumnya. "Iya, iya. Harganya emang mahal, terus kamu ngerepotin. Iya."
"Ish- seriusan!" Valerie lagi-lagi menoyor kepala Adrian. Sudah menjadi bagian dari hobi perempuan tersebut. "Harganya lumayan jauh. Mendingan dipake buat makan pulangnya."
Adrian terkekeh, lalu melingkarkan lengannya di pinggang mungil milik Valerie yang terbungkus sebuah mini dress bermotif sunflower.
"Enggak apa-apa. Aku yang ajak kamu liburan ke sini, which means, aku yang tanggung jawab atas semua keperluan, termasuk biaya ini itu," Adrian mengusap pinggang Valerie. "Uang buat makannya masih ada kok, Valerie. Bisa celaka aku kalo kamu mati kelaperan."
Lagipula-- kenapa Valerie bisa-bisanya mengkhawatirkan kondisi keuangan Adrian? Mungkin lain halnya jika yang menjadi pacar Adrian saat ini adalah wanita lain. Adrian sudah dipeloroti habis-habisan.
Selama lift kaca ditarik naik melintasi tumpukkan besi yang dipaku, Valerie berdecak kagum dengan keindahan arsitektur dari Menara Eiffel. Lampu-lampu emas yang dipasang hampir di setiap sudut menara menambah binar di mata Valerie.
Lift berhenti tepat di lantai paling atas. Valerie keluar terlebih dahulu, Adrian mengekor.
"Hmmmm," Valerie spontan memejamkan mata ketika angin musim panas melintas dan tidak sengaja menerpa mukanya. Adrian terkekeh di belakang.
KAMU SEDANG MEMBACA
trauma | sinb
Short StorySemua orang punya trauma, atau seenggaknya-- pernah punya trauma. Tapi kenapa, trauma punyanya Valerie harus trauma sama kebahagiaan? coralpetals, 2018. Highest rank on shortstory : # 64 ~ 180626