'Pulpen anak sekelas aja bisa gue ambil semua. Apalagi gebetan lu?' ~ Budiyanto Alexander.
Alexa terus berlari menyusuri lorong, tujuan utamanya hanyalah ruang guru yang ada pada lantai satu di sebelah ruang TU.
"Deofan brengsek," umpatnya dengan nafas terengah-engah. Ia tak mengurangi kecepatannya sedikitpun dalam berlari. Tak perduli, jika pasokan oksigen telah habis sekalipun.
"Alexa, saya sudah menunggu kamu dari tadi," ucap Bu Cici dengan garang.
Alexa duduk tepat di depan meja Bu Cici, masih berusaha mengatur nafasnya agar kembali normal. "Kamu itu pernah belajar matematika, gak? Nilai kamu selalu di bawah rata-rata. Belajar yang bener, jangan cuma dandan terus kerjanya," omel Bu Cici.
Alexa memutar bola matanya malas, tak memperdulikan omelan Bu Cici yang tampak geram akan dirinya. "Alexa!! Kamu mendengarkan saya atau tidak?"
"Iya, Buk. Denger, paham, jelas, mengerti, siap ... Laksanakan." Alexa terkekeh sembari menikmati raut wajah Bu Cici yang tampak menahan amarah.
"Alexa, saya serius. Jangan bercanda, atau saya akan beri nilai merah di raport kamu." kini wanita paruh baya itu sudah berdiri, tangannya sudah bertengger pada sisi pinggangnya, ditambah lagi matanya yang sudah melotot, siap mencabik-cabik Alexa saat itu juga.
"Iya Buk, maaf." Alexa menundukkan kepalanya, terlalu malas untuk memperhatikan wanita paruh baya yang ada di depannya.
"Sekarang, kerjakan soal remidial yang sudah saya siapkan. Sebelum jam pelajaran nanti, kamu harus sudah mengumpulkannya di meja saya," ucap Bu Cici sembari memberikan lembaran kertas berisi soal yang tidak Alexa pahami sedikitpun.
Alexa menerima kertas itu, lalu beranjak dari duduknya. "Alexa, kamu mau kemana?" tanya Bu Cici saat langkah kaki Alexa sudah sampai pada ambang pintu ruang guru.
"Ke kelas," ucap Alexa santai.
"Kamu mau ke kelas tanpa pamit, tanpa kata permisi, tanpa mengucap salam?"
"Salamnya gimana, Bu?" tanya Alexa memasang wajah cengo.
"Assalamu'alaikum Alexa," Bu Cici tampak geram meladeni anak didiknya yang satu ini.
"Yoi, thanks udah diwakilin ya, Buk." Alexa berlalu begitu saja, meninggalkan Bu Cici yang sedang mengelus dadanya menahan emosi saat menghadapi gadis tengil itu.
"Astagfirullah, mimpi apa saya punya anak didik kaya dia."
***
"Lex, jelasin ke gue maksud vidio itu!!" tuntut Gama saat cewek yang sedari tadi ia cari muncul pada ambang pintu.
"Lu udah liat, kan? Apa lagi yang perlu gue jelasin?" ucap Alexa muak.
Cewek itu mendaratkan bokongnya pada bangku. Menatap sekilas kertas yang berisi soal remidial itu dengan malas.
"Tapi, lu bukan pelakor. Mereka salah paham." Gama masih bersikeras untuk meluruskan semua kesalahpahaman yang ada.
"Bodo amat ya, mereka mau mikir gue apa? Mikir gue pelakor, mikir gue suka maen sama om-om. Yang bacot biar tambah bacot."
Tak ingin larut dalam satu permasalahan, itu yang ada pada otak Alexa. "Jok, punya pulpen kagak?" tanya Alexa tak menghiraukan Gama.
"Ya orang ga mungkin ngebacot, kalo lu sendiri gak berulah." Nesya angkat suara, ia menatap Alexa dari sudut matanya sembari tersenyum sinis.
Alexa menghembuskan nafasnya kasar, lalu menatap Nesya dengan nyalang. "Ya ngapain juga ya ngurusin idup orang, kurang kerjaan? Orang emang punya kebebasan buat berpendapat, tapi juga harus ngotak, otak-otak netijen ya gini."
Semua penghuni kelas tampak diam, begitupun Nesya yang sudah memilih membungkam bibirnya rapat. "Pinjem pulpen lu dulu ya, Jok. Entar gue balikin," ucap Alexa sembari meninggalkan kelas dengan kertas di tangannya.
"Wah, parah dah." Joko menjambak rambutnya frustasi.
"Kenapa lu?" tanya Radit kebingungan melihat Joko.
"Gue cuma punya pulpen satu, kalo dipinjem Alexa gak bakal balik lagi. Jamin dah seribu persen."
"Perhitungan banget lu sama temen sendiri, dugong ...," celetuk Kevin sembari menjitak kepala Joko.
Joko mengaduh kesakitan, sembari mengusap kepalanya dengan sayang. "Yee ... bukan gitu, Der. Gue suka bingung sama lu pada, sekolah naek motor keren, mobil bagus. Giliran masuk kelas, pulpen pinjem."
"Lu nyindir gue?" Radit melirik Joko dengan malas.
"Die gak nyindir lu, ogeb. Lu sekolah gak bawa motor, atau mobil. Lu nebeng gue, baperan bat lu kutil onta," ucap Kevin sembari terkekeh.
"Lah, kalo bukan gue siapa?" tanya Radit menggaruk kepalanya bingung.
"Depan lu, noh." Kevin mengarahkan dagunya pada Gama, yang sedari hanya diam dengan pikiran pada vidio berdurasi lima menit yang dilihatnya tadi.
"Woy, Gam. Lu ngapa bengong? Galon lu?" tanya Radit.
"Ngagetin lu, kadal." Gama menatap tajam ke arah Radit.
"Gue mau curhat, dah." Joko memasang wajah memelas.
Radit, Kevin, Budi, dan Gama mulai tertarik, merasa penasaran dengan topik yang akan Joko bahas.
"Gue beli galon dapet tisu, giliran beli tisu ga dapet galon," ucap Joko drama, sembari mengusap ujung matanya. Seolah dia telah menjadi korban penipuan dalam jumlah besar.
"Kamvang!!"
"Bangke!!"
"Kadal!!"
"Mati sono!!"
Beberapa umpatan keluar begitu saja, Joko memang menyebalkan. Membuat teman-temannya sendiripun merasa geram akan dirinya.
"Gue juga mau curhat," kini Budi yang dari tadi diam mulai angkat bicara.
"Apaan lagi?" tanya Gama sembari memutar bola matanya malas.
"Jan bilang, lu beli bakso gak dapet mangkoknya. Gue kepret juga lu," Kevin tampaknya mulai berhati-hati agar tidak terkena jebakan konyol, seperti milik Joko lagi.
"Gue nemu banyak pulpen, apa ini yang namanya rejeki omplong?" ucap Budi sembari mengeluarkan banyak pulpen dari tas nya.
"Anjer, ini pulpen gue yang udah di jampi-jampi biar dapet nilai bagus terus. Pulpen keramat ini!!!" teriak Joko dengan histeris, seperti ibu-ibu melihat barang diskon.
"Ini pulpen gue. Ogeb," Kevin juga turut protes, karena itu adalah pulpen yang baru dibelinya kemarin saat mau ulangan. Pulpen yang mendadak hilang tanpa kabar, membuat Kevin merasa kehilangan dengan sangat.
Beberapa murid juga turut memprotes Budi, karena cowok dengan nama panjang Budiyanto Alexander itu telah berbaik hati menyimpan pulpen temannya tanpa ijin.
KAMU SEDANG MEMBACA
DEAL (?)
Teen Fiction~Completed~ Aku dengan segala permasalahan rumitku. Bertemu kamu si pria dingin dengan tatapan beku. Aku mencintai kamu, wahai pria pencipta rindu.