Alfa POV
Perjalanan ke Puncak tidak begitu membosankan jika Fayla bersamaku.
Subuh tadi aku sudah berangkat dari rumah, jujur saja saat melihat Fayla masih begitu mengantuk saat ku bangunkan tadi, aku sedikit tak tega. Tapi mau bagaimana lagi, ini harus sesuai rencananya. Fayla sudah kusuruh untuk tidur kembali di mobil dan ia menolaknya, dia mengatakan jika sudah tidak mengantuk dan akan menemaniku menyetir. Manisnya.
Perbukitan yang indah menghiasi jalanan kami, sejuknya udara pagi dan udara yang dingin menambah keindahan pagi ini. Om Brian sudah memberi detail lokasi dan kunci villa.
Fayla terlihat berbinar melihat hijaunya bukit terhampar di depan matanya. Senyumnya menular padaku. Begitu besar pengaruh Fayla dalam hidupku, entah mengapa sejak pertama aku jatuh cinta padanya seolah duniaku terus berpusat padanya, aku menyayanginya sebagai adikku dan mencintainya sebagai kekasihku. Semakin aku mengenalnya semakin kuat pula perasaan itu.
Pemikirannya yang dewasa dari usianya membuatku begitu kagum padanya. Pengalaman hidup membuatnya semakin bijak menghadapi segala sesuatunya.
Aku berhenti di depan sebuah villa yang cukup besar dan nyaman. Taman indah mengelilingi villa itu, membuat Fayla tersenyum bahagia.
"Ini villa siapa?" tanyanya saat aku membuka pintu
"Milikmu"
"Milikku?" aku mengangguk dan mempersilahkannya masuk.Fayla terlihat hampir tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Dia berjalan dengan rasa takjubnya, langkahnya terhenti saat melihat pigora besar yang menunjukkan foto keluarganya, sama seperti yang Om Hans berikan waktu itu.
Cukup lama ia memandangi foto keluarganya, air matanya menetes perlahan. Aku menggiringnya masuk ke kamar untuk istirahat sebentar karena setelah ini aku akan mengajaknya berkeliling.
Meski rumah itu berlantai dua, tapi aku menyuruhnya istirahat di lantai bawah saja, memudahkanku untuk mengawasinya.
Aku membiarkan Fayla beristirahat sementara itu mengecek keadaan di dapur, berharap ada sesuatu yang bisa menjadi sarapan kami saat ini. Namun itu hanyalah harapan belaka, karena faktanya tidak ada satu pun makanan disana. Untuk itu akan mengajak Fayla mencari sarapan di sekitar sini.
"Ay, kamu mau ikut beli sarapan apa masih mau istirahat disini?" aku terus mengetuk pintunya "Ay?" tak ada jawaban apapun. Aku masuk ke dalam kamarnya dan benar saja tak ada seorang pun di dalam sana, dalam kamar mandinya pun sama. Panik.
Aku berlari membuka pintu dan melihat Fayla berjalan di hadapanku membawa kantong plastik.
"Kamu kemana aja sih!" aku sedikit membentak ke arahnya
"Kamu kenapa sih? Aku cuman beli ini" dia menunjukkan kantong plastiknya. Syukurlah tak terjadi apa-apa padanya "Kamu tenang aja, aku nggak papa, lagian aku cuman beli di depan sana. Kaget tau kamu bentak-bentak aku" keluhnya"Sorry, lain kali kamu bilang kalo mau pergi, jadi aku nggak panik kayak tadi. Emang kamu beli apa?" tanyaku menunjuk plastik putih yang dibawanya
"Es krim, tadi aku denger suara tukang es krim jadinya aku beli, laper tau" aku mendengus geli mendengarnya"Yaudah, sekarang kita cari makan" dia tersenyum mengangguk.
Setelah sarapan, aku mengajaknya berjalan melewati area persawahan. Aku memegangi tangannya agar tidak terpeleset dan jatuh ke dalam lumpur di kanan kirinya. Dengan berhati-hati kami melangkah di gundukan tanah yang licin.
Sampai di kebun teh, kami merasakan udara yang masih sejuk meski matahari sudah berada di atas. Fayla berjalan menyusuri kebun teh dengan merentangkan tangannya menikmati sentuhan daun teh yang mengenai telapak tangannya.
Aku memfotonya tanpa sadar, tiba-tiba saja dia menoleh membuatku terkejut dan membuat salah tingkah.
Dia tersenyum menghampiriku, aku menjadi gugup detak jantungku berpacu cepat melihatnya semakin dekat 'ini kenapa gue jadi gugup gini sih, ya ampun astaga tenang-tenang'
"Ngapain?"
"Ah.. Itu.. Nggak, nggak ngapai-ngapain" aku sampai terbata-bata menjawabnya, dia tersenyum jahil. Sepertinya aku tau arti senyuman itu, dia mengejekku"Yaudah yuk" ajaknya kemudian "Apa mau foto dulu?" godanya membuatku menggaruk tengkuk yang sama sekali tak gatal. "Ayoo Al!" teriaknya berjalan mendahuluiku, aku tersenyum mempercepat langkah menyusulnya.
Begitu melihat ada sebuah danau, Fayla semakin melangkah lebar. Kami berjalan di tepi danau yang begitu menenangkan. Warna hijau mendominasi area danau, rumput yang lembut dan beberapa pohon rindang menambah kesejukan udara di sekitarnya.
Aku dan Fayla duduk menikmati sentuhan angin yang menerpa kulit kami. Tampaknya angin itu cukup ampuh membuat Fayla menguap.
"Kalo capek, tidur aja dulu, sini" aku menawarinya tidur di pangkuanku
"Nggak, nggak papa kok, aku nggak... Hooaammm" tangannya menutup mulutnya yang menguap
Aku sedikit menarik tangannya untuk merebahkan tubuhnya ke pangkuanku, dia tampak begitu lelah. "Gengsi mu itu harus kamu turunin dikit tau" dia mendesis "Yakin, nggak mau tidur disini?" aku menepuk pahaku"Bukan ide yang buruk" cetusnya membuatku mendengus geli mendengarnya.
Dia meletakkan kepalanya dan membuat posisi tidur senyaman mungkin.
"Cheesy banget nggak sih, kayak di film-film" dia terus memainkan tangannya tanpa berani menatapku
"Aku selalu menginginkan saat-saat ini tau nggak"
"Maksudnya?" Fayla mendongak membuat tatapan kami bertemu "Kayak gini contohnya, kamu tidur dipangkuanku dan menikmati hari seperti ini" aku melingkarkan tanganku di lehernya, dia bergelayut manja. Aku mengusap kepalanya dengan tanganku yang bebas.Matanya perlahan menutup, nafasnya pun bergerak teratur, dia sudah tertidur. Menikmati wajah tenangnya membuatku tersenyum.
'aku harap waktu berhenti saat ini juga, aku hanya ingin menikmati hariku seperti ini. Bersamanya tanpa ada yang lain'
![](https://img.wattpad.com/cover/152527142-288-k498196.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Who Is He? (END)
Mistério / Suspense"aku nggak tau kamu siapa, aku nggak tau apa alasanmu mendekati gadis sepertiku. Tapi aku bersyukur memilikimu di sisiku. Hanya kaulah sandaran terkuatku" Fayla Putri Iffani "aku tak peduli dengan bentuk fisikmu, aku mencintaimu.. Itu saja. Kecantik...