Bab 24

846 44 0
                                    

Alfa POV

Aku memacu mobilku cepat selepas meninggalkan Fayla di cafe bersama teman-temannya. Benar saja, Om Brian sudah menungguku di teras rumah

"Maaf om, udah lama nunggunya?" aku setengah berlari menghampiri

"Lumayan, trus Fayla gimana?"

"Dia masih di cafe, katanya bentar lagi juga pulang" aku duduk di kursi sebelah Om Brian

"Jadi, ada apa Om?" Om Brian tampak serius memandangi ponsel

"Beberapa orang tadi pagi berkunjung ke sekolah Fayla" Om Brian menunjukkan beberapa foto  2 orang bermasker tengah duduk di warung dekat sekolah Fayla, aku memperhatikan foto-foto itu dengan seksama

"Itu orang-orang Wiro, Akbar sudah mengonfirmasi identitasnya" sambung Om Brian membuatku mendelik

"Tapi, buat apa mereka....." belum sempat menyelesaikan kalimat, ponselku berdering. Tertera nama Fayla disana.

drtt... Drttt....
"Halo Ay, kenapa?"

"......" aku mengernyit karena tak ada jawaban

"Ay? Kamu ....?" aku  panik ketika isak tangis Fayla terdengar dari seberang
"Aa..aall... ibu..."

Perasaan Alfa sudah nggak karuan mendengar tangisan Fayla

"Aku ke rumah sekarang!" segera aku berdiri memutus sambungan telepon

"Kenapa Al?" tanya Om Brian yang ikut panik

"Nggak tau om, aku mau ke rumahnya sekarang!"

"Om ikut"
aku memacu mobilku membelah jalan yang cukup lengang

Aku berlari masuk ke halaman rumah Fayla yang hanya diterangi oleh lampu jalan

"Astaga Ay, kamu kenapa?" Panik. Melihat Fayla duduk meringkuk memeluk dirinya sendiri.

Aroma amis memaksa masuk hidungku. Dengan tangan gemetar Fayla menunjuk masuk ke dalam rumahnya. Segera Om Brian mengikuti arah telunjuk Fayla. Om Brian masuk melewatiku dan mencari saklar lampu.

Ttikk...
Lampu rumah Fayla menyala, jelas sudah apa yang terjadi saat ini.

Aku terbelalak saat melihat tubuh kaku ibu Fayla, darah mengalir dari area perut ibu Fayla. Wajahnya penuh dengan luka gores, mulutnya terbuka, bercak-bercak darah juga menempel pada dinding rumah Fayla..

Fayla bergerak menoleh, namun dengan cepat kuhalangi arah pandangnya dengan tubuhku. Fayla pasti semakin shock melihat tubuh ibunya yang mengenaskan dengan mata yang masih terbuka.

Kutenggelamkan kepalanya dalam pelukanku. Om Brian menelepon tim medis dan polisi setempat. Tangis Fayla semakin pecah, tubuhnya semakin gemetar, kemudian kurasakan tubuhnya melemah
"Ay? Ay?" Fayla pingsan

"Kamu bawa Fayla ke rumah sakit, biar Om yang urus semuanya" perintah Om Brian, aku mengangguk. Kuangkat tubuh Fayla dan Om Brian sudah membukakan pintu mobil.

"Kamu jaga dia, biar Om yang kasih tau kakaknya" seru Om Brian sebelum menutup pintu mobilku

Who Is He? (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang