Bab 33

845 35 0
                                    

Alfa membuka penutup mata, Fayla sesekali mengerjap memfokuskan penglihatannya yang masih kabur.
Namun tiba-tiba Fayla berbalik, menggenggan ujung sweaternya dan menutup matanya dalam, ketika sadar bahwa dia kini tepat berada di atas bukit.

Kaki Fayla terasa lemas dan rasanya akan jatuh, jika Alfa tidak memegangi bahu Fayla.

"Ay, nggak papa. Kamu tenang, jangan takut" Alfa menenangkan Fayla yang wajahnya tampak pucat
"Kamu gila ya! Kamu kan tau aku takut ketinggian" nada Fayla membentak
"Iya aku tau, untuk itu aku mau bantu perlahan ngilangin fobia kamu. Sekarang kamu tenang, dan percaya sama aku" Fayla berangsur sedikit lebih tenang "Oke, sekarang coba kamu sekarang muter dan liat pemandangan disana. Jangan liat ke bawah dulu. Aku disini bakal pegangin kamu, oke?" Alfa membantu Fayla memutar tubuhnya meski mata Fayla masih terpejam.

Fayla mengahadap ke pemandangan, membelakangi Alfa di belakangnya, pegangan Alfa tak lepas dari bahu Fayla.
"Sekarang kamu nikmatin hembusan anginnya, kalau udah tenang baru kamu buka mata kamu" tuntun Alfa dari belakang.
Fayla menuruti perintah Alfa, perlahan Fayla membuka matanya. Hamparan hijau yang indah membuat raut wajah Fayla yang semula tegang menjadi lebih rileks.

Sepertinya Fayla mulai terbiasa dan ketakutannya berangsur hilang. Meski masih ada rasa takut pada dirinya. Alfa meninggalkan Fayla untuk membeli minum. Ia membiarkan Fayla menikmati pemandangan.

Fayla berdiam, tatapannya terarah pada pemandangan tetapi pikirannya tertuju pada hal lain. Seketika itu air matanya tiba-tiba jatuh.

'Kenapa semuanya seperti ini? Semuanya perlahan pergi, ayah, ibu, bahkan kak Ana kini menjauhiku. Semua itu karena salahku, semuanya mengalami hal sulit karena ku, begitu juga Alfa. Alfa bahkan sampai berbuat sejauh ini karenaku.
Semua itu hanya tugas yang diberi ayah, tak ada cinta, tak ada rasa. Aku nggak sanggup melihat kebersamaan ini, semua ini hanyalah sandiwara. Kenapa dia sampai berbuat sejauh ini?
Tuhan, apa yang harus aku lakukan? Bantu aku, kumohon....."
batin Fayla seakan ingin berteriak, melepas semua bebannya.

Tapi Fayla tidak bisa, hanya air mata yang kini mengalir tanpa suara.
Fayla sadar Alfa kini mulai mendekat ke arahnya. Fayla memalingkan wajahnya menghapus jejak air mata disana.
"Ay? Kamu.... Nangis?" Fayla tak menggubris pertanyaan Alfa, tiba-tiba tangan Alfa menarik dagu Fayla dan mengangkatnya menatap tepat ke arah matanya., menguncinya.

Alfa masih bisa melihat jejak air mata Fayla, matanya memerah. Fayla menghela tangan Alfa yang menyentuh dagunya dan berpaling ke arah hamparan hijau. "Cerita sama aku, kenapa?"

'Plis Al, stop. Jangan paksain semua perhatianmu' teriak Fayla dalam hatinya.

"Oke, kalau kamu butuh waktu sendiri, aku bakal pergi" Alfa tak sanggup melihat air mata Fayla yang tertahan di pelupuk matanya. Fayla menahan pergelangan Alfa saat ia akan melangkah pergi.

"Al? Kamu bisa peluk aku sekarang,,,, please!" tanpa pikir panjang, Alfa memeluk erat gadisnya memberi kekuatan dan ketenangan.

Pelukan Alfa membuat tubuh Fayla bergetar, dia menangis tanpa suara di pelukan Alfa. Seakan ia akan menumpahkannya disana.

'Beban apa yang kau pikul saat ini Ay, sampai-sampai kamu menangis tanpa suara seperti ini. Aku tau ini pasti bukan sesuatu yang mudah buatmu, tapi tidak bisakah kau membaginya bersamaku?' Alfa memeluk erat dan mengelus punggung Fayla lembut.

Mereka sibuk dengan pikirannya masing-masing.

Alfa melihat Fayla tertidur di sepanjang perjalan pulang, melihat wajah Fayla sehabis menangis, dia mempercepat laju mobilnya agar bisa cepat sampai rumah.

Tanpa membangunkan Fayla, Alfa menggendong Fayla masuk ke kamarnya. Alfa merebahkan tubuh Fayla di ranjang, membuka sepatunya, dan menarik selimut hingga batas dadanya. Dilihatnya wajah damai Fayla yang sedang tertidur, tangannya terangkat mengelus lembut puncak kepala Fayla,  perlahan turun mengusap pipi lembut Fayla.

"Mimpi indah Ay, jangan nangis lagi ya.." Alfa mengecup kening Fayla sebelum meninggalkan kamar Fayla.
Alfa mematikan lampu kamar Fayla dan menutup pintunya perlahan.

Ekor mata Fayla bergerak melihat ke arah pintu. Fayla tidak sepenuhnya tertidur, bahkan ia juga merasakan kecupan Alfa. Matanya kini merawang ke langit-langit yang gelap. Air matanya kembali lolos turun dari sudut matanya. Pikirannya terus mengingat Alfa.
Fayla menikmati kebersamaannya hari ini bersama Alfanya, ini akan menjadi bagian dari memori indahnya.

****
Sepeda motor Alfa melaju membelah jalanan pagi menuju sekolah Fayla. Fayla terus saja memandang punggung Alfa dari belakang. Alfa tidak mencintainya, dia hanya berpura-pura. Sungguh, ini berat untuk Fayla.

"Ay? Kamu mau sampai kapan duduk disana? Kita udah di sekolah" suara Alfa membuyarkan lamunannya.
"Ah, iya sorry" Fayla bergegas turun, ia merapikan seragamnya.

"Aku duluan ya,, kamu ati-ati" Fayla mengulurkan tangannya pada Alfa, membuat satu alis Alfa terangkat 

"Kenapa Ay?" Fayla menggeleng dan tersenyum ke arahnya. 

"Kamu juga ati-ati di sekolah" Alfa membalas uluran tangan Fayla.

Bak slow motion tangan keduanya kini mulai terlepas.

' Aku bakal terus suka sama kamu Al, kamu bakal terus jadi bagian dari hidupku. Kamu yang udah ngembaliin serpihan hati aku yang udah hancur, terima kasih. Kamu bakal selalu ada di hatiku. Kamu jaga diri kamu baik-baik'

Fayla segera berbalik dan Alfa sudah menyalakan motornya. Seketika itu pula langkah Fayla terhenti dan kembali menoleh ke belakang, dan Alfa sudah tidak ada.

Dia sudah pergi.

Who Is He? (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang