Aku sadari, aku telah gagal menjadi wanita yang baik, menjadi istri yang di dambakan. Tapi percayalah, perjuanganku belum berhenti, mencintaimu adalah candu bagiku.
Apa Gattan benar-benar tidak ada niatan untuk mengabariku, atau seenggaknya mengerti perasaanku. Aku tau, aku terlalu manja bila sedang marah atau mengambek. Tapi apa salah jika aku memintanya untuk peduli denganku?.
Wajahku kini sangat kusam, malas untuk mandi, jangankan mandi aku saja masih di atas tempat tidur. Rumah kakakku ramai, kebisingan asing terdengar. Anak-anaknya meributkan mainan yang tidak ada habisnya.
Bimbang, lemas, tapi banyak yang ingin ku sampaikan ke Gattan. Mengenai hal cinta dan keputusan yang tadi. Tapi gengsi kalau aku mulai duluan meneleponnya. Tapi sesekali mungkin aku mengalah demi kebersamaan.
...
"Hallo..." Seru Gattan memulai pembicaraan di telepon.
"Mas, kamu gak peduli sama aku?"
Hening...
"Mas, jawabb.."
Suara tv yang semakin mengeras.
Aku menelan ludah, sabar...sabar...
Pikiranku berantakan. kenapa semakin jadi gini sih? Apa aku salah minta keputusannya.
Jujur aku gak sanggup menahan benak-benak pikiran yang sejujurnya ingin ku sampaikan melalui bibirku sendiri."Mas! Apa kamu nggak ada simpatinya sedikit aja sama aku? Aku salah apasih? Aku cuma mau kamu nganggep aku ada! Kamu mengambil keputusan sendiri, berarti salah siapa? Kamu lah! Kenapa kamu yang marah... Yaudah kalau nggak mau ngomong! Intinya aku udah berusaha buat nelpon kamu walaupun kondisi hati aku benar-benar kecewa sama kamu" celotehku, lalu ku tutup telepon ini.
Air mata, tetes demi tetes mengalir di atas pipiku. Aku bingung di mana kesalahanku, yang jelas aku cuma mau di mengerti. Bukan maksud aku nggak suka atau nggak mau nerima adiknya, tapi seharusnya dia nanya dulu. Keputusan bersama yang terbaik agar tidak terjadi ke-egoisan satu sama lain.
Beberapa menit kemudian aku mulai bete dengan kediamanku yang hanya menghasilkan tangisan-tangisan dan kesakitan hati. Mataku pun tak lagi kuat menatap layar handphone.
Aku mengambil langkah untuk menemui kakakku. Minggu ini seharusnya aku memuaskan diriku bersama Gattan, walau hanya memandangnya, tapi aku suka menghabiskan waktu itu.
"Ih, kakaa! Aku bilangin kakak Inun nih" suara Bella terdengar dari tangga.
Inun adalah anak pertama kakakku, panjangnya Ainunydha Susanti Fajriya.
Bella lari melewati tangga, berpapasan sebentar denganku. Dengan air mata di pipinya dan bibir kecil yang melengkung. Aku yakin dia habis berebutan mainan dengan kakaknya. Langkahku mengikuti Bella ke kamarnya.
Gadis manis itu kini sedang duduk menyendiri di samping lemari putih, kakinya menekuk dan tangannya erat memegangi tangan satunya. Aku tersenyum menghampirinya, wajahnya kini di tundukkan, aku yakin dia tidak ingin ada orang yang tau kalau dia menangis. Karena yang ku tau dia adalah anak yang pemalu.
"Bella kenapa?" Tanyaku lembut.
Bulu matanya yang lentik ikut basah karena air matanya yang terus-menerus dia kucek-kucek.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku Patung Bagimu
RomanceAku dijodohkan dengan pria idamanku di smp, namun rasa cintanya bukanlah untukku. Tapi aku mencintainya begitu lama, bahkan sampai saat ini. Aku memang orang yang keras kepala bahkan saat semua orang bicara bahwa 'lebih baik dicintai daripada menci...