Bab 4

2.2K 102 0
                                    

Hari senin adalah hari yang tidak di sukai oleh murid sekolah. Mungkin itu karena akan terbayang oleh banyak nya tugas yang akan mereka terima di hari berikutnya, mengingat jarak antara hari senin dengan weekend cukup jauh, sedangkan jarak weekend dengan hari senin sangat singkat sekali. Menyebalkan.

"Minta perhatiannya sebentar ya kawan" suara ketua kelasku-Yoga menyita perhatian kelas. Yoga menyampaikan pengumuman tentang perayaan ulang tahun sekolah, berbagai acara bakal diadain dan puncak acaranya akan diadakan rabu sore. Selain itu dia juga mengumumkan tentang acara kemah yang akan dilaksanakan hari senin, mengingat banyaknya perlengkapan kemah yang akan dibuat, Yoga menyarankan untuk mulai menggarap itu semua mulai hari kamis sepulang sekolah. Seluruh kelas pun menyetujuinya.

-

Astaga... Hari ini mungkin bukan hari keberuntunganku. Entah bagaimana di tengah perjalanan ban motor sepedaku bisa bocor. Aku mendorong sepedaku utnuk mencari tempat tambal ban terdekat. Panasnya. Aku sesekali mengusap bulir keringkatku yang jatuh. 

'Kenapa nggak mendung aja sih, kan lumayan' gerutuku.

Tinn... Suara klakson yang nyaring itu sukses membuatku spot jantung. "Kenapa motornya?"

"Emmm, ini bocor"  Kulihat Ardi bersiap turun dari motor nya "Eh gapapa kok Ar, gue bisa sendiri, lagian bentar lagi paling udah nyampe di tempat tambal bannya"

"Gue temenin aja Fay, masak gue ngebiarin lo dorong sendirian."

"Beneran deh gausah" aku berusaha menolak

"Yaelah Fay, santai aja kali. Itung-itung buat bales budi, lo kan udah nolongin gue waktu itu. "

"Yaudah" jawabku pasrah, tak lagi mendebat.

Ardi menyejajariku dengan masih menaiki motornya. Hanya keheningan yang ada di sepanjang perjalanan

Sampai di tempat tambal ban, aku menyerahkan motorku pada Ardi yang kemudian di berikan ke abang tambal bannya. Ardi menghampiriku yang tengah berdiri 

"Ar" panggilku

"Hmm?"

Aku sedikit ragu menanyakannya "Kira-kira abis berapa ya?"

"Paling sekitar 30-40 an lah Fay, kenapa? Lo nggak bawa duit?"

"Gue bawa kok" cicitku

"Tenang aja, kalo kurang bisa pake duit gue dulu, tapi ntar gue bilangin ke abangnya biar dapet diskon deh"

"Eh jangan lah Ar, gue ada kok uangnya" meyakinkan Ardi untuk tidak mengatakan apapun pada abang tambal ban

"Yaudah, daripada nunggu disini mending beli minum dulu yuk"

Sampai di salah satu  warung, Ardi memesan es teh, sedangkan aku memesan es jeruk. Disana kami hanya ngobrol singkat tanpa ada pembicaraan yang menyinggung masa lalu. Karena terasa semakin canggung jika harus menjadikannya sebagai topik obrolan. Aku menyesap minumanku dengan cepat dan meminta Ardi untuk mengantarkanku kembali ke tempat motorku. Jujur saja, jantungku masih belum bisa dikendalikan.

Author POV

keesokan hari.

Satu suara sukses membuat Fayla terdiam "Gila lo Ar, kemaren baru putus eh sekarang udah dapet lagi"

'Apa maksudnya?

Meskipun suasana kantin saat itu ramai, tapi pendengaran Fayla masih cukup peka untuk bisa mendengar kalimat itu
'Pacar? baru?

Fayla merasakan kepalanya terasa dihujam oleh batu. Kepala Fayla  pusing, ia memegang kepala nya yang terasa sangat berat. Sadar akan ekspresi Fayla yang kesakitan, teman-temannya kini mengernyit heran

"Kenapa Fay, pusing?" tanya Dea 

"Nggak tau nih, tiba-tiba pusing" jawabku memegang kepala

"Mikirin apasih Fay?" tanya Meysha

"Nggak mikirin apa-apa kok" dustaku

"Yaudah, habis ini kita langsung ke kelas aja" seru Keira.

Fayla hanya tersenyum merasakan sakit saat ini. Ia sudah biasa dengan ini. Jika ada sedikit saja yang mengganggu pikirannya, maka ia akan terus memikirkannya. Dan akan berakhir seperti saat ini.

Alfa POV

Hari ini aku mengajak Fayla makan siang. Aku sudah menunggunya di depan gerbang, menjemputnya. Setelah memesan makanan, kulihat wajah Fayla masih terlihat murung. Bahkan saat pesanan kami datang, ia hanya mengaduknya. "Ay, kenapa nggak dimakan?" tanyaku memecah keheningan yang sangat sunyi ini. Fayla tersenyum mengangguk.

Fayla mulai menyantap makanan nya meski tak berselera. 

"Ay, kok di sekolah lo tadi rame banget, gue liat tadi juga ada orang mondar-mandir bawa barang. Emang mau ada acara ya?" Fayla hanya mengangguk. Aku mengusap wajahku frustasi

Sabar.

"Acara apa?" tak ingin menyerah

"Ultah sekolah"
"Kapan?"
"Besok"
"Acaranya jam berapa? Orang luar boleh ikut nggak? Acaranya apa aja?" kulihat Fayla mendesah berat, kini ia menatap mataku, Ya dia lagi sedih.

"Mulai jam 4. Iya orang luar boleh ikut. Acaranya banyak . Udah? Ada yang mau ditanyain lagi?" jawabnya

"Ooo gitu, males deh gue mau dateng"

"Nggak ada yang ngajak lo juga kan buat dateng" Skak mat. Jawaban Fayla sukses membungkam mulutnya.

'wahh bener-bener deh, kalo cewek lagi badmood itu emang nyeremin' ucapku dalam hati.

Namun, aku tidak akan menyerah begitu saja. "Wahh harusnya lo sedih tau, sekolah lo kehilangan tamu se keren dan seganteng gue. Banyak kali yang mau ngundang gue di acara ulang tahunnya" kulihat Fayla memutar bola matanya

"Ih.. Narsis banget lo" jawabnya, tapi disinilah aku melihat sebuah kesempatan, senyuman licik tergambar di wajahku

 
"Tapi sayang.."
"Sayang kenapa?" timpalnya

"Eh, udah manggil sayang aja. Kita belum jadian loh Ay, apa mau sekarang aja" 

"Rese lo Al" jawabnya sembari kembali memakan makanannya.

"Jadi gimana, kita jadian?" kalimatku barusan sukses membuat Fayla tersedak. Aku tersenyum saat melihat Fayla melayangkan tatapan menusuknya padaku.

Tapi ada kelegaan disana. Setidaknya kesedihannya itu sirna

Who Is He? (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang