"Dia masih shock, tapi semuanya baik-baik aja. Dia hanya perlu istirahat sementara waktu ini"
ucap Dokter setelah memeriksa keadaan Fayla"Terima kasih Dok" Dokter tersenyum mengangguk pergi.
Aku duduk di samping tubuh Fayla yang terbaring. Ku tatap lekat wajah pucatnya, tak tega rasanya melihat keadaan Fayla yang lemah untuk kedua kalinya.
****
Matahari sudah keluar dari singgasananya, mengeluarkan sinar cahaya yang masuk melalui celah jendela rumah sakit. Kemarin malam Om Brian sudah menyelesaikan segala urusan di rumah Fayla. Kakak Fayla segera tiba di rumah sakit saat tau Fayla pingsan. Bersama kekasihnya-Fian, Ana menjenguk Fayla sebentar, karena ia juga harus segera mengurus otopsi dan pemakaman ibunya. Fian senantiasa selalu berada di samping Ana, genggaman tangannya seolah memberi kekuatan tersendiri bagi Ana.Fayla belum juga siuman dari pingsannya. Tidurnya lelap sekali untuk itu aku memanfaatkannya mengurus administrasi rumah sakit. Selesai menyelesaikan administrasi, aku setengah berlari kembali ke kamar rawat Fayla, pasalnya Fayla sendiri di kamarnya.
Aku melihat ranjang Fayla kosongHuwekk.. Huwekk...
Aku berlari melihat Fayla menunduk di atas wastafel berusaha mengeluarkan isi perutnya.
"Astaga Ay!" kubantu Fayla menyingkap helai rambut yang jatuh. Setelah membersihkan mulutnya, aku memapah Fayla kembali ke ranjang. "Kamu nggak papa? Pelan-pelan" tuntun ku, Fayla mengangguk lemah."Maaf, kamu malah ngeliat keadaan ku kayak tadi" Fayla sudah duduk di atas tempat tidur
"Nggak papa, ini minum dulu" aku memberi segelas air dari atas meja.
"Aal,, aku mau liat ibu" ucapnya lirih
"Kamu istirahat dulu, kalo kamu udah enakan baru kita liat ibu"
"Aku mau sekarang Al! Kalo kamu nggak mau, biar aku sendiri yang pergi" ancamnya lirih beranjak dari duduknya
Alfa mendesah pasrah "Aku anterin" Fayla tampak menahan sakit di kepalanya, kubantu dia duduk di kursi roda
Satu per satu, orang pergi meninggalkan pemakaman. Kini, hanya ada Ana dan Fian yang masih setia berada di samping nisan mendiang ibu. Fayla rasanya sudah ingin berlari saat melihat nisan ibu tertancap di tanah. Melihat kehadiran kami, Ana langsung memeluk adiknya yang masih pucat, tanpa membalas pelukan kakaknya, tatapan sendu Fayla terus tertuju pada gundukan tanah ibunya.
Tangis Fayla kembali pecah ketika mengusap nisan putih bertuliskan nama 'Liana'. Fian memeluk Ana menenangkan, sedangkan aku melangkah mendekati Fayla. Ku tuntun kepalanya mendekat ke arahku, kepeluk erat tubuhnya yang terduduk lemas.
Air mataku ikut jatuh melihat kesedihan Fayla. Tanpa satu kata pun yang terucap, kami merasakan kehilangan yang mendalam.
Author POV
Tatapan Fayla kosong, seolah dunianya kini telah menghilang. Ana memapah Fayla masuk ke dalam rumah.
Langkah Fayla terhenti saat pintu rumah terbuka. Dilihatnya ruang tamu tempat dimana ibunya meregang nyawa. Dengan langkah ragu, Fayla memberanikan dirinya masuk.
Tubuhnya menegang ketika bercak darah masih membekas di antara dinding yang terkelupas.Fayla merasa dunianya berputar, kepalanya berdenyut keras, penglihatannya mulai kabur. Fayla mendengar suara bersahutan memanggil namanya, suara itu mulai melemah kemudian, gelap.
KAMU SEDANG MEMBACA
Who Is He? (END)
Mystery / Thriller"aku nggak tau kamu siapa, aku nggak tau apa alasanmu mendekati gadis sepertiku. Tapi aku bersyukur memilikimu di sisiku. Hanya kaulah sandaran terkuatku" Fayla Putri Iffani "aku tak peduli dengan bentuk fisikmu, aku mencintaimu.. Itu saja. Kecantik...