Is It Love ?

444 91 36
                                    

Suasana sore yang hangat sangat terasa saat kaki-kaki kecilnya berjalan di sebuah lorong sekolahnya. Waktu sudah menunjukkan petang tetapi ia masih betah berada di sekolahnya. Dengan langkah santai, Jihoon berjalan menuju gerbang sekolahnya. ia berniat untuk segera pulang karena ia tahu kalau ibunya akan menceramahinya karena pulang terlambat.

Jihoon berjalan santai sampai akhirnya langkahnya mulai bergerak perlahan, mengurangi kecepatan langkahnya saat ia mendengar sebuah melodi indah di sebuah ruangan yang berada tak jauh dari tempatnya berdiri sekarang.

"Ruang musik." ucap Jihoon pelan.

Bukannya kembali melanjutkan langkahnya untuk pulang, Jihoon malah berjalan pelan mendekati ruangan yang ia ketahui adalah ruang musik, tempat yang digunakan untuk ekstrakulikuler seni musik yang difasilitasi oleh sekolah nya.

Suara yang mengalunkan melodi indah itu semakin terdengar tatkala langkahnya yang juga semakin dekat dengan sumber suara. Kemudian setelah ia telah tepat berdiri di depan pintu, Jihoon memberanikan diri untuk menggeser pintu untuk melihat seseorang yang sedang memainkan melodi indah itu.

Pintu bercat putih itu akhirnya bergeser untuk beberapa senti dan Jihoon mendekatkan kepalanya di sela pintu itu dan hanya satu matanya yang bisa menjangkau semua bagian dalam ruangan ini. Mata kirinya menjelajahi setiap sudut ruangan dan detik berikutnya mata kirinya berhenti pada satu titik. Matanya membulat, alisnya terangkat dan dahinya berkerut saat menangkap objek yang membuat perhatiannya hanya tertuju padanya.

Rambut hitam yang berkilau karena terpaan sinar matahari sore.

Rahang yang terbentuk sempurna, keras namun tegas.

Pipi yang tirus tapi sarat akan kelembutan.

Bibir tipis dengan senyuman tampannya.

Dan jangan lupakan kedua bola mata yang tertutup itu yang sarat akan keberanian, entah kenapa itu berhasil membuat jantung Jihoon berdetak tak normal sekarang.

Jihoon langsung mengubah posisinya, berdiri tegap menyender pada daun pintu lalu ia menahan nafas dan memegang dada sebelah kirinya.

"Wah, kenapa dengan jantungku ? kenapa berdetak dengan cepat ?" monolog Jihoon.

Tarik-buang, tarik-buang itu lah yang dilakukan Jihoon selama beberapa menit. Setelah dirasanya jantungnya sudah mulai tenang, Jihoon kembali mengintip. Tetapi baru beberapa menit, Jihoon tiba-tiba berlari dan bersembunyi di balik tembok yang tak jauh dari tempatnya berdiri.

"Lusa kau harus datang lagi, jangan sering bolos. Arrachi ?"

"Iya, aku janji akan datang lusa."

'Ya Tuhan, suara deep itu, entah kenapa aku merasa nyaman saat mendengar nya.' batin Jihoon.

"Baik, aku akan mengingat janjimu itu. Pulanglah, orang tuamu pasti sudah menunggumu."

"Ne, gamsahamnida Jinyoung seongsaenim."

'APA ? SEONGSAENIM ?'
.
.
.
'Seongsaenim, memangnya dia guru apa ? kenapa aku tidak tahu sama sekali ? aku harus mencari tahu.' batin Jihoon.

Jihoon sedang melamun dan mengabaikan sahabatnya yang sedari tadi bercerita yang duduk tepat di sebelahnya. Woojin yang selesai bercerita dan tak kunjung mendapat respon dari Jihoon akhirnya kesal dan langsung memukul kepala sahabatnya itu.

"Aw, sakit ! kau kira ini batu apa ? kenapa sampai memukul segala ?"

Jihoon merengut sambil mengusap kepalanya yang habis terkena pukulan maut Woojin.

"Itu salahmu sendiri, melamun dan aku yakin kau pasti tidak mendengar ceritaku."

"Cerita apa ?"

Just OneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang