Let Me

549 103 17
                                    

"Tidak usah terlalu banyak basa-basi. cepat katakan!"

Jinyoung menunjukkan smirknya. Ia sedang berusaha bernegosisasi dengan target nya ini. Sebenarnya ia paling malas untuk melakukan itu, tetapi karena 'sang majikan' menuntutnya untuk mendapatkan 'barang' yang dia inginkan sehingga membuat dirinya harus melalukan hal yang menguras waktu dan tenaga, menurutnya.

"Slow man, aku tidak sedang ingin berbasa-basi, hanya saja aku sedang bosan jadi tidak kah kau berkenan untuk menemaniku ?"

Jinyoung masih menatap targetnya ini sambil duduk santai di salah satu kursi yang berada di belakangnya, seolah ia sedang tidak melakukan tugasnya.

Dan sosok kurus berambut gondrong di depan Jinyoung ini hanya berdiam diri di tempat sambil menatap Jinyoung jengah.

"Okay, sepertinya kau sedang dalam keadaan bad mood, jadi .."

Jinyoung berdiri dari duduknya lalu berjalan perlahan mendekati pria berambut gondrong di depannya ini.

Satu langkah, dua langkah sampai Jinyoung hanya berjarak beberapa langkah dari sang target.

"Berikan barangnya." Lanjut Jinyoung.

Perubahan mimik wajahnya sangat ketara dari yang santai dan sekarang berubah dingin dan tatapannya pun tajam.

"Cepat, atau kau .."

"Atau apa ? aku akan mati di tanganmu, begitu ?"

Jinyoung hanya diam ketika targetnya kini tengah mengarahkan pistol ke arahnya. Tetapi beberapa menit kemudian todongan pistol itu berubah arah ke arah lain sesaat setelah ia mengucapkan sesuatu yang membuat targetnya secara tidak langsung menyerah.

"Bukan dengan tanganku, tetapi berada di tangan temanku." Jinyoung menunjukkan smirknya.

Sebuah laser berwarna merah muncul, tepat berada di dada sebelah kiri laki-laki berambut gondrong itu. Sebuah laser yang berasal dari pistol berkecepatan sangat tinggi dan tidak sembarang orang bisa memilikinya.

Laki-laki berambut gondrong itu langsung melemparkan koper yang terletak di bawah kakinya dan dengan sigap Jinyoung menangkapnya.

"Bagus, pilihan yang pintar. Aku yakin kau tidak ingin mati sia-sia kan hanya karena sebuah koper ini."

Tidak ada jawaban dari laki-laki berambut grondong di depannya ini. Tanpa membuang waktu, Jinyoung langsung berbalik dan melangkahkan kakinya menuju mobil yang tak jauh dari tempat yang ia datangi barusan.

"Kerja bagus, sekarang antarkan aku ke bosmu."

"Baik."
.
.
.
Sebuah bangunan tinggi nan megah menyapa Jinyoung yang baru saja datang. Tetapi Jinyoung biasa saja saat kakinya melangkah membawa dirinya masuk ke dalam bangunan megah itu, seperti ia sudah biasa keluar-masuk rumah mewah. Dengan sebuah koper yang betada di tangan kirinya, Jinyoung mulai membuka salah satu pintu yang berada di tengah bangunan.

"Ck, pintar juga si tua bangka itu." ucap Jinyoung sesaat setelah ia membuka sebuah pintu yang ternyata di dalamnya adalah sebuah Club.

Cahaya remang, musik yang memekakkan telinga, asap rokok yang menyapa penginderaannya dan ada sesuatu yang menarik perhatiannya.

Jinyoung berjalan perlahan untuk melihat lebih dekat 'sesuatu' itu.

Kedua matanya tak pernah lepas barang sedetik pun dari 'sesuatu' itu. Ada sebuah daya tarik yang membuat Jinyoung tertarik dan sebuah senyuman atau lebih tepatnga sebuah seringai terpatri di wajah tampannya.

"Tuan Bae."

Jinyoung menolehkan kepalanya dan menemukan seorang laki-laki tinggi berdasi berada di samping nya.

Just OneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang