19

9.6K 465 26
                                    

Aku mungkin bukan wanita yang tegar, bukan wanita yang kuat, aku juga bukan wanita yang bisa menerima semuanya dengan lapang dada.

Aku sulit tersenyum saat sedang terluka, bukan seperti kebanyakan orang yang pandai menutupi luka. Aku justru ingin terang-terangan manyampaikan bahwa aku sedang terluka.

Tanganku bergerak merangkai kata-kata yang tidak terlihat wujudnya. Bibirku diam membisu ditemani air mata yang tidak mau berhenti, saat fikiranku kacau mengingat kejadian kemarin rasanya hatiku hanya bisa meronta dengan tangisan.

Tak ada kata yang bisa kurangkai, hanya memikirkan untuk bagaimana kedepannya cita-citaku yang tinggi ini.

Gattan memperhatikanku, walaupun sesekali mengalihkan pandangannya.
Raut wajahnya sama-sama tidak berekspresi, ikut sedih atau bimbang kenapa aku bisa secuek itu tanpa sepatah pertanyaanpun di pagi ini.

Yang biasanya bibir bawelku tidak bisa berhenti terucap kini menjadi diam seribu bahasa.

"Ambilin hape aku dong di charger" pinta Gattan.

Gattan memang lebih sering ngecas hape di depan tv, karena dikamar tidak ada stopkontak yang meruntai panjang. Dan pastinya dia memantau agar aku tidak kepo dengan handphonenya.

Aku mengelap air mataku dengan seprei kasur. Agar Gattan tidak tau kalau sebenernya air mataku sudah bercucuran dari tadi.

Ku sodorkan handphonenya, tanpa berani menatapnya. Walaupun Gattan sesekali mencoba ingin menatap wajahku yang berantakan dengan rambut singaku.

"Makasih Lily.." cetusnya sambil tersenyum.

Senyuman itu tak bisa kulihat jelas, namun suara dan kata-katanya benar-benar membuat aku ingin ngobrol banyak tentang semalam.

Namun kali ini aku engga boleh luluh. Aku kuat!. Gattan hanya memberi kata-kata manis yang gak akan bertahan lama. Nantinya dia akan mengulang semuanya, kembali kepada prinsipnya dan hatinya yang tidak pernah mencintai aku.

****

Mengisi waktu dengan pikiran kosong, tak terasa pagi sudah berlalu. Tapi aku dan Gattan hanya berleyeh-leyeh di atas kasur empuk yang cukup berantakan.

Harapanku, Gattan mengajakku makan siang bersama lalu aku berbincang tentang bagaimana aku bisa memaafkan kesalahan yang mungkin ia kira aku tidak tahu.

Kemungkinan besar semua harapanku hanyalah impian yang akan hilang terhempas pujian manis Gattan. Ettt..!! bukan pujian, karna selama aku menjadi istrinya tidak ada kata manis yang mengarah ke pujian untukku.

Kebodohan seperti ini apa akan terus ada dalam diriku. Terlalu mudah memaafkan masalah besar yang terlihat sepele. Apa boleh aku disebut wanita tegar?.

"Aku keluar ya.., jaga rumah, kalo mau keluar izin dulu sama aku" serunya sontak membuatku terkejut.

Aku mengangguk walaupun sebenarnya aku tidak mengizinkan dia pergi. Tapi aku juga tidak bisa melarangnya lantas aku harus apa?. Bengong kelaperan sampai larut malam?.

Gattan rapih sekali, sudah seperti mau ke kantor, bedanya tidak pakai jas. Bentuk tubuhnya yang tinggi dan berisi menuruku standarlah untuk disebut cowok bodygoals.

Aku menatap Gattan dengan penuh rahasia, dibalik beberapa helai rambutku yang berantakan. Gattan juga tidak menatapku balik. Dia sedang bergaya di depan kaca. Meskipun hanya memakai minyak wangi tapi entah mengapa dia terlihat perfect sekali.

Beda ya sama aku yang pakai make up berlapis-lapis, duduk di depan kaca berjam-jam, sambil live Instagram, sambil QnA sama penonton live. Setelah make up merasa sayang untuk menghapus make up yang susah payah aku bentuk agar terlihat menarik.

Aku Patung BagimuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang