Hari berlanjut, siang berganti malam. perutku sudah biasa seperti orang puasa, lalu ketika berbuka hanya di isi dengan mie instan.
Perjalanan hidupku semakin buruk bagiku meskipun aku menjalankannya dengan penuh niat dan kerja keras. Ah cukup! Tidak adalagi yang perlu di bahas. Aku yakin bisa melewati ini. Walaupun terkadang selalu ingin menyalahkan takdir.
Gattan adalah pria yang baik, ini bukan pujian. Tapi ini kenyataan hanya saja aku belum bisa menemukan sifat aslinya yang mungkin hanya akan ia berikan kepada orang yang ia sayang.
"Mata bengkak banget kenapa?" Tanya Gattan melihatku sedang menonton.
Aku mengalihkan pandanganku darinya, entah apa yang membuat aku deg-degan untuk menjawabnya.
Gattan duduk disampingku, akupun membenarkan posisi dudukku. Aku takut Gattan banyak bertanya. Karena pastinya akupun tidak bisa menjawabnya.
"Kenapa sih?" Tanya Gattan lagi.
Jawabku menggeleng, sebenarnya bibir ini latah sekali ingin melontarkan pertanyaan-pertanyaan yang meredam di dalam benakku.
"Aku nanya, berarti aku masih peduli" cetusnya.
PEDULI? benar-benar enggak pernah percaya dia bisa bilang begitu. Selama ini aku menunggu kata-kata itu.
"Aku enggak-papa" singkatku langsung beranjak meninggalkannya.
Tangannya sontak menggenggam tanganku. Cukup mengagetkan dan membuatku gugup. Bagaimana tidak, Gattan terlihat sangat marah.
"Duduk!" Pintanya tegas.
Tanpa berfikir panjang, aku yang takut dia marah besar akhirnya aku mengalah meskipun aku merasa harusnya aku yang marah bukan kamu.
"Kenapa? Kamu kenapa?" Tanyanya tidak se-tegas tadi.
Jujur, hatiku merasa lebih tenang sekarang. Suara lantangnya benar-benar membuatku takut.
Gattan mencubit lenganku sambil menatap sinis. "Jawab!" Serunya memaksa. Aku mencoba memegang tangannya agar terlepas dari lenganku. Beberapa kali mengelak, tapi dirinya tetep kekeh untuk mencubitku.
"Mana handphone kamu?" Tanya Gattan.
"Kepooo!" Cetusku meledek.
Gattan mengernyitkan alisnya, menatapku dengan judes. Alisnya yang tebal membuat dirinya terlihat galak. "Kamu fikir aku bercanda!" Sontak langsung membuatku terkejut tersipu malu.
Aku mengira Gattan mengajaku bercanda, ternyata dirinya benar-benar marah.
"Dimana? Aku kok gak liat kamu main hape dari kemarin?"
"Ilang. Gatau dimana" singkatku dengan wajah sejutek-juteknya.
Gattan kini malah menatapku secara private, aku duduk di sofa sedangkan dia jongkok tepat di depanku. Kejadian ini memang jarang sekali aku rasakan. Rasanya benar-benar membuat aku menjadi satu-satunya dalam hidupnya, yang jika marah selalu dirayu dengan perlakuan manja.
Entah mengapa aku selalu berfikir ini permulaan Gattan membuatku merasa nyaman. Nyaman sekali, Senyumnya yang tidak pernah kulihat dengan jelas, kini malah memberiku peluang untuk merasa puas melihatnya.
"Kenapa nggak bilang?" Tanya Gattan sambil menggenggam erat tanganku yang terus mencoba menutupi mataku mengalihkan pandangannya.
Siapa yang berani menatap lelaki yang super cool ini, meskipun ia sudah menjadi imamku tetap saja aku tidak pernah berani mendekatkan wajahku dengan wajahnya. Alasanya sangat klasik, aku tak mau dia lihat jerawatku.

KAMU SEDANG MEMBACA
Aku Patung Bagimu
RomanceAku dijodohkan dengan pria idamanku di smp, namun rasa cintanya bukanlah untukku. Tapi aku mencintainya begitu lama, bahkan sampai saat ini. Aku memang orang yang keras kepala bahkan saat semua orang bicara bahwa 'lebih baik dicintai daripada menci...