Bab 50

826 38 0
                                    

Fayla menunggu Alfa, ia duduk melipat kakinya di atas ayunan yang mengarah ke kolam renang.

Pemandangan malam ditemani hujan rintik-rintik sedikit menenangkan hatinya, angin malam berhembus menerpa rambutnya yang masih sedikit basah, menyentuh lembut kedua pipinya membuat sensasi dingin seperti es. Berulang kali Fayla menggosokkan kedua tangannya lalu menempelkannya di pipinya yang sedingin es itu.

Fayla mendongak saat sebuah selimut mendarat di pangkuannya menghangatkan tangan dan kedua kakinya yang terlipat itu, Alfa duduk di samping Fayla memasukkan kedua tangannya di hoodie navy dengan tudung hoodienya sudah menutup bagian rambut "Makasih" Alfa membalas senyum Fayla dengan sangat manis.

"Maaf" Keduanya mengucapkan kata yang sama bersamaan, membuat Fayla dan juga Alfa saling menautkan alis mereka

"Maaf, karena aku udah bentak kamu tadi, maaf udah teriak-teriak" Alfa mendahului
"nggak papa, aku ngerti kok. Aku childish banget ya" rasanya Fayla malu jika mengingat betapa kekanak-kanakannya sikapnya ini

"Nggak juga sih, harusnya aku bisa lebih bersikap dewasa, aku tau emosi kamu lagi nggak stabil" Fayla kembali memandang lurus ke depan melihat kolam renang yang yang di tetesi rintikan air hujan "Namanya juga masih SMA, banyak moody-nya" Alfa mendengus geli, kemudian mengikuti arah pandang Fayla

"Kamu tau nggak, dari dulu aku pengen banget ngerasain kayak gini" Alfa kembali menoleh, melihat Fayla yang tampak begitu menikmati hembusan angin "Iya kayak gini, duduk di ayunan pinggir kolam menikmati malam di tengah rintik hujan" Fayla ikut menoleh

"Akhir-akhir ini banyak banget keinginanku yang tercapai, tapi banyak juga hal yang nggak aku inginkan terjadi. Aku bersyukur banget punya kamu, seneng banget malah. Eh tapi, lebay banget nggak sih ini" Alfa tersenyum lembut mengelus rambut Fayla "Maaf" sambungnya

"Buat apa?" Alfa balik bertanya

"Buat sikapku tadi" Fayla memandang ke depan "Kamu bener, seharusnya dalam sebuah hubungan harus ada keterbukaan antar pasangan, tapi aku malah nyembunyiin semuanya. Kamu udah nepatin kesepakatan kita buat saling jujur tapi aku malah nutupin semua, maaf. Mulai sekarang aku mulai nyoba buat terbuka sama kamu"

"Kamu yakin?" 

Fayla mengangguk "Tapi aku bingung mau mulai dari mana? Aku takut kamu bosen kalo denger ceritaku" tangan Alfa menggenggam tangan Fayla 

"Nggak akan" jawabnya yakin

Fayla memejamkan matanya sejenak, mengambil napas lalu menghembuskannya. Matanya menerawang jauh ke depan

"Waktu ayah masih ada, dia selalu memanjakanku, meski sikapnya yang tegas mendidik kedua putrinya tapi dia selalu menjadikanku seperti putri kecil baginya. Apa yang aku inginkan, ayah selalu mengusahakan untuk memenuhinya. Bahkan sampai aku menginjak usia remaja, ayah tetap memberiku perhatian sebagai putri kecil di matanya.

Aku suka jika melihat ayah tertawa, tawanya membuatku merasakan kebahagiaan yang luar biasa. Aku sering menghabiskan waktu dengan ayah, bercanda dengan ayah membuat semua kesalku hilang. Bahkan dengan ibu pun, aku tak sedekat itu. Aku senang jika ayah mengelus rambutku dengan kasih sayangnya, aku senang karena ayah seperti pahlawan untukku, aku senang karena ayah pula yang memberiku cinta, cintanya membuatku seakan tak membutuhkan seorang pria.

Ayah selalu bilang untuk mencari pria yang akan memberikan cinta tulusnya padaku, pria yang bisa menerimaku dan juga keluargaku, pria yang bisa menjagaku, dan pria yang tak akan memberiku kesedihan. Dan aku pikir, aku tak membutuhkan pria yang sempurna, aku hanya menginginkan pria seperti ayah, pria yang selalu memberikan kebahagiaan, pria yang bertanggung jawab akan keluarganya. Ya, aku hanya ingin pria seperti ayah.

Who Is He? (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang