Valerie akhirnya kembali ke kehidupannya yang semula.
Setelah dua hari beristirahatㅡ karena dirinya tiba pada hari Jumat, Valerie akhirnya kembali merasakan segarnya berjalan dari bus stop menuju rumah sakit.
Gadis tersebut terlihat jauh lebih bahagia. Terlihat dari bagaimana bibir Valerie terus bersenandung selama ia berjalan menuju rumah sakit sambil memperhatikan kendaraan umum yang berlalu-lalang di jalanan.
Valerie mencopot earphone dari telinganya ketika dirinya sampai di rumah sakit. Arres adalah orang pertama lihat setelah lebih dari satu minggu tidak bekerja.
"Ares!" Valerie tersenyum lebar, lalu menghampiri Arres yang masih menunggu gelasnya terisi penuh oleh air yang mengalir dari dispenser.
"Eh?" Arres mengangkat alisnya, sedikit terkejut akan kedatangan Valerie. "Udah balik lo, Val?"
"As you can see!" sahut Valerie. "Gimana nih sama Safiya? Hehehe."
"Heh, hahaha,"
"You look much better now," tutur Arres sambil memperhatikan penampilan rapih Valerie. "Dan keliatan jauh lebih bahagia. Emang mungkin yang lo butuhin cuman distraksi ya, Val,"
"I don't need distraction anymore," sahut Valerie sambil mendesah. Gadis tersebut memasukkan tangannya ke saku jaket. "I'm happy for whoever I am."
"wEDEEEEH sedap!" Arres mengacungkan kedua jempolnya, lalu mengambil gelas dari dispenser. "Gitu dong. Gak usah sedih-sedih lagi, gak beresensi tau gak?"
"Hehehe, btw, bos di atas?" tanya Valerie sambil memperhatikan lift yang tertutup rapat.
"Kayaknya sih,"
Valerie mengangguk pelan. "Kalo Safiya? Safiya mana?"
Arres tiba-tiba terdiam. Lelaki itu masih memegangi pegangan cangkir dengan erat, sambil menatap lurus ke arah Valerie dengan ragu-ragu. "A....da. Mau ngapain sama Safiya?"
Valerie mengerutkan keningnya.
"Ya mau ngobrol, lah! Kangen kali gue udah lama gak ketemu," sahut Valerie santai, sambil mulai membuka jaketnya. "Di mana dia, Res? Ayo anter,"
Arres kemudian menjadi penunjuk jalan bagi Valerie untuk sampai di pintu masuk UGD, tempat di mana Safiya sedang sibuk membersihkan sela-sela jarinya. Gadis tersebut tersentak ketika kedua lengan Valerie melingkar di sekitar bahunya.
"FIYAAAAAAAAA."
"aYAm," Safiya buru-buru mengeringkan tangannya, lalu memutar badannya, bertepatan ketika Valerie kembali berdiri tegap. "Vale.....rie?"
"Ayam ayam, gak sopan lo ya!" Valerie mencubit lengan Safiya. "Gue bukan ayam!"
Valerie menyilangkan lengannya di dada, membuat ekspresi kesal sementara temannya masih termenung di tempat akibat kepulangan Valerie yang tak terduga. Safiya kira butuh waktu beberapa minggu lebih lama bagi Valerie, terlebih itu adalah perjalanan sukarelawan?
"Kok ngelamun?" kata Valerie, lalu mengangkat kedua tangannya. "Uh, kulit gue jadi agak tan, ya? Maklum lah Fi, tempatnya emang di pinggir pantai banget.."
"Val lo.. udah gak marah sama gue?" tanya Safiya hati-hati. Kedua telapak tangan gadis tersebut tertaut satu sama lain; saling meremas.
"Marah ap--" Valerie menghentikan kalimatnya secara mendadak, lalu menghela nafas ketika pikirannya teringat sesuatu. Gadis tersebut terkekeh pelan. "Astaga.. Safiya gue gak se-marah itu, ya ampun!"
"Kemarin gue cuman.. you know. I was too depressed if I could say," ujar Valerie terus terang. "I was just a bit disappointed, kenapa lo gak bisa ngomong lebih awal. Tapi semuanya udah lewat, jadi lo gak perlu ngerasa bersalah lagi."
KAMU SEDANG MEMBACA
trauma | sinb
Короткий рассказSemua orang punya trauma, atau seenggaknya-- pernah punya trauma. Tapi kenapa, trauma punyanya Valerie harus trauma sama kebahagiaan? coralpetals, 2018. Highest rank on shortstory : # 64 ~ 180626