23: Dur Labeur

660 113 18
                                        

Kondisi hati Valerie membaik saat malam datang. Terlebih bintang-bintang bertaburan di cakrawala. Gadis itu tengah membantu Adrian menyiapkan santapan malam.

"Iya Valerie, beneran," Adrian menerawang bintang lewat teropong. "Vinka itu kayaknya lebih cerewet dari aku, kalau aku udah ngomongin kamu di kantor."

Valerie terkekeh sambil membalikkan daging yang sedang ia panggang. Kemudian terlintas pikiran jahil di benak gadis tersebut. Ia berjalan mendekati Adrian dan duduk di sofa tempat lelaki itu bersantai.

"Ad, Vinka bilang kamu pernah nyuri ikan hias dari kolam tetangga," Valerie memiringkan kepalanya dan berbicara dengan wajah tanpa dosa. "Terus ikannya kamu bakar dan hampir kamu makan."

Adrian perlahan menjauhkan matanya dari teropong, lalu menoleh ke arah Valerie. "Vinka ngomong gitu?"

Valerie mengangguk mantap.

"Emang aku pernah nyuri ikan hias tetangga," Adrian menghempaskan tubuhnya dan bersandar di kepala sofa. "Tapi itu semua idenya Vinka, tau."

"Masa? Dia gak bilang gitu."

"Dia mah gak mau nyeritain aib dia sendiri," Adrian menyipitkan matanya. "Hadeh. Dasar perempuan. Malu sama masa kecilnya sendiri. Mentang-mentang malu-maluin."

Valerie terkekeh. "Tapi tetep aja kamu bodoh mau-maunya makan ikan hias bakar."

Sesaat setelahnya, kedua pipi Valerie telah menjadi santapan manis bagi kedua telunjuk dan jempol Adrian yang telah gatal ingin mencubitnya.

"Yang penting sekarang udah pinter dan ganteng," Adrian ngunyel pipi Valerie. "Sampe kamu suka!"

"Aww---"

*

Di tengah-tengah kegiatannya menyantap daging barbeque buatannya, Valerie dimanjakan dengan pemandangan bintang-bintang yang bertaburan di langit.

Pantas saja Adrian sibuk dengan teleskopnya. Lelaki itu mungkin mengatur posisi untuk melihat rasi bintang.

Valerie menaruh gelas alkoholnya, lalu beranjak dari sofa untuk meraih pagar pembatas. Gadis tersebut menginjakkan satu kaki di garis pagar yang paling bawah.

Adrian berjalan santai di belakang Valerie. "Awas jatuh."

"Bagus banget langitnya," Valerie berdecak kagum. "Terakhir kali aku liat hamparan laut dengan bintang-bintang kayak gini tuh... pas umur aku masih 15 tahun."

Adrian tersenyum tipis, lalu melingkarkan tangannya di pinggang Valerie. "Awas jatuh aku bilang. Turun gak?"

Valerie menginjakkan kakinya di lantai kapal, lalu memutar tubuhnya untuk menghadap Adrian. Gadis itu bersedekap sambil menatap lelaki di depannya.

"Ad. Kapal pesiar mini ini punya kamu?" Valerie memiringkan kepalanya, lalu sebelah tangannya mengusap pagar pembatas kapal yang dilapis kayu berpelitur. "I mean- masa sih?"

"Engga, ini punya Paman Calvin yang tadi ngendarain kapal ini," Adrian tersenyum sambil memegangi sisi pinggang ramping Valerie.

Valerie mengernyit, lalu membuka mulutnya dan membentuk huruf O. "Punya paman nahkoda?"

Adrian mengangguk semangat. "Paman nahkoda!"

Pria paruh baya yang bertugas sebagai nahkoda pribadi kapal pesiar yang mereka naiki kemudian menoleh. Namanya Calvin, Paman Calvin.

"Ya, Tuan?"

"Kapal ini punya Paman kan, ya?" Adrian mengedipkan matanya, namun hanya dibalas oleh kekehan dari Paman Calvin. Valerie melotot ke arah Adrian lalu memukuli lengan lelaki tersebut.

"Bohoooooong!" Valerie berteriak sebal. "Beneran punya kamu pasti!"

Adrian terkekeh. "Iya, punya aku Valerie."

Valerie berdecak kagum. "Keren. Nama kapalnya?"

Itulah masalahnya. Adrian tidak pernah memberikan nama khusus untuk kapal pesiar mini yang ia rancang sendiri. Ia juga hanya mengunjungi kapal ini sesekali dalam beberapa bulan untuk menghilangkan penat, juga membawa adiknya Adnan untuk jalan-jalan.

"Nggak tau," Adrian menggeleng pelan. "Cuman, kadang-kadang suka aku panggil Mini Titanic."

"Ish, jangan Mini Titanic.." Valerie mendadak melingkarkan lengannya di leher Adrian. "Aku gak suka namanya. Gak ada yang bagus dari sejarah pelayaran Titanic dulu."

Adrian terkekeh, lalu memeluk pinggang Valerie. "Apa dong? Kamu yang kasih nama. Anggep aja ini kapal kita berdua."

"Hmm.." Valerie menggumam, sambil memperhatikan langit. "Dur Labeur. Nama kapalnya sekarang jadi Dur Labeur."

"Dur Labeur?" Adrian mengernyit. "Kerja keras?"

"Ini kan kapal hasil kerja keras kamu," sahut Valerie sambil tersenyum. "Udah, setuju aja, ya? Namanya juga bagus kok."

Adrian mengangguk menyetujui, lalu mempererat lingkaran tangannya di pinggang Valerie.

"Anyway Ad.." Valerie menyandarkan kepalanya di bahu Adrian, lalu menatap ufuk yang gelap. "Pas kamu nyium aku malem itu waktu aku setengah sadar.. that was my first kiss."

Adrian melotot, hampir tersedak air liurnya sendiri. Lelaki tersebut berhenti mengusap pinggang Valerie yang tidak tertutup oleh crop top yang gadis itu kenakan.

"Valerie- beneran?" Adrian menunduk untuk menangkap paras cantik Valerie, sedang perempuan itu masih bersandar.

"Iya lah, masa aku bohong," sahut Valerie santai. "Tapi aku seneng yang nyium pertama itu kamu. Biasanya first kiss perempuan itu selalu diambil sama teman yang gak bertanggung jawab. Hng."

Adrian terkekeh, lalu sedikit mendorong pinggang Valerie agar gadis tersebut berdiri tegak.

"Tapi nggak terlalu afdol ya Val, untuk yang semalem itu?" Adrian mendesis. "Aku nyiumnya waktu kamu udah teler."

Valerie mengangkat alisnya dengan heran. Namun sebelum sempat berkata sepatah katapun, Valerie sudah terbungkam dengan bibir apel milik Adrian yang menempel bak dibalurkan lem di bibirnya. Gadis itu reflek memejamkan matanya, sambil kembali memeluk leher pria di depannya dengan erat.

Perlahan, Adrian melumat habis bibir atas dan bibir bawah Valerie yang manis dan ranum, diikuti dengan tubuh Valerie yang mulai terangkat oleh lengan kekar Adrian di pinggangnya.





hm :3


trauma | sinbTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang