Gama menghela nafas gusar, menatap penampilan Alexa yang benar-benar tampak kacau. Dilepasnya jaket kulit miliknya, lalu dipakaikan untuk menutupi gamis Alexa yang terkoyak.
"Lex, ayo pulang."
Diam. Alexa tetap diam dengan pandangan kosong, membuat Gama merasa marah karena keadaan Alexa yang begitu menyedihkan. Dilihatnya lagi para pria yang sudah diam di balik jeruji besi itu, pria-pria bajingan yang mencoba bersenang-senang dengan tubuh Alexa.
Beruntung saat kejadian, ada mobil polisi yang tengah berpatroli. Lalu beberapa polisi mendengar jeritan Alexa, ditangkaplah semua pria yang tak bermoral itu.
Menurut keterangan polisi, mereka belum sempat melakukan hal itu. Tapi, mungkin beberapa bercak merah di leher Alexa membuat gadis itu merasa jijik.
"Lex, ayo." Gama menuntun Alexa, membantu gadis itu untuk naik ke motornya.
Di balik kaca helm nya, Gama menangis atas kejadian yang menimpa Alexa. Gadis yang selalu ia hormati, dan cintai lebih dari apapun, kini hancur karena pria keparat itu.
"Makasih udah dateng." Alexa menyandarkan kepalanya pada bahu Gama.
"Polisi tadi nelpon gue, tentu gue akan dateng." Gama berucap lembut.
Gadis itu mengeratkan pegangannya, menikmati sisa-sisa malam yang mengerikan. "Gue jijik, Gam." gadis itu kembali terisak.
Gama tak mampu berbuat banyak, di balik helm ia juga tengah menangis. Isakan Alexa seolah menjadi belati untuknya, terasa perih dan begitu menyakitkan.
Saat pegangan Alexa mulai terurai, Gama membawa motornya menepi. Dilihatnya Alexa yang tampak lemah, dan wajahnya yang memucat.
"Badan lo panas banget, Lex." Gama menyentuh dahi Alexa lembut. "Kita periksain keadaan lo dulu. Pegangan, jangan tidur."
Alexa bergumam lirih, mengeratkan pegangannya pada Gama. Kali ini, kemana Deofan kala ia membutuhkan pria itu?
Sesampainya di rumah sakit, Gama menuntun Alexa dengan perlahan. Gadis itu kehabisan tenaga, wajahnya pucat seolah kehilangan semua darah.
"Deo?" Alexa bergumam, pandangannya tertuju salah satu ruang rumah sakit yang sedikit terbuka pintunya.
"Siapa Lex?" Gama mengikuti arah pandang Alexa. "Ofan?!!"
Sang pemilik nama itu menoleh, menatap dua manusia berbeda kelamin yang ada di celah pintu. Pria itu beranjak dari duduknya, menghampiri dua manusia yang tadi menyerukan namanya.
Alexa termenung, Deofan rupanya tengah menunggui Ara. Apa ini alasan Deofan pergi tadi?
"Lo ngapain di sini, Fan?" Gama menahan emosinya.
"Ara melahirkan." Deofan menyorot Alexa, pandangan gadis itu kosong. "Tadi sangat mendadak. Aku gak sempet ngomong," ucapnya pada Alexa.
"Gama ayo pulang." Alexa menarik Gama bersamanya, menahan air matanya yang hendak jatuh.
"Fan, lo bener-bener gak pantes buat Alexa!! Harusnya Alexa gak nikah sama lo," desis Gama tajam.
"Terus yang pantes lo? Nikahin aja dia. Gue bakal batalin pernikahan gue." Deofan menatap Gama nyalang.
Plak....
Alexa menampar pipi Deofan dengan keras, air matanya merembes tanpa diminta. "Kalau pada akhirnya kaya gini... Harusnya lo, gak perlu melakukan lamaran konyol itu. Emang dari awal gue yang cinta sama lo, bertahun-tahun gue stuck sama cinta ini. Bahkan gue sampai detik inipun gak ngerti dengan hati lo, apa pilihan lo itu emang bener-bener gue, ataukah lo hanya sekadar bermain-main. Emang dari awal, harusnya gue gak paksa lo buat lamar gue. Mungkin ini yang terbaik, keadaan Ara selalu bikin lo khawatir kan? Harusnya lo gak bohongin perasaan lo sendiri. Lo gak pernah cinta sama gue, lo salah mengartikan. Lo cuma kasihan sama gue.
"Harusnya gue nyadar, lo gak akan mungkin jatuh cinta sama gue yang udah di cap brandal. Gue nyusahin dan bukan kriteria wanita yang lo mau. Gue cuma badgirl yang selalu lo kasihani, kehidupan gue yang berbelit bikin lo merasa iba. Harusnya gue sadar, badgirl kaya gue emang gak pantes buat pria sebaik lo. Asal lo tau, gue juga jijik sama diri gue sendiri." Alexa mengepalkan tangannya, menahan emosi yang akan meledak sekarang juga.
"Lex, lo mimisan." Gama berucap panik.
Alexa mengusap hidungnya, darah dari hidungnya semakin berantakan. "Ayo pulang, Gam." Alexa menarik tangan Gama.
"Alexa?" Aisyah menatap kepergian Alexa. "Bang Ofan, kok Alexa mimisan kenapa? Bang kamu gak mau kejar dia?"
"Ada Gama." pria itu memilih berlalu, mencari ketenangan untuk hatinya. Apakah ia telah melakukan hal yang benar?
***
Malam itu, Alexa meringkuk di kamar Maria. Memeluk foto ibunya dengan tangisan yang enggan untuk terhenti. "Ma, Alexa kangen."
Gadis itu bangkit dari ranjang, mendudukkan diri di depan meja rias. Membuka jilbabnya, lalu menggosok noda merah yang melekat pada kulitnya. Noda yang disebabkan para bajingan tak bermoral itu. Alexa ingin menyingkirkan noda ini.
"Gue jijik, tolong hilangkan. Gue gak mau!!!" ucapnya berkali kali.
Bukankah ia sudah cukup malang? Hari ini ia hampir dilecehkan, lalu Deofan mau membatalkan pernikahan? Lalu apa lagi?
"Mama, Alexa gak mau di sini lagi." gadis itu meringkuk di atas dinginnya lantai. "Alexa takut, Ma."
Ketika ujian cinta datang kala masa bahagia mulai terlihat, maka kelanjutan kisah cinta itu hanya mampu ditentukan jika dua orang mau memahami. Saling menekan ego, dan menciptakan kebahagiaan secara bersamaaan.
"Aku masih mencintai Deofan ya Rabb." Alexa bergumam lirih.
KAMU SEDANG MEMBACA
DEAL (?)
Teen Fiction~Completed~ Aku dengan segala permasalahan rumitku. Bertemu kamu si pria dingin dengan tatapan beku. Aku mencintai kamu, wahai pria pencipta rindu.