Bab 45

864 45 0
                                    

Ruang keluarga Alfa kini menjadi tempat bercengkrama yang menciptakan kehangatan. Kembalinya paman, membuatku canggung, aku tak tau apa yang bisa aku bicarakan dengannya. Mungkin karena aku belum terbiasa dengannya. Aku mengikuti setiap cerita dan tawa yang mereka lemparkan.

Beberapa makanan ringan sudah terjadi menemani kehangatan malam ini. Tidak buruk juga Kia merampok camilan waktu itu. Aku mendengus geli mengingatnya.
"Kenapa Ay?" bisik Alfa membuatku bergidik
"Eh.. Nggak papa"

"Jadi, apa Kia mengganggu kalian?" Om Brian menyenderkan punggungnya
"Banget Om, dia gangguin kita terus" sela Alfa menatap sebal ke arah Kia 

"Bohong pa, Alfa nya aja yang terus-terus cari kesempatan" sanggah Kia

"Nggak kok Om Kia........." tunggu dulu barusan Kia memanggil apa? Papa? "Tunggu, papa?" Keningku mengernyit seketika.

Alfa dan Kia menahan tawa membuatku semakin bingung
"Iya, Kia itu anak Om. Loh kamu nggak tau?" aku menggeleng "Apa Alfa nggak bilang ke kamu?" Alfa tau dan dia nggak bilang apapun

"Kamu tau Al?" Alfa mengangguk mengiyakan
"Kamu gimana sih kok nggak bilang sama Fay, kamu juga Kia" Om Brian menatap keduanya bergantian

"Ya abisnya masa baru pertama kali dateng aku udah dikira asisten rumah tangga.." Kia bersedekap kesal.

"Seriusan lo, hahahaha" suara Akbar terdengar paling keras, membuatku merasa nggak enak dan malu banget

"Ya ampun, maaf Kia, beneran aku nggak tau. Abisnya gara-gara dia sih" aku menunjuk Alfa membela diri 

"Kok jadi aku sih Ay?"
"Ya kan gara-gara kamu waktu itu....." aku mengatupkan bibir rapat, membuat mereka menatapku heran "Eh, emm... lagian kata Om Brian juga waktu itu mau ngirim asistennya buat Alfa, jadi ya aku pikir..."
"Iya, rencananya Om juga mau ngirim asisten Om buat Alfa, tapi kata Kia nggak usah. Jadi ya, Om batalin aja. Kalian ini ya, suka banget gangguin Fayla" Kia menunjukkan deretan gigi putihnya

"Kalo Alfa macem-macem sama kamu, bilang sama uncle. Biar uncle yang beri pelajaran" Hans, pamanku bersuara
"Ih Om kok ikut-ikut sih"
"Awas sampe kamu macem-macem sama Fay!" sahut Om Brian

"Tenang aja om, Alfa sudah Fay jinakin kok, jadi aman" cibirku
"Beneran udah jinak? Ntar tiba-tiba nggigit gimana?" Akbar menggoda 

"Gigit baliklah" tandasku membuat mereka semua tertawa.

"Wah bener-bener deh, adek elo tuh serem banget tau" Alfa mengadu 

"baru tau lo, gue aja sampe nggak berani macem-macem sama dia," kak Ana memasang wajah takutnya 

"Kakak!!" aku melayangkan tatapan kesalku
"Bercanda dek" kak Ana terkikik geli

"Emang Fayla seserem itu? Uncle kira dia anaknya pendiem loh"
"Salah besar Om, kalo om tau Fayla yang sebenernya gimana? Ihhh ngeri" 

"Kak Fian!!" cukup sudah, aku mulai kesal

"Om nggak tau sih kalo Fayla udah ngomel sama ngambek. Mending liat mbak kunti deh daripada liat dia" 

"Al!!" Cukup sudah. Aku geram melihat mereka yang terus menggodaku, kenapa jadi aku sasarannya.

"Segitu parahnya?" Uncle hans masih bertanya
"Parah banget sih om" Alfa mengiyakan membuatku semakin kesal. Sudah tak tahan lagi mendengar tawa mereka menggodaku. Aku berdiri dan naik ke kamarku
"Tuh kan, Ay! aku kan cuman bercanda!" seru Alfa, aku menghiraukannya 

"Nah loh, tanggung jawab," meski terdengar pelan, aku mendengar kak Ana bersuara.

Aku berdiri di balkon masih kesal. Menikmati sentuhan angin menerpa kulit dan menerbangkan helai demi helai rambut sebahuku yang tergerai.  Aku mendengar seseorang membuka pintu kamar. Aroma davidoff yang kukenal memenuhi indera penciumanku
"Ya ampun Ay aku kan cuman bercanda" Alfa berdiri di sebelahku 

"Iya aku tau,  tapi kenapa aku yang jadi sasarannya"
"Duhh pacar aku kalo ngambek makin lucu tau nggak" aku memutar bola mataku

"Kamu tuh nggak jago nge gombal. Jadi nggak usah gombalin aku, garing tau"
"Aku emang nggak jago gombal buat bisa bikin kamu bahagia, karena aku bukan orang yang suka nebar janji, tapi aku bakal buktiin langsung buat bikin kamu bahagia" Alfa menatapku dalam membuatku tak berkutik. Kata-katanya itulohhh bikin lumer

"Kayaknya uncle dateng di waktu yang salah deh, udah nanti aja uncle ngobrolnya sama kamu"

"Eh.. Uncle, nggak kok. Masuk aja" aku menyuruh uncle Hans masuk, ada sedikit rasa malu saat uncle melihat kami berdua di balkon, rasanya seperti kepergok nyontek waktu ujian.

"Kalo gitu Al pergi dulu ya Om"
"Kamu disini aja Al, om rasa kamu juga harus denger ini?" cegah uncle Hans
"Senger apa?" aku mengernyit
"soal orang tuamu" uncle Hans duduk di kursi dekat pintu

"Soal kecelakaan papa?" aku menebak dan uncle Hans mengangguk
"Kamu pasti sedikit banyak udah tau tentang itu, dan kamu pasti mau tau kan siapa pelakunya"
"Wiro?" tebak ku asal
"Benar. Dia pelakunya"
"Tapi gimana om tau?" alfa tampaknya juga penasaran

"Karena cuman dia musuh besar papamu. Kamu pasti tau kan kalau uncle dan papamu kerjasama buat nangkep Wiro. Uncle tau semua tentang dia bahkan gengnya X-Red. Karena papa mu pemimpin X-Red itu"
"Maksud uncle?"
"Iya Fay, papa mu pemimpinnya. Bukan Wiro. Waktu itu papa mu meminta tolong uncle untuk membantunya melawan X-Red yang sudah diambil alih Wiro karena uncle juga punya geng, namanya Daemon. Sebenarnya X-Red dulu bukanlah mafia seperti sekarang, itu semua karena Wiro yang membuatnya seperti sekarang.

Untuk bisa menghancurkan geng seperti X-Red maka dibutuhkan geng lain yang lebih kuat. Uncle dan papa mu sudah menyiapkan segalanya sampai kecelakaan itu terjadi. Om ngerasa ada yang janggal dengan kecelakaan itu, untuk itu  uncle memutuskan untuk menyelidikinya, karena uncle tau, akan percuma jika hanya mengandalkan polisi.

Uncle mulai mengikuti kemanapun Wiro pergi, sampai akhirnya Wiro makan siang dengan seseorang di sebuah cafe, uncle menyamar dan duduk di dekatnya. Uncle mendengar percakapan mereka, dan benar saja memang Wiro penyebab kecelakaan itu, dan uncle juga mendengar kalau dia menyuruh anak buahnya untuk mencari uncle. Wiro tau bahwa surat kuasa atas harta milik papamu dan perusahaan ada di tangan uncle. Karena itulah uncle selama ini berpindah-pindah tempat. Karena yang uncle tau nggak ada yang selamat dari kecelakaan itu. Uncle nggak bisa nyerang X-red gitu aja tanpa strategi. Sampai akhirnya uncle tau kalau kamu masih hidup, uncle sangat bahagia saat mendengarnya, kau tau?" Uncle bercerita dengan mata yang mulai berkaca-kaca

Aku terharu mendengarnya, aku berlutut dihadapan uncle memegang tangannya,  Alfa memegang bahuku memberiku kekuatannya. Air mataku perlahan mengalir
"Tapi.. Tapi kenapa om Wiro ngelakuin itu ke papa?"

"Uncle nggak tau pasti, yang pasti sejak papamu menikah, papamu sudah merasa ada yang aneh dengannya. Sampai akhirnya Wiro mengkhianati papamu dan berubah menjadi seseorang yang berambisi. Padahal dulu uncle mengenalnya, dia sosok yang baik. Semua telah berubah.  Tapi uncle merasa lebih tenang karena Alfa ada bersamamu. Uncle tau dia pasti bisa jagain kamu, iya kan?"
Alfa mengangguk penuh keyakinan "Pasti Om"

"Tapi meskipun begitu kamu juga harus hati-hati Fay, karena kita nggak bakal tau apa yang ada di otak licik Wiro itu. Satu hal yang harus kamu inget, kemarahan akan membuat semua jadi kacau, untuk itu kamu harus bisa mengendalikan emosimu. Kau ingat?" aku mengangguk pasti. Uncle merogoh sakunya

"Hanya ini yang uncle punya. Ini foto terakhir keluarga kalian" uncle memberiku selembar foto, aku memperhatikan wajah keluargaku satu per satu.

Papa Chandra memiliki wajah yang begitu tampan dengan garis wajah yang tegas dan juga lesung pipit sepertiku. Mama Della, begitu cantik dengan dress putih, matanya sama sepertiku, menggendong bayi perempuan, itu aku.
Dan kakak laki-laki ku Varga, begitu tampan meski umurnya saat itu mungkin 4 atau 5 tahun, papa dan kakak memakai jas berwarna senada, keduanya memiliki aura yang sama, tatapan keduanya tampak tegas namun penuh dengan kasih sayang. Aku tau itu.

Air mataku kembali jatuh tanpa bisa kucegah.
Aku merindukan keluargaku. Sangat.

Who Is He? (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang